• Login
  • Register
Minggu, 26 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Apresiasi untuk Ayah dan Ibu yang Merawat Anak Bersama

Apresiasi seharusnya tidak hanya diberikan pada ayah ketika membantu mengurus si Kecil, tetapi juga pada Ibu yang juga merawat si Kecil

Karimah Iffia Rahman Karimah Iffia Rahman
13/08/2021
in Keluarga, Rekomendasi
1
Ayah

Ayah

126
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Setelah menjadi seorang ibu, saya kerap mendengar kalimat ini jika suami ikut mengurus anak, “Wah, udah mandi nih seger. Dimandiin ayah yah?” atau “Ibunya kemana kok ayahnya yang nyuapin?”.

Mubadalah.id – Apakah ada yang senasib dengan saya? Sebaliknya, jika saya yang melakukan itu semua, tidak saya dengar kalimat, “Wah, mandi sama ibu nih?” atau “Hebat ya makan sama Ibu lahap”. Tidak. Tidak pernah saya mendengar kata-kata tersebut.

Bahkan kata-kata tersebut justru kerap terlontar dari lingkaran terdekat disekitar saya.

Jujur saja, kadang saya bingung dan kesal. Saya bingung kenapa budaya tersebut sangat kental dan menjadi kebiasaan yang mendarahdaging? Seolah-olah ketika ayah melakukan pekerjaan yang orang lihat biasa dilakukan ibu adalah sebuah tindakan heroik yang harus diberi apresiasi. Padahal kan ya wajar saja, wong itu juga anak mereka berdua.

Di satu sisi saya kesal hanya bisa menggrundel mendengarkan kalimat tersebut menjadi makanan sehari-hari yang sebenarnya hanya angin lewat tapi bisa merubah mood dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Bahkan kekesalan saya, kerap kali dikarenakan karena saya mencoba sabar untuk tidak membalas ucapan tersebut lantaran hanya ingin menjaga tali silaturahmi sehingga tidak ada pertikaian di lingkup yang kecil ini.

Yang lebih kesal lagi adalah kalimat tersebut dilontarkan oleh sesama perempuan, sesama ibu. Apakah dengan melontarkan kalimat tersebut merasa bahwa perempuan tersebut sudah lebih baik karena 24 jam mengurus anak seorang diri? Apakah dengan melontarkan kalimat tersebut dapat menyemangati dan membantu menyelesaikan pekerjaan saya dan suami di rumah?

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!
  • Salahkah Memilih Childfree?
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

Baca Juga:

Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

Salahkah Memilih Childfree?

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

Saya hanya bisa menulis untuk menentramkan diri saya sendiri dan berharap siapa tahu tulisan ini dibaca oleh banyak orang. Bahwa seharusnya kita harus lebih bijak dalam mengambil keputusan untuk bertutur kata dan berperilaku. Usia tidak ada yang tahu apalagi di masa pandemi seperti ini.

Jika tidak bisa menolong menyelesaikan pekerjaan domestik yang tidak pernah ada habisnya, tidak berkomentar adalah hal yang terbaik. Setidaknya diam kita dapat bermanfaat karena tidak menambah beban pikir seorang ibu yang akan mempengaruhi kesehariannya.

Jika ayah yang melakukan pekerjaan domestik mendapatkan apresiasi, maka, ibu pun seharusnya mendapatkan perilaku yang sama untuk diberi apresiasi atas kinerjanya selama merawat anak. Pikirkanlah jika seorang ayah harus bekerja, sedang keluarga terdekat kondisinya tidak mungkin dititipkan anak atau kondisi keuangan keluarga tidak memungkinkan pasangan suami istri tersebut menyewa jasa asisten rumah tangga atau baby sitter, tentu tradisi yang terjadi adalah ibu yang harus merawat anak mereka.

Yang perlu digaris bawahi adalah peran ini sudah dibagi bukan karena merawat anak adalah tugas ibu, tetapi pasangan suami istri tersebut sedang berbagi peran. Karena pada dasarnya pembagian peran ini bisa berbalik arah dengan ibu yang bekerja dan ayah yang di rumah karena memang tugas ataupun pekerjaan domestik bukanlah kodrat perempuan sebagai ibu, tetapi siapapun bisa melakukan tugas ini selama memang kesepakatan keduanya seperti itu.

Hal ini terjadi di lingkungan sekitar saya pula. Ada seorang ibu yang bekerja sebagai buruh dan setiap kali ia bekerja maka suaminya lah yang bertugas menemani dan menjaga kedua anaknya. Bukankah ini terlihat indah jika tidak ada kata-kata nyinyir yang terlontar?

Menutup ulasan ini, izinkan saya mengutip ayat al-Qur’an Surah Luqman ayat 14 yang artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”

Memang benar, kodrat ibu adalah menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui. Tetapi merawat anak adalah peran dan tanggung jawab bersama untuk ayah dan ibu, bukan hanya pada ayah saja atau ibu saja hingga Allah pun memberikan perintah untuk berbuat baik kepada keduanya.

Allah saja meminta hambanya untuk menghormati ayah dan ibu selaku orang tua sebagai apresiasi dari peran mengurus dan merawat anak. Seharusnya kita sebagai hambanya juga bisa memberi apresiasi dengan porsi yang sama bukan karena keheroannya yang belum terbiasa dilakukan oleh masyarakat sekitar, tetapi karena kinerja mereka dalam melakukan peran tersebut dengan baik. Wallahu a’lam. []

Tags: ayahIbukeluargaKeluarga BahagiaKesalinganorang tuaparentingRelasi
Karimah Iffia Rahman

Karimah Iffia Rahman

Alumni Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jurusan Kesehatan Lingkungan yang kini beraktivitas sebagai Fulltime Mommy and Freelance CDMs. Karya pertamanya yang dibukukan ada pada antologi Menyongsong Society 5.0. Saat ini sedang melanjutkan pendidikan di SGPP Indonesia, Founder Ibuku Content Creator (ICC) dan menulis di Iffiarahman.com. Terbuka untuk menerima kerja sama dan korespondensi melalui [email protected]

Terkait Posts

Penutupan Patung Bunda Maria

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

26 Maret 2023
Sahabat bagi Anak

Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

25 Maret 2023
Zakat bagi Korban

Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

25 Maret 2023
Asy-Syifa Binti Abdullah

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

24 Maret 2023
Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui

Rukhsah bagi Ibu Hamil dan Menyusui Saat Ramadan

23 Maret 2023
Perayaan Nyepi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

22 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Puasa dan Intoleransi

    Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI
  • Wahai Ayah dan Ibu, Jadilah Sahabat Bagi Anakmu!

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist