• Login
  • Register
Sabtu, 12 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Antrean LPG 3 Kg: Beban Ganda Perempuan dalam Bayang-bayang Patriarki

Jadi bisa kita bayangkan, selain memastikan roda rumah tangga harus tetap berjalan dari mencuci, memasak, mengurus anak dan suami. Sekarang harus terbebani dengan beratnya mengantre LPG yang itu pun tidak ada jaminan.

Siti Robiah Siti Robiah
04/02/2025
in Publik
0
LPG 3 Kg

LPG 3 Kg

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Siapa yang paling dirugikan ketika liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg) harus antre lama seperti yang saat ini terjadi? Ya perempuan. Mengapa begitu? ya karena perempuan dalam sistem patriarki sudah dibebankan untuk memegang kunci keberlangsungan hidup keluarga mereka. Perempuan bertanggung jwab untuk memastikan asap dapur harus menyala dan memastikan pangan untuk seluruh anggota keluarganya.

Persoalan LPG 3 kg ini tidak bisa dianggap remeh sebagai dinamika kebijakan pemerintah saja,  karena rakyat semakin menjerit dan perempuan semakin hari semakin dibuat terhimpit.

Padahal perempuan sudah diberatkan dengan tanggung jawab moral yang dibentuk oleh kontruksi masyarakat, belum lagi beban-beban reproduksi  yang harus perempuan alami. Bahkan kasus-kasus kekerasan dan pelecehan masih menjadi momok menakutkan bagi perempuan yang sepenuhnya belum memberi ruang aman.

Alih-alih memberdayakan tapi mengapa negara yang seharusnya hadir untuk mensejahterakan malah kalut dan sembrono membuat kebijakan.

Hilangnya Nyawa

Salah satu kisah pilu menimpa seorang Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang Kota Tanggerang Selatan yang dilaporkan meninggal dunia setelah diduga kelelahan akibat mengantre LPG 3 kg selama berjam-jam.

Baca Juga:

Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

Hingga Saat Ini Perempuan Masih Dipandang sebagai Fitnah

Beliau adalah perempuan paruh baya bernama Yonih (62) yang meninggal dunia usai terjatuh sembari menenteng 2 tabung LPG 3 kg.

Mengutip dari liputan6.com menurut keterangan saksi yang juga kerabat korban Dedi menuturkan Yonih diduga kelelahan saat mencari LPG 3 kg,  sebab sebelum ikut mengantre dengan warga lain, Yonik harus bangun subuh, memasak nasi uduk dan lauk pauknya, hingga berjualan.

Kasus ini seharunya cukup menjadi tamparan bagai pemerintah dan pembuat kebijakan, rakyat kecil terutama perempuan  adalah pihak yang paling terdampak dari kebijakan ini. Mereka hanya ingin memastikan keberlangsungan hidup dalam keluarganya namun harus diberatkan dengan antrean gas ini.

Antrean ini pun telah banyak memicu polemik dan konflik bukan hanya di satu daerah saja, bagaimana tidak mereka yang sudah mengantre pun tidak terjamin akan kebagian karena stok gas yang langka dan kehabisan.

Apa yang sebenarnya ingin pemerintah bangun? Jika benar target mereka adalah menunjang makanan bergizi, lalu mengapa persoalan dasar rumah tangga sekedar menyalakan api harus se-menyulitkan ini? Lalu bagaimana mungkin itu bisa terealisasikan jika kebutuhan dasar saja sulit kita dapatkan?

Perempuan Pihak yang Paling Terdampak

Hal lain  yang menjadi sorotan di balik fenomena ini adalah kebanyakan perempuanlah yang ikut mengantre dan mencari LPG. Tentu saja seperti yang sudah saya kemukakan di awal tulisan bahwa ini tidak terlepas dari sistem patriarki yang masih membelenggu kita sampai saat ini.

Sistem patriarki yang sudah tertatanam sejak lama, memang telah mempengaruhi banyak kehidupan. Termasuk dalam pembagian peran publik domestik laki-laki dan perempuan. Di bawah sistem ini, pekerjaan rumah tangga sudah menjadi tanggung jawab perempuan.

Mengutip dari laman kupipedia.id “Dalam konteks agama dan budaya, keberadaan perempuan di ruang domestik dipandang sebagai norma agama dan budaya. Ini terkait dengan fungsinya sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus anak-anak dan melayani suami. Kodrat perempuan dalam budaya adalah kasur, sumur dan dapur, atau masak, macak (berdandan) dan manak (melahirkan)”.

Oleh karenanya, tidak jarang perempuan merasa bahwa mereka harus melakukan segala sesuatunya dengan sempurna. Dan jika terjadi masalah dalam urusan rumah tangga seperti kehabisan LPG atau mengantre lama untuk mendapatkannya mereka adalah yang paling bertanggung jawab.

Jadi bisa kita bayangkan, selain memastikan roda rumah tangga harus tetap berjalan dari mencuci, memasak, mengurus anak dan suami. Sekarang harus terbebani dengan beratnya mengantre LPG yang itu pun tidak ada jaminan.

Tanggung jawab perempuan sebagai “penjaga rumah tangga” sudah cukup menyiratkan adanya ketidakadilan. Kebijakan ini menambah riuh beban-beban perempuan. Beban ini tidak hanya berdampak pada perempuan secara fisik, tetapi juga emosional. Stres karena harus menunggu lama dalam antrian, rasa cemas jika LPG kehabisan sedangkan dia punya tuntutan besar di rumah tangganya.

Harapanya perempuan dituntut bisa aktif berkiprah di ruang publik tapi realitasnya urusan dapur saja dipersulit, harapanya anak dan ibu hamil tercukupi gizi. Lalu bagaimana bisa terjadi jika kebijakan dibuat rumit karena LPG?

Pentingnya Perubahan dalam Perspektif Sosial dan Kebijakan Publik

Proses distribusi yang kurang terorganisir dan tidak memperhatikan kebutuhan spesifik perempuan justru semakin memperburuk beban sosial yang mereka tanggung. Fenomena antrean LPG bukan hanya menyangkut masalah fisik saja. Tapi kita bisa melihat deretan PR besar kepada kita sebagai masyarakat dan juga kepada pemerintah.

Sampai saat ini pun masih kita dapati ketimpangan gender berupa pembedaan peran domestik dan publik. Sehingga perempuanlah yang bertanggung jawab untuk memastikan roda rumah tangga berjalan dengan lancat. Termasuk di dalamnya tanggung jawab penyediaan pangan untuk keluarga.

Masih sedikit masyarakat yang sepenuhnya sadar bahwa tugas-tugas rumah tangga sebagai tanggungjawab bersama bukan satu pihak saja.

Buku Perempuan Bukan Makhluk Domestik karya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dengan prinsip mubadalahnya menjadi referensi yang baik yang menegaskan pentingnya prinsip kesalingan dalam rumah tangga dan pembagian peran yang adil yang tidak memberatkan satu pihak saja.

Pemerintah yang seharusnya hadir untuk meringankan beban dengan memperbaiki sistem dan ikut menciptakan keadilan dan mensejahterkan rakyatnya sebagaimana amanat UUD 1945, harulah lebih peka dalam melihat kondisi masyarakat dari akar rumput dan menimbang secara spesisfik pengalaman perempuan dalam membuat setiap kebijakan.

Sehingga kebijakan yang pemerintah terbitkan memang sudah tepat sasaran dan jelas membawa kemanfaatan bukan sebaliknya. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah harus mulai melihat masalah ini sebagai masalah struktural yang membutuhkan perhatian dan solusi yang tepat untuk semua pihak. []

Tags: Antrean LPG 3 KgBayang-bayangbeban gandaPatriakiperempuan
Siti Robiah

Siti Robiah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Perempuan dan Pembangunan

Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

12 Juli 2025
Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Negara Inklusi

Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

11 Juli 2025
Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Negara Inklusi

    Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam dan Persoalan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama
  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan
  • Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas
  • Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID