• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Indonesia Butuh Renaissance untuk Bangkit dari Stagnasi

Sejarah telah membuktikan bahwa kebangkitan suatu bangsa dimulai dari revolusi intelektual.

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
05/04/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Indonesia

Indonesia

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif, disertai berbagai tantangan dalam sektor politik, sosial, dan budaya. Meski kita gadang-gadang sebagai salah satu negara dengan potensi ekonomi terbesar di dunia, Indonesia masih terjebak dalam stagnasi akibat birokrasi yang berbelit, korupsi yang merajalela, serta kurangnya inovasi di berbagai sektor.

Dalam kondisi seperti ini, Indonesia membutuhkan semacam “Renaissance.” Yakni sebuah kebangkitan intelektual dan budaya yang dapat mengakselerasi pertumbuhan dan membebaskannya dari stagnasi.

Renaissance, yang secara harfiah berarti “kelahiran kembali,” adalah istilah yang merujuk pada periode pencerahan di Eropa pada abad ke-14 hingga ke-17. Pada masa itu, terjadi lonjakan dalam bidang seni, ilmu pengetahuan, dan pemikiran yang membawa perubahan signifikan terhadap peradaban Barat.

Sebagaimana Will Durant jelaskan dalam The Story of Civilization (1935), Renaissance adalah periode di mana manusia mulai berpikir kritis. Lalu mengeksplorasi ilmu pengetahuan, dan menentang dogma yang membatasi kebebasan berpikir.

Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang membutuhkan lompatan serupa. Sejak era reformasi, banyak perubahan telah terjadi, tetapi tidak sedikit masalah lama yang tetap bertahan. Korupsi masih menggerogoti institusi negara, kualitas pendidikan belum merata, dan inovasi masih kalah dibandingkan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.

Baca Juga:

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

Tanpa adanya perubahan radikal dalam pola pikir dan sistem, Indonesia berisiko terus tertinggal. Untuk menciptakan era Renaissance di Indonesia. Ada tiga pilar utama yang harus kita perkuat: pendidikan, inovasi teknologi, dan reformasi politik.

Menyoal Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di Indonesia masih berkutat pada sistem hafalan dan ujian yang kaku. Bukan pemikiran kritis dan eksplorasi ide baru. Sebagaimana Paulo Freire ungkapkan Pedagogy of the Oppressed (1970), pendidikan harus mampu membebaskan individu dari belenggu ketidaktahuan dan dogma yang membatasi kreativitas.

Jika Indonesia ingin keluar dari stagnasi, sistem pendidikan harus berorientasi pada pengembangan pemikiran inovatif, bukan sekadar menghafal fakta tanpa pemahaman mendalam.

Negara-negara yang berhasil melesat dalam pembangunan seperti Korea Selatan dan Tiongkok memiliki kesamaan. Mereka berinvestasi besar dalam riset dan pengembangan teknologi. Joseph Schumpeter dalam Capitalism, Socialism and Democracy (1942) menjelaskan bahwa inovasi adalah motor utama pertumbuhan ekonomi melalui konsep “creative destruction”—di mana teknologi baru menggantikan sistem lama yang usang.

Indonesia perlu menanamkan budaya inovasi sejak dini, baik di sekolah, universitas, maupun dunia industri, agar dapat bersaing di era ekonomi digital.

Sistem politik Indonesia masih didominasi oleh oligarki, di mana kekuasaan cenderung terkonsentrasi di tangan segelintir elite. Hal ini menghambat munculnya pemimpin-pemimpin baru yang memiliki gagasan segar. Francis Fukuyama dalam Political Order and Political Decay (2014) menyebutkan bahwa negara yang ingin maju harus memiliki sistem politik yang adaptif dan tidak tersandera oleh kepentingan elite semata.

Reformasi politik yang lebih terbuka dan meritokratis adalah kunci untuk membawa Indonesia menuju kebangkitan baru. Selain tiga pilar di atas, Renaissance di Indonesia juga harus mencakup kebangkitan budaya dan nilai-nilai kebangsaan.

Kebangkitan Budaya dan Intelektual

Di era globalisasi, banyak anak muda Indonesia lebih mengenal budaya Asing daripada warisan intelektual bangsa sendiri. Sejarah mencatat bahwa Indonesia memiliki banyak pemikir hebat seperti Tan Malaka, Gus Dur, dan Nurcholish Madjid yang menawarkan konsep-konsep visioner tentang demokrasi, sosialisme, dan Islam progresif.

Kebangkitan intelektual ini harus kita perkenalkan kembali agar generasi muda memiliki fondasi yang kuat dalam membangun bangsa.

Sebagaimana penjelasan Benedict Anderson dalam Imagined Communities (1983), identitas nasional bukanlah sesuatu yang statis, tetapi harus terus dibangun dan kita perbaharui.

Dalam konteks ini, kebangkitan budaya dan intelektual menjadi sangat penting agar Indonesia tidak hanya menjadi bangsa besar secara jumlah penduduk, tetapi juga dalam peradaban. Indonesia memiliki semua sumber daya untuk bangkit dari stagnasi, tetapi tanpa perubahan pola pikir dan sistem yang lebih adaptif, peluang itu bisa terbuang sia-sia.

Dengan menata ulang pendidikan, mendorong inovasi teknologi, dan mereformasi sistem politik, Indonesia dapat memulai era Renaissance-nya sendiri. Sejarah telah membuktikan bahwa kebangkitan suatu bangsa dimulai dari revolusi intelektual.

Kini, saatnya Indonesia keluar dari kebiasaan lama dan membangun masa depan yang lebih cerah. Jika tidak, stagnasi ini akan terus berlanjut, dan mimpi menjadi negara maju hanya akan menjadi angan-angan belaka. []

Tags: BudayaIndonesiaintelektualpendidikanpolitikRenaissance
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Trans Jogja

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

3 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Akhlak Karimah

Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tubuh yang Terlupakan

    Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah
  • Ali Mustafa Yaqub: Haji Pengabdi Setan dan Ujian Keimanan Kita
  • Tafsir Perintah Menutup Aurat dalam al-A’raf Ayat 31
  • Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban
  • Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID