• Login
  • Register
Senin, 20 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Belajar Toleransi Intra Agama dari Relasi Muhammadiyah dan NU

Muhammadiyah dan NU memiliki potensi besar sebagai role model dalam membangun toleransi intra umat beragama

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
14/02/2023
in Publik, Rekomendasi
0
Muhammadiyah dan NU

Muhammadiyah dan NU

481
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mungkin banyak dari pembaca yang belum bisa beranjak dari perhelatan besar satu Abad NU yang meninggalkan kesan di hati masing-masing penyimaknya. Sebagian kecil dari berita yang lahir dari acara ini adalah sorotan kepada Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang turut berpartisipasi membagikan 3000 porsi Bakso kepada peserta. Dari fenomena ini, muncul diskursus harmoni antara Muhammadiyah dan NU.

Dalam konteks hari ini, kita memang sudah bukan lagi menghadap-hadapkan antara Muhammadiyah dan NU. Eksistensi keduanya hingga sekarang adalah modal “given” dari Tuhan yang harus kita rawat dan manfaatkan dalam menciptakan iklim toleransi intra umat beragama.

Muhammadiyah dan NU adalah representasi kecil dari “Jika Allah mengehendaki niscaya kamu dijadikannya satu umat (namun tidak demikian)” dan “sesungguhnya manusia diciptakan berbangsa dan bersuku (heterogen)”. Hal ini jelas menunjukkan kemajemukan adalah sebuah keniscayaan. Kemajemukan suatu kelompok juga selanjutnya meniscayakan kemajemukan cara pikir dan cara berperilaku.

Keduanya adalah bukti bahwa dalam internal suatu agama-pun terdapat perbedaan cara pikir dan laku. Kita tidak benar-benar homogen. Maka toleransi yang perlu kita rawat tidak hanya toleransi antar umat beragama. Namun juga toleransi intra umat beragama.

Namun, tidak semua concern terhadap toleransi intra umat beragama. Dalam Islam sendiri, konflik intra agama semacam gunung es di lautan yang sebenarnya melebar di dasar namun mengerucut di permukaan. Tidak banyak kasus konflik intra agama yang terekspos dibandingkan konflik antar umat beragama. Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagaimana umat beragama membangun harmoni di kalangan internal agamanya sendiri.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Siapa Orang Moderat Itu?
  • Teladan Nabi Muhammad Saw dalam Mempraktikkan Toleransi
  • Bule yang Anti Body Shaming dan Sejarah Mulanya
  • Isra’ Mi’raj : Melintasi Jagat Membangun Peradaban
    • Mendialogkan Perbedaan
    • Perbedaan Cara Pandang
    • Perbedaan Tradisi

Baca Juga:

Siapa Orang Moderat Itu?

Teladan Nabi Muhammad Saw dalam Mempraktikkan Toleransi

Bule yang Anti Body Shaming dan Sejarah Mulanya

Isra’ Mi’raj : Melintasi Jagat Membangun Peradaban

Mendialogkan Perbedaan

Memang benar, tidak ada jaminan bahwa keharmonisan hubungan intra umat beragama tidak serta-merta langsung berdampak pada keharmonisan hubungan antar umat beragama. Namun upaya tersebut perlu kita lakukan. Mengambil analogi wasiat seorang khatib dalam berkhutbah yang dimulai dari dirinya. Idealnya, menebar toleransi, yang merupakan bagian dari menyeru dan menyuruh pada kebaikan kita mulai dari internal diri sendiri (intra agama). Selanjutnya kita perluas dalam konteks hubungan dengan orang lain (antar agama).

Muhammadiyah dan NU memiliki potensi besar sebagai role model dalam membangun toleransi intra umat beragama. Sejak kelahirannya, Muhammadiyah dan NU seringkali dihadap-hadapkan pada isu ketidakharmonisan. Namun waktu-lah yang akhirnya menjawab semua prejudice-prejudice yang dialamatkan pada keduanya.

Saat ini Muhammadiyah NU justru semakin menunjukkan bahwa keduanya hidup berdampingan. Hal ini tidak terlepas dari upaya-upaya seluruh lapisan dari ujung hingga pangkal yang memperkuat keduanya dalam mendialogkan perbedaan-perbedaan yang ada.

Upaya mendialogkan perbedaan tersebut berangkat dari potensi yang keduanya miliki dalam membangun toleransi. Potensi-potensi tersebut muncul dari perbedaan cara pandang keagamaan dan perbedaan tradisi laku keagamaan. Hingga selanjutnya melahirkan sikap toleransi antar keduanya.

Perbedaan Cara Pandang

Menilik sejarah panjang Muhammadiyah dan NU, kita akan menemukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memandang eksistensi dua organisasi ini. Didirikan oleh dua tokoh seperguruan, KH. Ahmad Dahlan dengan corak pemikiran modernis membawa Muhammadiyah sukses menyebarkan dakwah-dakwah progresif di masyarakat hingga kini. Sedang dengan dominasi corak tradisionalis, KH. Hasyim Asy’ari juga berkontribusi besar dalam penyebaran Islam khas masyarakat lokal hingga saat ini.

Dalam perjalanan keduanya, cara pandang masing-masing tokoh menjelma menjadi konsep-konsep besar dakwah Islam yang layak kita tawarkan pada dunia. Islam berkemajuan bagi Muhammadiyah dan Islam Nusantara bagi NU merupakan grand design yang menggambarkan bagaimana Islam tumbuh di Indonesia.

Kedua konsep ini menjadi bukti internalisasi ajaran kedua tokoh pendiri yang begitu berpengaruh dan terpatri dalam generasi-generasi penerusnya. Selanjutnya, generasi penerus bertugas mendudukkan dua konsep ini sebagai modal untuk menjembatani umat Islam dalam merawat perbedaan cara pandang. Khususnya dalam internal umat Islam itu sendiri.

Perbedaan Tradisi

Perbedaan cara pandang menghasilkan laku yang berbeda. Yang seringkali menjadi pembahasan adalah kaitan dalam ritual ibadah. Perbedaan tersebut barangkali menjadi pemicu terjadinya gesekan antara pendukung Muhammadiyah dan NU. Namun seiring kebersinggungan keduanya, perbedaan-perbedaan tersebut kini bisa menjadi sebuah candaan-candaan ringan yang justru menguatkan keduanya.

Perbedaan-perbedaan tersebut, sekali lagi, tentu telah diupayakan komprominya oleh semua lapisan. Terutama oleh para tokoh-tokoh keduanya. Bagaimana ritual salat tarawih 8 rakaat bagi Muhammadiyah dapat kita kompromikan. Yakni dengan cara memberikan jeda sebelum kloter 20 rakaat bagi NU akan tertunaikan. Lalu bagaimana pemerintah tetap memberikan kelonggaran kepada keduanya dalam menentukan awal masuk Ramadhan atau syawwal. Selain itu, bagaimana para tokoh mengajarkan untuk tetap memenuhi undangan dari masing-masing internal mereka bahkan intra agama.

Semua upaya tokoh-tokoh tersebut tentu dalam rangka memberikan contoh kepada masyarakat dalam menciptakan toleransi. Maka sudah tidak lagi eranya membentur-benturkan keduanya. Generasi penerus harusnya bersiap mendialogkan perbedaan-perbedaan tersebut dalam rangka sinergi membangun toleransi intra agama. []

 

Tags: Intra AgamaMuhammadiyahNUSatu Abad NUtoleransi
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Pembahasan Childfree

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

18 Maret 2023
Pembuktian Perempuan

Cerita tentang Raisa; Mimpi, Ambisi, dan Pembuktian Perempuan

18 Maret 2023
Bimbingan Skripsi, Kekerasan Seksual

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

17 Maret 2023
Fundamentalisme Islam

Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan

17 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an
  • Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist