Mubadalah.id – Para ahli HIV-AIDS menyebut virus dan ini sebagai masalah kemanusiaan yang besar. HIV-AIDS merupakan penyakit yang mematikan, yang sampai hari ini belum ada obat penyembuh maupun vaksin pencegah.
Bahkan HIV-AIDS merupakan penyakit menular dan akan menjadi beban berat bagi pelayanan kesehatan, sistem sosial, ekonomi, serta akan menimbulkan banyak masalah etik, legal, sosial, dan sebagainya.
Banyak orang yang menyatakan bahwa virus ini bagai fenomena gunung es. Yang muncul di permukaan hanyalah sedikit dibanding yang sebenarnya.
Virus ini juga memiliki tingkat penyebaran yang sangat cepat, bisa berlangsung dalam hitungan menit, dan konon setiap menitnya dapat menyerang hingga 5 orang.
Dalam perhitungan standar, menurut para ahli, seorang yang terinfeksi virus ini bisa menular ke 100 orang lainnya. 50 persen-dari penderita virus ini adalah perempuan. Sebagian dari yang terkena virus ini juga anak-anak dan orang-orang yang tdak berdosa. Jumlah korban sangat sulit dipastikan, bahkan bisa berlipat-lipat dari yang ditemukan.
Pengidap HIV terlihat sehat, tetapi membawa penyakit yang hari demi hari akan mengantarkan kepada kematian. Penularan virus ini dapat melalui hubungan seksual, transfusi darah, drug users (penggunaan obat-obat terlarang).
Sungguh mengerikan! Maka, semua sepakat bahwa penanganan penyakit ini tidak bisa hanya dari sisi medis, tetapi harus menjadi kewajiban semua pihak, tidak terkecuali para ahli agama (ulama).
Islam dan HIV-AIDS
Islam sebagai agama sengaja diturunkan Allah untuk manusia dengan visi kemanusiaan. Al-Qur’an menyebut visi kemanusiaan ini sebagai rahmatan lil al-‘alamin.
Hal ini menunjukkan kehadiran agama di muka bumi tidak lain kecuali untuk membangun kehidupan umat manusia yang saling menyayangi. Kasih sayang ini tentu saja berlaku bagi semua orang, terlepas dari latar belakang sosial, budaya, jenis kelamin, kaya, miskin, etnis, tempat tinggal, dan sebagainya.
Al-Qur’an sebagai sumber utama Islam menegaskan diri sebagai kitab yang menjelaskan segala hal (tibyaanan Ii kulli syai’in). Namun, hal ini tidaklah berarti bahwa kitab suci ini merinci segala hal yang ada dalam alam semesta.
Oleh sebab itu, dalam menjelaskan segala sesuatu lebih berarti menjelaskan prinsip-prinsip dasar dan nilai-nilai moral. Satu hal yang secara pasti terkait bahasan kali ini adalah al-Qur’an tidak menyebutkan secara eksplisit tentang penyakit HIV-AIDS.
Al-Qur’an memang bukan kitab kedokteran atau kitab ilmu pengetahuan yang menyebutkan segala hal secara detail. Al-Qur’an adalah kitab petunjuk bagi mereka yang ingin sehat jasmani dan rohani, mental, spiritual, dan sosial.
Al-Qur’an memberikan garis-garis besar dan prinsip-prinsip perlindungan untuk manusia. Inti keberagamaan yang ia sampaikan adalah perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia. Al-Qur’an telah memberikan petunjuk bagi upaya-upaya prevensi (pencegahan) ini, sebagai-mana ayat berikut:
وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
“Jangan ceburkan dirimu dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-Baqarah (2): 195).
Atas dasar ayat di atas semua ahli Islam merumuskan cita-cita Islam dalam bahasa yang singkat, dar al-ma asid wa jalh al-mashalih (mengantisipasi kerusakan dan mencari kebaikan sosial). []