• Login
  • Register
Kamis, 10 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Perempuan tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan, terlepas bagaimana pendidikan, skill, dan pengalaman yang ia miliki.

mahdiyaazzahra mahdiyaazzahra
09/07/2025
in Keluarga
0
Relasi Imam-Makmum

Relasi Imam-Makmum

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Konsep Mubadalah mengajarkan kita untuk selalu mempraktikkan kesalingan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak terkecuali untuk relasi imam-makmum keluarga. Seringkali kita didoktrin bahwa imam adalah laki-laki, sedang makmumnya perempuan.

Padahal, Allah menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Menjadi pemimpin adalah bakat dan skill yang tiap orang miliki sejak lahir serta hasil interaksinya dengan lingkungan. Tidak semua orang bisa memimpin dan mengambil keputusan dengan baik.

Jika imam keluarga harus selalu laki-laki, maka laki-laki harus bisa memimpin keluarga dalam segala bidang. Laki-laki harus bisa mengambil keputusan dalam setiap kondisi dan situasi. Apakah ini memungkinkan untuk selalu dilakukan?

Begitu juga perempuan, ia harus selalu menjadi makmum. Tunduk dan patuh adalah kunci utama menjadi seorang istri. Suwarga nunut, neraka katut, begitulah istilah dalam bahasa Jawa. Artinya, istri itu masuk surganya menumpang pada suami, dan kalau suami masuk neraka, istri bisa terbawa. Benarkah demikian?

Perempuan, dengan segala bakatnya, harus menjadi makmum dalam keluarga. Ia tidak pernah diberi kesempatan untuk memimpin ataupun menentukan nasibnya sendiri. Perempuan tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan, terlepas bagaimana pendidikan, skill, dan pengalaman yang ia miliki.

Baca Juga:

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Menggugat Batas Relasi Laki-Laki dan Perempuan di Era Modern-Industrialis

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

Surga untuk Orang yang Beriman

Allah berfirman dalam Q.S. At Taubah ayat 72

Allah telah menjanjikan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, surga-surga yang sungai-sungai mengalir di bawahnya, mereka kekal di dalamnya, dan tempat-tempat yang baik di surga ‘Adn. Rida Allah lebih besar. Itulah kemenangan yang agung.

Ayat ini menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk masuk surga selama mereka beriman (mukminin dan mukminat). Artinya parameter seseorang masuk surga bukanlah jenis kelamin ataupun peran dalam keluarga, melainkan karena keimanannya.

Kepribadian

Setiap orang memiliki kepribadian yang mereka bawa sejak lahir dan terbentuk saat masa pertumbuhan berkat interaksinya dengan lingkungan. Kita bisa melakukan tes kepribadian untuk mengetahui jenis kepribadian kita. Berdasarkan tes tersebut saya memiliki tipe kepribadian ENTJ (Komandan).

Saat SMA, saya menjadi ketua OSIS sekaligus ketua Asrama. Saat kuliah, saya menjadi ketua KKN yang berisi 6 laki-laki dan 4 perempuan. Saya bukan ingin membahas hebatnya saya menjadi ketua.

Namun, saya ingin mempertanyakan, bagaimana jika seorang perempuan terlahir dan memiliki kepribadian sebagai pemimpin? Haruskah ia tunduk dan patuh di hadapan suami tanpa memiliki peran apa pun dalam pengambilan keputusan? Haruskah ia menjadi pengikut suami apa pun yang terjadi?

Jika ada perempuan yang memiliki kepribadian sebagai pemimpin, maka ada pula laki-laki yang memiliki kepribadian bukan sebagai pemimpin. Artinya kepemimpinan tidak dilandaskan pada jenis kelamin, melainkan sifat bawaan dan interaksi dengan lingkungan.

Kemampuan Memimpin

Sebagaimana yang saya bahas di atas, kemampuan memimpin seseorang tidak ditentukan beradasarkan jenis kelamin. Seseorang terkadang memang terlahir dan mudah dalam memimpin orang lain. Ada juga yang mengalami tempaan hingga bisa menjadi pemimpin.

Namun tempaan dan bawaan lahir ini tidak memilih jenis kelamin. Kemampuan memimpin akan hadir dalam diri siapa saja yang memang sanggup untuk memimpin. Tidak semua laki-laki memiliki kemampuan memimpin. Apalagi jika dalam pertumbuhannya ia tak pernah mengalami tempaan untuk menjadi pemimpin.

Ada pula laki-laki yang memang layak dan cakap dalam memimpin. Namun kepemimpinan laki-laki dalam keluarga tidak bisa mutlak dalam hal-hal yang tidak ia pahami. Begitu pun perempuan, tak berarti perempuan selalu cakap dan layak menjadi pemimpin. Namun, perempuan harus diberi kesempatan untuk mengatur dan menentukan hal-hal yang menurutnya baik.

Mubadalah dalam Keluarga

Apakah kita harus menegasikan peran laki-laki sebagai imam? Jawabannya tidak. Kita tidak perlu meneriakkan bahwa perempuan layak menjadi imam. Hanya saja kita perlu mengakui dan menyadari kelebihan dan kekurangan kita. Kita hanya perlu berbagi dengan pasangan, mempraktikkan kesalingan dengan pasangan.

Artinya apa? Jika memang pasangan memiliki keahlian dalam beberapa bidang, maka biarkanlah pasangan kita memimpin jalannya rumah tangga. Misalnya, istri lulusan pesantren dan lebih paham agama, maka biarkan istri membimbing suami dan anaknya dalam hal agama.

Misalnya suami lebih pintar mengatur keuangan, maka biarkan suami yang mengendalikan seluruh pengeluaran bulanan. Jika memang istri tidak ahli mengatur keuangan, gaji suami tidak harus istri simpan.

Jika suami ahli dalam parenting, maka biarkan suami yang mengambil alih kendali pengasuhan. Biarkan suami menentukan metode parenting karena ia telah mempelajarinya dengan baik.

Jika suami sedang mengalami burn out, putus asa, maka nakhoda keluarga bisa suami serahkan kepada istri. Biarkan istri mengambil beban kepempimpinan saat suami berada dalam keterpurukan.

Masyarakat Mubadalah

Sebenarnya praktik mubadalah dalam relasi imam-makmum sudah banyak dilakukan dalam masyarakat kita. Hanya saja, kita kadang enggan mengakui kepemimpinan perempuan. Banyak suami yang memberikan kebebasan pada istri untuk memimpin dan mengambil keputusan dalam keluarga, namun enggan melepas mahkota keimaman.

Kenapa kita tidak menyalingkan relasi ini? Kenapa kita tidak membebaskan istilah ini? Bahwa imam adalah sebutan bagi yang mampu, terlepas dari jenis kelaminnya. Bahwa perempuan memiliki peran dalam kepemimpinan dan tidak melulu harus menjadi makmum. []

 

Tags: istrikeluargaperspektif mubadalahRelasiRelasi Imam-Makmumsuami
mahdiyaazzahra

mahdiyaazzahra

Mompreneur. Soap maker. Zerowasterian. Pesantren Digital Rafiqutthullab. Bisa disapa di instagram @mahdiyaazzahro

Terkait Posts

Jiwa Inklusif

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

8 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Peran Ibu

Peran Ibu dalam Kehidupan: Menilik Psikologi Sastra Di Balik Kontroversi Penyair Abu Nuwas

1 Juli 2025
Geng Motor

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pelecehan Seksual

    Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID