Mubadalah.id – Di ranah publik, Islam membuka akses yang lebar dan adil bagi perempuan. Aktivitas mencari ilmu, mencari nafkah, melakukan transaksi, kegiatan sosial, dan bahkan aktivitas politik juga dibuka untuk perempuan. Sama seperti laki-laki, semua itu harus dilakukan oleh perempuan secara terhormat dan bermartabat.
Di masa Nabi, tercatat ada 1.232 perempuan yang menerima dan meriwayatkan hadits. Bahkan ummul mu’minin Aisyah r.a., istri Nabi, tercatat sebagai salah satu dari tujuh bendaharawan hadits. Beliau meriwayatkan 2.210 hadits. Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi yang pertama, dikenal sebagai perempuan yang sukses dalam dunia bisnis.
Asy-Syifa’ tercatat sebagai perempuan yang Khalifah Umar tunjuk sebagai manager pasar di Madinah, sebuah pasar besar di ibu kota pada waktu itu. Zainab, istri Nabi, menyamak kulit dan hasilnya ia sedekahkan. Zainab istri Ibn Masud dan Asma’ binti Abu Bakar keluar rumah mencari nafkah untuk keluarga.
Di medan perang, banyak nama sahabat perempuan yang tercatat sebagai pejuang, baik di garis belakang seperti mengobati prajurit yang luka dan menyediakan logistik maupun di garis depan memegang senjata berhadapan dengan lawan.
Nusaibah binti Ka’ab tercatat sebagai perempuan yang memanggul senjata melindungi Rasulullah dalam Perang Uhud. Al-Rabi’ binti a-Mu’awwidz, Ummu Sinan, Ummu Sulaim, Ummu ‘Athiyyah, dan sekelompok perempuan lain juga beberapa kali ikut turun ke medan laga. Catatan mengenai keberanian mereka dapat kita jumpai dalarn banyak hadits sahih dan buku-buku sejarah yang terkenal.
Keadilan untuk Perempuan
Uraian singkat ini menunjukkan bahwa di masa Nabi, keadilan untuk semua manusia dan khususnya perempuan bukan sekadar kata. Melainkan terwujud dalam realitas di masyarakat.
Keadilan untuk perempuan justru merupakan komitmen Nabi sejak awal melalui upaya-upaya serius untuk membuka akses dan peluang yang sama bagi kaum perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.
Kita semua sepakat bahwa praktik kehidupan pada masa Rasulullah adalah implementasi dari ajaran tauhid. Oleh karena itu, keadilan bagi perempuan sebagaimana dalam al-Qur’an dan Nabi Saw wujudkan dalam realitas sehari-hari adalah bagian yang paling mendasar dari ajaran tauhid itu sendiri.
Dengan tauhid itu pula, perempuan sebagai bagian kelompok mustad’afin dimanusiakan dan diberikan hak-haknya secara adil oleh Islam. []