• Login
  • Register
Senin, 14 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

Kenapa jadi perempuan harus repot-repot mikir begini? Meskipun jodoh adalah takdir, namun kita sebagai perempuan bisa berikhtiar.

Indah Fatmawati Indah Fatmawati
14/06/2025
in Personal
0
Jadi Perempuan

Jadi Perempuan

1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Meskipun jodoh  adalah takdir, namun kita sebagai perempuan bisa berikhtiar untuk membentuk dan mengubah pribadi kita. Misalnya dengan menyelesaikan diri kita dari masalah emosional agar sudah tidak tantrum dan lebih tenang.

Mubadalah.id – Malam penuh keheningan, rintik hujan juga mulai bernyanyi di atas atap. Suasana yang menurut saya sangat cocok untuk menghilangkan penat dengan rebahan. Apalagi setelah seharian bertempur dengan tugas-tugas yang harus terselesaikan sebelum kelewat deadline.

Rasanya tidak lengkap jika malam ini hanya sekedar bengong dan melamun. Saya akhirnya mengambil gadget dan mulai scroll beberapa media sosial.

Sekilas muncul sebuah unggahan yang membuat saya berhenti menggeser jemari saya. Salah satu akun TikTok bernama Hidup Santai Tanpa Hutang cukup menyita perhatian saya. Meskipun nama akun tersebut demikian, namun dalam unggahanya, ia malah menjelaskan bagaimana setelah menikah ia tidak memiliki tabungan sama sekali dan malah punya hutang sebesar 131 juta.

Tentu jumlah yang menurut saya tidak sedikit. Ia bercerita jika sebelum menikah hanya fokus menabung untuk biaya resepsi. Apalagi pada saat menikah, pasangan tersebut hanya terfokus dengan biaya nikah dan tidak memikirkan biaya hidup yang akan timbul setelah menikah.

Secuil Nasehat yang Bisa Diambil

Setelah menikah, barulah ia dan istrinya terbuka masalah keuangan. Meskipun sebelumnya suami sudah tahu jika si istri masih memiliki cicilan mobil sebesar 81 juta. Namun, ia baru berani mendiskusikanya setelah menikah.

Baca Juga:

Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

Akun tersebut kemudian membagikan nasehat kepada pasangan yang menjalani hubungan serius dan berniat untuk melangsungkan penikahan. Ia menjelaskan bahwa sebaiknya, sebelum menikah, antara satu sama lain juga saling terbuka dan jujur, termasuk masalah hutang.

Jadi tidak cukup hanya membincangkan “kamu sayang aku apa enggak?” Tapi juga harus membincangkan masalah keuangan juga. Hal ini bertujuan agar tidak ada konflik yang tajam hanya karena masalah finansial.

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot

Unggahan tersebut rasanya relate dengan pengalaman hidup yang pernah saya alami. Saya pernah ada pengalaman begini. Jadi, semua anggota devisi kantor yang mayoritas laki-laki membuat saya harus pandai-pandai beradaptasi.

Saya harus pandai menjaga diri. Apalagi saya perempuan sendiri. Tidak hanya harus pandai menjaga diri dan bersikap agar tidak menimbulkan fitnah, tapi juga harus pandai mengimbangi pola pikir ala bapak-bapak ini.

Pada suatu kesempatan, kami sedang ngobrol-ngobrol bersama. Waktu itu, kami sedang mengobrolkan masalah keuangan (ceritanya saya pengen beli sesuatu tapi belum terwujud karena masih menabung).

Salah satu teman saya, seorang bapak-bapak bilang kepada saya begini “lah ngapain mbak, kamu kan perempuan, kok repot-repot? Kamu ngredit saja, terus nikah, nanti biar utangnya yang nanggung suami, kan perempuan gak wajib menafkahi”. Begitu bapak itu berkata dengan nada tanpa beban.

Jawaban yang Menimbulkan Perang Batin pada Diri Sendiri

Kala itu saya hanya menjawab begini “ngawur aja”. Sambil membatin dalam hati “yaa kali, masa saya mau nambah masalah hidup pasangan saya nantinya, kalau pun nanti saya menikah, itu artinya saya harus sudah selesai dengan diri saya sendiri (baik secara emosional maupun finansial), bukan berarti saya harus kaya dulu, tapi setidaknya gak punya hutang, begitu juga dengan pasangan saya.”

Saya pasti akan memilih orang yang juga sudah selesai dengan dirinya. Masalah hutang piutang sebelum nikah, menurut saya akan lebih baik sudah diselesaikan sebelum itu, biar setelah menikah bisa fokus kebutuhan lain.

Apalagi dengan bertambahnya jumlah keluarga, setidaknya kita tidak terus-terusan menjadi beban orang tua. Tidak berekspektasi juga, misalnya nanti sudah ketemu jodoh, terus nikahnya harus mewah. Saya malah mikir mending sederhana saja, kalau boleh di KUA saja juga udah cukup, uangnya sisanya bisa dipergunakan untuk keperluan setelah menikah.

Perempuan Berpikir Kedepan, Katanya Repot-repot?

Coba mikirnya kalau sudah nikah dan punya anak, terus kita-nya bisa langsung menyembelih kambing untuk aqiqahnya itu akan lebih baik. Terlebih seringkali saya melihat banyak orang tidak bisa melaksanakan aqiqah untuk anaknya, sampai anaknya harus aqiqah sendiri pas sudah dewasa, bahkan sudah berkeluarga.

Jika ada uang sisa setelah pernikahan, alangkah baiknya digunakan untuk mendirikan usaha, supaya nanti pendidikan anak lebih terjamin. Jadi tidak harus pinjam uang ke sana kemari karena sudah punya tabungan masa depan.

Seketika itu juga, saya kemudian tersadar. Ternyata saat ngobrol tadi, pikiran saya sudah bertengkar sejauh ini. Jadi, sebelum memutuskan untuk menikah, lebih baik kita selesaikan diri kita sendiri terlebih dulu.

Kenapa jadi perempuan harus repot-repot mikir begini? Meskipun jodoh adalah takdir, namun kita sebagai perempuan bisa berikhtiar untuk membentuk dan mengubah pribadi kita. Misalnya dengan menyelesaikan diri kita dari masalah emosional agar sudah tidak tantrum, lebih tenang dan visioner.

Begitu juga dalam memilih pasangan, pilihlah dia yang juga sudah selesai dengan dirinya sendiri. Agar nanti ketika menjalani pernikahan, kamu tidak lagi ribut dengan masalah emosional. Di mana hutangnya yang belum selesai akan membebani kemudian hari. []

Tags: HutangJadi PerempuanJodohKesehatan Mentalperkawinanstigmatakdir
Indah Fatmawati

Indah Fatmawati

Sebagai pembelajar, tertarik dengan isu-isu gender dan Hukum Keluarga Islam

Terkait Posts

Kesalingan

Kala Kesalingan Mulai Memudar

13 Juli 2025
Harapan Orang Tua

Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

12 Juli 2025
Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mas Pelayaran

    Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merebut Kembali Martabat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Perspektif Keadilan Gender dalam Memahami Tafsir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Titik Temu Antara Fikih dan Disabilitas Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ruang Baru Perempuan dalam Kehidupan Masa Kini
  • Titik Temu Antara Fikih dan Disabilitas Mental
  • Pentingnya Perspektif Keadilan Gender dalam Memahami Tafsir
  • Merebut Kembali Martabat Perempuan
  • Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID