Mubadalah.id – Kira-kira satu bulan yang lalu saya diminta untuk menjadi MC dalam sebuah acara khataman Taman Pendidikan Al-Qur’an. Setelah menerima briefing terkait susunan acara saya agak tertarik dengan salah satu rangkaian acara yaitu serah terima dari wali santri kepada ketua TPA.
Adapun yang menjadi simbol penyerahan adalah bunga telur. Saya cukup penasaran bunga telur itu seperti apa. Kemudian keesokan harinya rasa penasaran saya hilang setelah melihat bunga-bunga tersusun di depan panggung yang menarik perhatian saya.
Dalam benak saya Indonesia memang terpenuhi dengan tradisi dan budaya yang menarik, terlebih lagi masyarakatnya yang kreatif. Salah satunya adalah yang saya saksikan secara langsung yaitu bunga telur budaya dari suku Melayu Pontianak.
Setelah mencari di google budaya bunga telur ini juga saya temukan di daerah lain. Mengutip dari rri.co.id bunga telur juga menjadi tradisi oleh masyarakat Desa Benculuk Banyuwangi pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Mereka menyebutnya dengan festival Endog-Endogan. Tidak jauh berbeda dengan budaya bunga telur yang ada di Pontianak. Akan tetapi budaya bunga telur di Pontianak biasanya terselenggara pada saat acara pernikahan dan acara-acara sakral lainnya.
Sejarah Bunga Telur
Untuk mencari sejarah bunga telur cukup sulit karena memang belum banyak dilirik oleh media. Mengutip dari ecentral.my kira-kira dua atau tiga dekade yang lalu, kebanyakan majelis kenduri sering mengamalkan tradisi membeli beratus-ratus biji telur ayam untuk direbus di dalam periuk besar.
Telur tersebut kemudian dibalut dengan tisu atau tuala. Ada juga yang mereka letakkan dalam bekas kaca, rotan atau kayu. Sebagai penyanggah di bawahnya terdapat ketan berwarna kuning yang terkenal dengan istilah nasi adab.
Bunga telur yang biasanya tersajikan dalam acara adat suku melayu memiliki makna filosofi yang mendalam. Ia tidak hanya sekedar bunga yang kemudian terbagikan dan menjadi pajangan di rumah tetapi sebagai simbol relasi keimanan antara manusia dan Tuhan.
Saya sempat mewawancarai tokoh agama ketika saya menjadi MC acara khataman al-Qur’an. Menurutnya setiap unsur yang ada di dalam bunga telur memiliki nilai-nilai keislaman. Adapun unsur dalam bunga telur adalah batang, telur, bunga dan jumlah bunga yang harus tertancapkan di tangkai.
Filosofi Bunga Telur
Pertama, batang. Batang pada bunga telur biasanya terbuat dari batang pohon pisang. Di mana batang tersebut berdiri tegak sebagai penyangga bunga-bunga yang nantinya akan kita tusukkan satu persatu. Batang pada bunga telur memiliki makna tauhid. Ini menunjukkan bahwa allah memiliki sifat tersendiri yang tidak dimiliki oleh selainnya.
Selain itu merujuk kepada surah al ikhlas bahwa Allah kita sebutkan dengan istilah ahad. Prof. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa kata ahad hanya kita gunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan baik dalam benak apalagi dalam kenyataan. Artinya bahwa Allah adalah Tuhan satu-satunya yang patut kita sembah.
Kedua, bunga. Bunga yang kita buat seindah mungkin dengan berbagai warna, melambangkan kebahagiaan yang dirasakan oleh sahibul hajat baik dalam acara pernikahan ataupun khataman. Jika kita lihat pada bunga telur maka bunga tersebut bermacam-macam baik warna ataupun bentuknya. Ini memperlihatkan bahwa kebahagiaan tersebut tidak hanya dirasakan oleh sahibul hajat tetapi juga orang-orang yang ada di sekitarnya.
Ketiga, jumlah bunga dan telur. Dalam sebatang bunga telur, jumlah telur sekaligus bunganya sebanyak dua puluh satu. Jumlah tersebut melambangkan dua puluh sifat wajib bagi Allah dan satu sifat jaiz bagi Allah. Harapannya umat muslim selalu mengingat bahwa Allah adalah zat yang mana sifat-sifat tersebut tidak dimiliki oleh siapapun kecuali Allah sendiri.
Keempat, telur. Filosofi telur dalam hal ini mengandung unsur tasawuf. Kita mengetahui bahwa telur memiliki empat lapisan. Lapis pertama yaitu cangkangnya yang keras, lapis kedua tipis berwarna putih. Ketiga putih telur dan keempat kuning telur.
Melestarikan Budaya
Telur melambangkan keislaman kita yang hari ini masih sebatas kulit dan belum sampai pada inti dari Islam itu sendiri. Adapun kita ibaratkan telur itu sebagai al-Qur’an, maka di dalam al-Qur’an mengandung makna dan untuk mendapatkan makna inti dari al-Qur’an kita harus melewati kulit pertama, kedua dan ketiga.
“Sekarang sudah tidak seperti dulu, kalau dulu bunga telur menjadi tradisi yang sering sekali kita jumpai, tapi kalau sekarang sudah sulit”. kata KH. Muqarrab Abidin, tokoh masyarakat yang saya wawancarai setelah acara khataman berlangsung.
Kalau kita pikir-pikir perkataan beliau memang benar adanya, tidak dapat kita pungkiri bahwa memang semakin berkembangnya zaman tradisi-tradisi leluhur sudah mulai banyak terlupakan. Banyak yang menganggap tradisi-tradisi tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam sehingga harus kita hilangkan.
Oleh sebab itu meskipun hanya beberapa orang saja yang masih melestarikan bunga telur ini. Setidaknya karena dengan sedikit itulah orang-orang dapat mengetahui bahwa bunga telur merupakan tradisi yang tidak boleh kita hilangkan. Hal ini bertujuan untuk merawat tradisi sekaligus mengenalkannya kepada anak-anak muda sekarang. Wallahua’lam. []