• Login
  • Register
Sabtu, 26 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Anak Bukan Milik Orang Tua

Memang, birrul walidain penting. Namun, birrul awlad (berbuat baik kepada anak) juga bagian dari keadilan yang kerap kita abaikan.

Thoah Jafar Thoah Jafar
25/07/2025
in Keluarga, Rekomendasi
0
Anak Bukan Milik Orang Tua

Anak Bukan Milik Orang Tua

948
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belum lama ini, seorang santri putri yang terkenal tenang dan rajin datang dengan mata sembap. Ia menangis lama sebelum akhirnya pulang ke rumah. Orang tuanya meminta santri yang cerdas dan berprestasi itu untuk berhenti mondok dan segera menikah dengan pria pilihan keluarga. Alasannya klasik: demi kondisi ekonomi.

Ia tak sempat menolak. Bahkan bertanya pun mungkin tak diberi kesempatan. Padahal, ia sedang menikmati hidup di pesantren. Ia sedang mencintai proses tumbuh yang ia pilih sendiri.

Kisah ini bukan sekadar narasi pilu. Ini nyata, berulang, dan tak hanya menimpa satu dua orang. Saya memahami, sebagai orang tua, cinta kepada anak adalah hal yang naluriah. Namun, ada cinta yang tanpa sadar berubah menjadi kuasa. Kuasa ini, jika tidak kita sertai kebijaksanaan, dapat menjelma menjadi bentuk pemaksaan yang membungkam kemerdekaan anak untuk tumbuh.

Tentu, orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengarahkan, dan menanamkan nilai-nilai moral serta akhlak kepada anak-anak mereka. Pendidikan tauhid, adab, etika, dan cinta terhadap keluarga adalah kewajiban yang tak boleh kita tawar. Namun, semua itu bukanlah dalih untuk menghapuskan hak anak dalam menyuarakan keinginannya, atau menutup ruang bagi anak untuk berkembang sesuai potensi dan fitrahnya.

Sering kali kita keliru memahami bahwa karena telah membesarkan anak, maka hidup mereka sepenuhnya menjadi milik kita. Kita salah sangka bahwa birrul walidain (berbakti kepada orang tua) adalah hak untuk mengendalikan mereka—ditekan, diatur, dipulangkan saat dianggap cukup, dan dinikahkan ketika dinilai layak.

Baca Juga:

Perjalanan Penerimaan dari Film Sore: Istri Masa Depan

Para Suami, Jangan Biarkan Kembang Layu di Atas Ranjang

Mengapa Zina dilarang Agama?

Viral Pegawai PPPK Ramai-ramai Gugat Cerai Suami: Disfungsi Institusi Pernikahan

Padahal, anak bukan amplop kosong yang bisa kita isi sesuka hati. Mereka bukan versi muda dari diri kita. Mereka adalah pribadi yang berbeda, dengan cara pandang, kehendak, dan—tak jarang—kebijaksanaan yang lebih jernih dibandingkan orang tuanya.

Memastikan Anak Tumbuh Tanpa Kehilangan Jati Diri

Kita memang lebih dulu lahir, tetapi belum tentu lebih memahami hidup yang mereka jalani. Tugas kita bukan menjadikan anak seperti yang kita inginkan, melainkan memastikan mereka tumbuh tanpa kehilangan jati diri.

Kerap kita dengar orang tua berkata, “Kami hanya ingin yang terbaik untuk anak kami.” Namun, mengapa definisi “terbaik” itu kerap berarti diam, patuh, tidak membantah, cepat menikah, dan tidak bercita-cita tinggi? Mengapa “bakti” selalu diartikan sebagai tunduk, bukan keberanian menyuarakan isi hati? Mengapa cinta harus terbayar lunas dengan pengorbanan hidup yang tak pernah mereka pilih?

Mari sejenak diam. Tundukkan kepala. Perhatikan anak-anak kita yang mungkin duduk di sudut rumah, menyimpan keinginan yang tak pernah sempat diucapkan. Atau mereka yang menangis di pesantren, bukan karena bersalah, tetapi karena tak diberi ruang untuk menentukan langkah hidupnya sendiri.

Kita bukan Tuhan bagi anak-anak kita. Bahkan Nabi Muhammad Saw pun tidak memaksakan kehendaknya atas umat manusia. Allah Swt berfirman:

لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍۙ

“Engkau (Muhammad) bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 22)

Kita hanya orang tua—penumpang yang lebih dulu menapaki hidup, bukan pemilik masa depan mereka.

Memang, birrul walidain penting. Namun, birrul awlad (berbuat baik kepada anak) juga bagian dari keadilan yang kerap kita abaikan. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw pernah menegur sahabat yang memberi hadiah hanya kepada satu anaknya, dan bukan kepada anak-anak lainnya. Nabi bersabda:

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ

“Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anak kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adil bukan berarti menyamakan segalanya, melainkan menempatkan sesuatu pada tempatnya. Termasuk memberikan ruang tumbuh yang sesuai dengan kapasitas dan cita-cita anak.

Jangan Biarkan Anak Tanpa Arah

Perlu kita tegaskan: memberikan ruang memilih bukan berarti membiarkan anak tanpa arah. Justru di situlah pentingnya peran orang tua sebagai pendamping—yang mendengarkan, bukan hanya menyuruh; yang mengarahkan, bukan memaksakan. Anak tetap butuh batasan, nilai, dan arahan. Tapi semuanya terbangun lewat dialog, bukan doktrin sepihak.

Membesarkan anak bukan berarti membentuk mereka jadi salinan masa lalu kita, tetapi menjaga agar mereka bisa menjadi manusia utuh, yang siap menghadapi masa depan—yang bahkan tak kita miliki.

Anak bukan milik orang tua. Mereka bukan titipan yang bisa dikembalikan seenaknya. Mereka adalah manusia—utuh, dengan kehendak, pilihan, dan takdirnya sendiri.

Dan satu hal yang perlu kita renungkan: banyak anak tampak patuh, bukan karena ridha, tetapi karena tak berdaya.

Orang tua semestinya menjadi penjaga, bukan penguasa. Menjadi pelindung, bukan pemilik. Mendidik bukan dengan paksaan, melainkan dengan penghormatan terhadap kemerdekaan anak untuk tumbuh sebagai dirinya sendiri.

Selamat Hari Anak Nasional 2025. Semoga Allah Swt memampukan kita mencintai tanpa mengekang, membimbing tanpa merendahkan, dan mempercayai anak-anak sebagaimana Dia telah menitipkan mereka kepada kita—bukan untuk dikuasai, tetapi untuk dijaga dan ditumbuhkan. Wallahu a’lam bis-shawab. []

 

Tags: Anak Bukan Milik Orang TuaHak anakhari anak nasionalkeluargaparentingRelasi
Thoah Jafar

Thoah Jafar

Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon

Terkait Posts

Nikah Sirri

Sah Tapi Nggak Terdaftar, Nikah Sirri dan Drama Legalitasnya

25 Juli 2025
Kembang Layu di Atas Ranjang

Para Suami, Jangan Biarkan Kembang Layu di Atas Ranjang

24 Juli 2025
Disfungsi Institusi Pernikahan

Viral Pegawai PPPK Ramai-ramai Gugat Cerai Suami: Disfungsi Institusi Pernikahan

23 Juli 2025
Perlindungan Anak

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

23 Juli 2025
Sibling Rivalry

Fenomena Sibling Rivalry dalam Rumah: Saudara Kandung, Tapi Rasa Rival?

22 Juli 2025
Perselingkuhan

Perselingkuhan, Nikah Siri dan Sexually Discipline

22 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Anak Bukan Milik Orang Tua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sah Tapi Nggak Terdaftar, Nikah Sirri dan Drama Legalitasnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tangan Kuat Perempuan dalam Dunia Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • PRT Bukan Pekerja yang Rendah dan Lemah
  • Rewire Otakmu dengan Secarik Kertas: Cara Sederhana untuk Menemukan Arah Hidup yang Hilang
  • Islam Mengharamkan Kekerasan terhadap PRT
  • Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj
  • Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID