• Login
  • Register
Minggu, 5 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Belenggu Patriarki dalam Narasi Kepahlawanan Tiga Srikandi Aceh

Cut Novita Srikandi Cut Novita Srikandi
20/12/2022
in Featured, Publik
0
Belenggu Patriarki dalam Narasi Kepahlawanan Tiga Srikandi Aceh

Cut Nyak Dhien. Ilustrasi Tirto[dot]id

104
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id– Belenggu Patriarki dalam narasi kepahlawanan tiga Srikandi Aceh.  Peringatan Hari Pahlawan memang sudah berlalu sebulan yang lalu. Setiap tahunnya, tanggal 10 November selalu diperingati sebagai wujud penghargaan kepada jasa-jasa mereka telah mempertaruhkan nyawa demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Akan tetapi, peringatan Hari Pahlawan juga menimbulkan polemik di tengah masyarakat, khususnya terkait pemilihan pahlawan nasional yang dinilai masih bias gender.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pemilihan pahlawan nasional masih menimbulkan banyak perdebatan, khususnya yang berkaitan jumlah pahlawan nasional perempuan yang dinilai masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah keseluruhan.

Dari 185 jumlah keseluruhan pahlawan nasional, hanya terdapat lima belas orang pahlawan nasional perempuan. Hal ini menunjukkan pemilihan pahlawan nasional di Indonesia masih tidak adil terhadap gender yang terlihat pada jumlah pahlawan laki-laki yang sangat banyak dibanding perempuan.

Tidak hanya sampai di situ, polemik terkait gender dalam pemilihan pahlawan nasional juga terjadi saat nama-nama pahlawan nasional perempuan yang hanya berjumlah lima belas tersebut, dianggap belum mewakili para pejuang perempuan lainnya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 5 Cara Mendidik Anak Ala Nabi Muhammad
  • Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

Baca Juga:

5 Cara Mendidik Anak Ala Nabi Muhammad

Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi

Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

Kebanyakan dari mereka hanya tercatat dalam cerita-cerita yang berkembang di masyarakat daerahnya masing-masing sehingga tidak tercatat dalam publikasi sejarah nasional. Sebut saja, Potjut Meuligoe. Ia adalah salah satu pejuang perempuan yang turut serta terjun ke medan perang dengan mempertaruhkan nyawanya melawan penjajah namun tidak mendapat gelar pahlawan nasional.

Dalam lintas sejarah, Aceh telah melahirkan banyak tokoh perempuan yang telah menjadi inspirasi bagi perempuan Indonesia. Dari sekian banyak tokoh perempuan tersebut, ada tiga nama yang diberi gelar sebagai pahlawan nasional.

Tiga Srikandi Aceh itu ialah Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan Laksamana Keumalahayati. Cut Nyak Dien dan Cut Meutia diberi gelar sebagai pahlawan pada tahun 1964, sementara Laksamana Keumalahayati baru saja dianugerahi gelar pahlawan pada tahun 2017. Nama ketiga tokoh ini sering digaungkan dan menjadi panutan bagi generasi berikutnya untuk menggambarkan kegigihan, keberanian, dan kesetiaan seorang pahlawan perempuan terhadap negeri.

Berbagai julukan pun diberikan kepada ketiganya untuk menggambarkan keberanian dan ketangguhan mereka. Cut Nyak Dien misalnya, dijuluki sebagai Srikandi Aceh oleh presiden pertama negeri ini, Soekarno. Julukan yang identik dengan tokoh perwayangan ini diberikan untuk menggambarkan keberanian perempuan-perempuan bertujuan untuk mendorong partisipasi mereka dalam  perjuangan membangun negeri.

Akan tetapi, diidentikkan dengan keberanian, bukan berarti terbebas dari belenggu patriarki yang bias gender. Hal ini terlihat jelas dari narasi yang berkembang luas di masyarakat tentang tiga tokoh tersebut masih menggambarkan pola-pola narasi yang cenderung bias gender.

Narasi kepahlawanan Cut Nyak Dien selalu dibangun dengan berbagai stereotipe terkait dengan gendernya sebagai seorang perempua. Dalam banyak narasinya, ia selalu digambarkan sebagai seorang perempuan yang cantik, janda seorang bangsawan, perempuan muslimah yang taat sehingga patuh dan takluk pada suaminya.

Bahkan ada sebagian narasi yang menyebutkan bahwa Cut Nyak Dien ikut berperang melawan Belanda karena ingin membalaskan dendam atas kematian suami pertamanya. Hal yang sama juga berlaku pada dua pahlawan nasional perempuan asal Aceh lainnya, yaitu Cut meutia dan Laksamana Keumalahayati.

Narasi tentang mereka juga selalu dibumbui dengan gambaran kecantikan fisik, status perkawinan, dan pembalasan dendam. Dari bias gender narasi tentang ketiga tokoh tersebut, terlihat jelas bahwa belenggu patriarki masih mengikat narasi kepahlawanan ketiga tokoh pahlawan nasional perempuan tersebut.

Ini sungguh tidak adil, mengingat ketiga tokoh tersebut juga memiliki peran besar dalam perjuangan untuk mempertahankan negeri ini dari penjajahan. Tidak hanya laki-laki, perempuan juga memiliki hak untuk mendapat pengakuan atas apa yang telah ia perjuangkan. Narasi tentang ketiga tokoh ini harusnya lebih bersifat setara dan tidak berat sebelah.

Dalam pengertian ini, seharusnya yang menjadi fokus dari setiap narasi terkait kepahlawanan ketiga tokoh perempuan tersebut dikonstruksikan atas dasar keberanian dan perjuangannya, tanpa harus menonjolkan urusan personal mereka seperti status perkawinan (lajang, sudah kawin atau janda), urusan fisik (kecantikan), dan alasan-alasan yang bersifat personal.

Hal ini seolah-olah menunjukkan bahwa perempuan-perempuan melakukan tindakan heroik selalu didasarkan oleh suatu perasaan, misalnya kesedihan mendalam sehingga membalaskan dendam karena kematian suami. Selayaknya narasi tentang kepahlawanan laki-laki, sisi keberanian perempuan dalam perjuangannya harus lebih ditonjolkan dibanding dengan mendramatisir kehidupan personalnya.

Sudah menjadi hakikat manusia sebagai hamba Allah memiliki tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Laki-laki dan perempuan sebagai hamba Allah menempati posisi yang setara dan memiliki tugas yang sama yaitu menebarkan kemaslahatan. Oleh karena itu, seorang pahlawan, baik laki-laki maupun perempuan, merupakan mereka yang telah melakukan kebaikan dan menegakkan kebenaran dengan mempertaruhkan nyawanya.

Dalam hal ini, harus ada upaya untuk merekonstruksi ulang narasi-narasi kepahlawanan yang masih terbelenggu oleh budaya patriarki yang masih bersifat bias gender seperti pada narasi tiga tokoh pahlawan perempuan asal Aceh tersebut, yaitu Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan Laksamana Malahayati. Narasi-narasi sejarah mengenai kepahlawanan yang berkeadilan gender sangat berperan penting dalam pembentukan moral dan pola pikir generasi saat ini dan di masa yang akan datang.[]

Cut Novita Srikandi

Cut Novita Srikandi

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019, Dosen dan Peneliti Sastra

Terkait Posts

Industri Halal

Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

4 Februari 2023
Hari Kanker Sedunia

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

4 Februari 2023
Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Industri Halal

    Pengembangan Industri Halal yang Ramah Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 5 Cara Mendidik Anak Ala Nabi Muhammad
  • Nizar Qabbani Sastrawan Arab yang Mengenalkan Feminisme Lewat Puisi
  • Teladan Umar bin Khattab Ra Saat Bertemu Perempuan Miskin
  • Merawat Optimisme Gerakan untuk Menghadapi Mitos Sisyphus
  • 5 Prinsip Mendidik Anak Ala Islam

Komentar Terbaru

  • Indonesia Meloloskan Resolusi PBB tentang Perlindungan Pekerja Migran Perempuan - Mubadalah pada Dinamika RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang Tak Kunjung Disahkan
  • Lemahnya Gender Mainstreaming dalam Ekstremisme Kekerasan - Mubadalah pada Lebih Dekat Mengenal Ruby Kholifah
  • Jihad Santri di Era Revolusi Industri 4.0 - Mubadalah pada Kepedulian KH. Hasyim Asy’ari terhadap Pendidikan Perempuan
  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist