• Login
  • Register
Sabtu, 27 Februari 2021
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Mandiri 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Nikah Mut'ah

    Analisa Perdebatan Hukum Nikah Mut’ah dan Nikah Sirri

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim di Bumi, Mengapa Kita Harus Peduli?

    Aisha Wedding

    Logika Hukum dan Ideologi Misoginis dibalik Aisha Wedding

    Nikah Mut'ah

    Menyoal Nikah Mut’ah, Bagaimana Hukumnya?

    SKB 3 Menteri

    SKB 3 Menteri Harus Dijalankan

    Gender

    Rozana Isa, Pejuang Keadilan Gender dari Malaysia

    KUA

    KUA Batang Hari Lampung Timur, Terapkan Pakta Kesalingan

    Aisha Wedding

    Soroti Aisha Wedding, Berikut 3 Pernyataan KUPI

    KUPI

    Sikap KUPI terhadap Aisha Weddings

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Slametan

    Slametan: Ruang Perempuan Jawa Menafsir Dunia Sosial

    Hijab

    Polemik Hijab, Perempuan dan Ketimpangan Sosial

    Aksi Teror

    Ancaman Besar Dibalik Aksi Teror Perempuan

    Jilbabisasi

    Jilbabisasi, Potret Ekstremisme Berbasis Agama

    Pembangunan Desa

    Perempuan Garda Terdepan Pembangunan Desa

    Agama

    Mendidik Agama Tanpa Paksaan

    Perempuan

    Perempuan Adalah Ibu dari Humanisme

    Poligami

    Mempertanyakan Ulang Poligami dalam Kacamata Perempuan

    Merah Muda

    Mengapa Merah Muda menjadi Warna Perempuan?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kawin Anak

    Kawin Anak dalam Perspektif Islam

    Penodaan Agama

    Memandikan Jenazah Beda Agama, Apakah Penodaan Agama?

    Festival Hujan

    Berdamai dengan Bencana melalui Pertunjukan Festival Hujan

    Imam Malik

    Imam Malik Tak Naik Kendaraan Karena Hormat Nabi

    Surat

    Tentang Surat: Pekerjaan yang Berbahaya di Planet Ini

    Kesaksian

    Menyoal Kesaksian Perempuan Menurut AlQur’an

    Kang Jalal

    Refleksi Doa Bersama Mengenang Kang Jalal

    Ayahku

    Kegelisahan Ayahku tentang Hak Waris Anak Perempuan (Part I)

    Bencana Banjir

    Catatan Reflektif Bencana Banjir di Indramayu

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Ibn Katsir

    Teks Mubadalah dalam Tafsir Ibn Katsir

    Perempuan Memakai Parfum

    Perempuan Memakai Parfum dalam Perspektif Mubadalah

    sujud istri pada suami perspektif mubadalah

    Jika dibolehkan, Suamipun Harusnya Sujud pada Istri

    Bagaimana Hukum Penggunaan Harta Suami oleh Istri?

    Ayat Nusyuz yang Tersembunyi

    kesalingan

    “Mainstreaming Mubadalah” dalam Kaidah Fiqh Isu-isu Keluarga

    Mengelola Dinamika Berkeluarga

    Islam dalam Pandangan Buya Husein

    Membuka Lembaran Tafsiran Indah, yang Berpihak pada Kaum Mustad’afin (Tamat)

  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Nikah Mut'ah

    Analisa Perdebatan Hukum Nikah Mut’ah dan Nikah Sirri

    Krisis Iklim

    Krisis Iklim di Bumi, Mengapa Kita Harus Peduli?

    Aisha Wedding

    Logika Hukum dan Ideologi Misoginis dibalik Aisha Wedding

    Nikah Mut'ah

    Menyoal Nikah Mut’ah, Bagaimana Hukumnya?

    SKB 3 Menteri

    SKB 3 Menteri Harus Dijalankan

    Gender

    Rozana Isa, Pejuang Keadilan Gender dari Malaysia

    KUA

    KUA Batang Hari Lampung Timur, Terapkan Pakta Kesalingan

    Aisha Wedding

    Soroti Aisha Wedding, Berikut 3 Pernyataan KUPI

    KUPI

    Sikap KUPI terhadap Aisha Weddings

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Slametan

    Slametan: Ruang Perempuan Jawa Menafsir Dunia Sosial

    Hijab

    Polemik Hijab, Perempuan dan Ketimpangan Sosial

    Aksi Teror

    Ancaman Besar Dibalik Aksi Teror Perempuan

    Jilbabisasi

    Jilbabisasi, Potret Ekstremisme Berbasis Agama

    Pembangunan Desa

    Perempuan Garda Terdepan Pembangunan Desa

    Agama

    Mendidik Agama Tanpa Paksaan

    Perempuan

    Perempuan Adalah Ibu dari Humanisme

    Poligami

    Mempertanyakan Ulang Poligami dalam Kacamata Perempuan

    Merah Muda

    Mengapa Merah Muda menjadi Warna Perempuan?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Kawin Anak

    Kawin Anak dalam Perspektif Islam

    Penodaan Agama

    Memandikan Jenazah Beda Agama, Apakah Penodaan Agama?

    Festival Hujan

    Berdamai dengan Bencana melalui Pertunjukan Festival Hujan

    Imam Malik

    Imam Malik Tak Naik Kendaraan Karena Hormat Nabi

    Surat

    Tentang Surat: Pekerjaan yang Berbahaya di Planet Ini

    Kesaksian

    Menyoal Kesaksian Perempuan Menurut AlQur’an

    Kang Jalal

    Refleksi Doa Bersama Mengenang Kang Jalal

    Ayahku

    Kegelisahan Ayahku tentang Hak Waris Anak Perempuan (Part I)

    Bencana Banjir

    Catatan Reflektif Bencana Banjir di Indramayu

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Ibn Katsir

    Teks Mubadalah dalam Tafsir Ibn Katsir

    Perempuan Memakai Parfum

    Perempuan Memakai Parfum dalam Perspektif Mubadalah

    sujud istri pada suami perspektif mubadalah

    Jika dibolehkan, Suamipun Harusnya Sujud pada Istri

    Bagaimana Hukum Penggunaan Harta Suami oleh Istri?

    Ayat Nusyuz yang Tersembunyi

    kesalingan

    “Mainstreaming Mubadalah” dalam Kaidah Fiqh Isu-isu Keluarga

    Mengelola Dinamika Berkeluarga

    Islam dalam Pandangan Buya Husein

    Membuka Lembaran Tafsiran Indah, yang Berpihak pada Kaum Mustad’afin (Tamat)

  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Belenggu Patriarki dalam Narasi Kepahlawanan Tiga Srikandi Aceh

Cut Novita Srikandi Cut Novita Srikandi
20/12/2019
in Featured, Publik
0
srikandi, Aceh

Cut Nyak Dhien. Ilustrasi Tirto[dot]id

0
SHARES
47
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Peringatan Hari Pahlawan memang sudah berlalu sebulan yang lalu. Setiap tahunnya, tanggal 10 November selalu diperingati sebagai wujud penghargaan kepada jasa-jasa mereka telah mempertaruhkan nyawa demi memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia. Akan tetapi, peringatan Hari Pahlawan juga menimbulkan polemik di tengah masyarakat, khususnya terkait pemilihan pahlawan nasional yang dinilai masih bias gender.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pemilihan pahlawan nasional masih menimbulkan banyak perdebatan, khususnya yang berkaitan jumlah pahlawan nasional perempuan yang dinilai masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah keseluruhan. Dari 185 jumlah keseluruhan pahlawan nasional, hanya terdapat lima belas orang pahlawan nasional perempuan. Hal ini menunjukkan pemilihan pahlawan nasional di Indonesia masih tidak adil terhadap gender yang terlihat pada jumlah pahlawan laki-laki yang sangat banyak dibanding perempuan.

Tidak hanya sampai di situ, polemik terkait gender dalam pemilihan pahlawan nasional juga terjadi saat nama-nama pahlawan nasional perempuan yang hanya berjumlah lima belas tersebut, dianggap belum mewakili para pejuang perempuan lainnya.  Kebanyakan dari mereka hanya tercatat dalam cerita-cerita yang berkembang di masyarakat daerahnya masing-masing sehingga tidak tercatat dalam publikasi sejarah nasional. Sebut saja, Potjut Meuligoe. Ia adalah salah satu pejuang perempuan yang turut serta terjun ke medan perang dengan mempertaruhkan nyawanya melawan penjajah namun tidak mendapat gelar pahlawan nasional.

Dalam lintas sejarah, Aceh telah melahirkan banyak tokoh perempuan yang telah menjadi inspirasi bagi perempuan Indonesia. Dari sekian banyak tokoh perempuan tersebut, ada tiga nama yang diberi gelar sebagai pahlawan nasional. Mereka adalah Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan Laksamana Keumalahayati. Cut Nyak Dien dan Cut Meutia diberi gelar sebagai pahlawan pada tahun 1964, sementara Laksamana Keumalahayati baru saja dianugerahi gelar pahlawan pada tahun 2017. Nama ketiga tokoh ini sering digaungkan dan menjadi panutan bagi generasi berikutnya untuk menggambarkan kegigihan, keberanian, dan kesetiaan seorang pahlawan perempuan terhadap negeri.

Berbagai julukan pun diberikan kepada ketiganya untuk menggambarkan keberanian dan ketangguhan mereka. Cut Nyak Dien misalnya, dijuluki sebagai Srikandi Aceh oleh presiden pertama negeri ini, Soekarno. Julukan yang identik dengan tokoh perwayangan ini diberikan untuk menggambarkan keberanian perempuan-perempuan bertujuan untuk mendorong partisipasi mereka dalam  perjuangan membangun negeri.

Baca Juga:

Slametan: Ruang Perempuan Jawa Menafsir Dunia Sosial

Kawin Anak dalam Perspektif Islam

Polemik Hijab, Perempuan dan Ketimpangan Sosial

Ancaman Besar Dibalik Aksi Teror Perempuan

Akan tetapi, diidentikkan dengan keberanian, bukan berarti terbebas dari belenggu patriarki yang bias gender. Hal ini terlihat jelas dari narasi yang berkembang luas di masyarakat tentang tiga tokoh tersebut masih menggambarkan pola-pola narasi yang cenderung bias gender.

Narasi kepahlawanan Cut Nyak Dien selalu dibangun dengan berbagai stereotipe terkait dengan gendernya sebagai seorang perempua. Dalam banyak narasinya, ia selalu digambarkan sebagai seorang perempuan yang cantik, janda seorang bangsawan, perempuan muslimah yang taat sehingga patuh dan takluk pada suaminya.

Bahkan ada sebagian narasi yang menyebutkan bahwa Cut Nyak Dien ikut berperang melawan Belanda karena ingin membalaskan dendam atas kematian suami pertamanya. Hal yang sama juga berlaku pada dua pahlawan nasional perempuan asal Aceh lainnya, yaitu Cut meutia dan Laksamana Keumalahayati.

Narasi tentang mereka juga selalu dibumbui dengan gambaran kecantikan fisik, status perkawinan, dan pembalasan dendam. Dari bias gender narasi tentang ketiga tokoh tersebut, terlihat jelas bahwa belenggu patriarki masih mengikat narasi kepahlawanan ketiga tokoh pahlawan nasional perempuan tersebut.

Ini sungguh tidak adil, mengingat ketiga tokoh tersebut juga memiliki peran besar dalam perjuangan untuk mempertahankan negeri ini dari penjajahan. Tidak hanya laki-laki, perempuan juga memiliki hak untuk mendapat pengakuan atas apa yang telah ia perjuangkan. Narasi tentang ketiga tokoh ini harusnya lebih bersifat setara dan tidak berat sebelah.

Dalam pengertian ini, seharusnya yang menjadi fokus dari setiap narasi terkait kepahlawanan ketiga tokoh perempuan tersebut dikonstruksikan atas dasar keberanian dan perjuangannya, tanpa harus menonjolkan urusan personal mereka seperti status perkawinan (lajang, sudah kawin atau janda), urusan fisik (kecantikan), dan alasan-alasan yang bersifat personal.

Hal ini seolah-olah menunjukkan bahwa perempuan-perempuan melakukan tindakan heroik selalu didasarkan oleh suatu perasaan, misalnya kesedihan mendalam sehingga membalaskan dendam karena kematian suami. Selayaknya narasi tentang kepahlawanan laki-laki, sisi keberanian perempuan dalam perjuangannya harus lebih ditonjolkan dibanding dengan mendramatisir kehidupan personalnya.

Sudah menjadi hakikat manusia sebagai hamba Allah memiliki tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Laki-laki dan perempuan sebagai hamba Allah menempati posisi yang setara dan memiliki tugas yang sama yaitu menebarkan kemaslahatan. Oleh karena itu, seorang pahlawan, baik laki-laki maupun perempuan, merupakan mereka yang telah melakukan kebaikan dan menegakkan kebenaran dengan mempertaruhkan nyawanya.

Dalam hal ini, harus ada upaya untuk merekonstruksi ulang narasi-narasi kepahlawanan yang masih terbelenggu oleh budaya patriarki yang masih bersifat bias gender seperti pada narasi tiga tokoh pahlawan perempuan asal Aceh tersebut, yaitu Cut Nyak Dien, Cut Meutia, dan Laksamana Malahayati. Narasi-narasi sejarah mengenai kepahlawanan yang berkeadilan gender sangat berperan penting dalam pembentukan moral dan pola pikir generasi saat ini dan di masa yang akan datang.[]

Cut Novita Srikandi

Cut Novita Srikandi

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019, Dosen dan Peneliti Sastra

Terkait Posts

Slametan

Slametan: Ruang Perempuan Jawa Menafsir Dunia Sosial

26 Februari 2021
Aksi Teror

Ancaman Besar Dibalik Aksi Teror Perempuan

26 Februari 2021
Jilbabisasi

Jilbabisasi, Potret Ekstremisme Berbasis Agama

25 Februari 2021
Agama

Mendidik Agama Tanpa Paksaan

24 Februari 2021
Peduli Sampah

Hari Peduli Sampah Nasional Bukan Sekadar Seremonial

22 Februari 2021
KUPI

SKB 3 Menteri dalam Perspektif KUPI

19 Februari 2021
No Result
View All Result
qiraah mubadalah shop

TERPOPULER

  • Nissa Sabyan

    Jilbab dan Nissa Sabyan yang Menjadi Perdebatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Merah Muda menjadi Warna Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Semua Permasalahan Rumah Tangga Solusinya Poligami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Makna “Al-Ummu Madrasah Ula” dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kenapa ‘Boys will be Boys’ Sudah Tak Relevan Lagi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Slametan: Ruang Perempuan Jawa Menafsir Dunia Sosial
  • Kawin Anak dalam Perspektif Islam
  • Polemik Hijab, Perempuan dan Ketimpangan Sosial
  • Ancaman Besar Dibalik Aksi Teror Perempuan
  • Analisa Perdebatan Hukum Nikah Mut’ah dan Nikah Sirri

Komentar Terbaru

    092476
    Views Today : 1272
    Server Time : 2021-02-26
    • Tentang
    • Redaksi
    • Kontributor
    Kontak kami:
    redaksi@mubadalah.id

    © 2020 MUBADALAH.ID

    No Result
    View All Result
    • Home
    • Aktual
    • Kolom
      • Keluarga
      • Personal
      • Publik
    • Khazanah
      • Hikmah
      • Hukum Syariat
      • Pernak-pernik
      • Sastra
    • Rujukan
      • Ayat Quran
      • Hadits
      • Metodologi
      • Mubapedia
    • Tokoh
    • Login
    • Sign Up

    © 2020 MUBADALAH.ID

    Selamat Datang!

    Login to your account below

    Forgotten Password? Sign Up

    Create New Account!

    Fill the forms bellow to register

    All fields are required. Log In

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In

    Add New Playlist