• Login
  • Register
Kamis, 19 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Memperhitungkan Pengalaman Khas Perempuan: Dukung Kemaslahatan Kemanusiaan

Ketidakadilan gender ini tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan

Anita Maria Supriyanti Anita Maria Supriyanti
03/01/2025
in Personal
0
Pengalaman Khas Perempuan

Pengalaman Khas Perempuan

647
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Selama ini cara berpikir kebanyakan orang adalah laki-laki sebagai makhluk yang rasional, realistis, dan kuat sehingga mampu mendominasi. Sedangkan perempuan dipandang sebagai makhluk yang lemah, lembut, penuh perasaan (emosional), rapi, teliti, rajin dan sebagainya. Hal ini kita sebut juga dengan konstruksi maskulin dan feminin yang menganggap bahwa ini merupakan kodrat laki-laki dan perempuan.

Dalam hal apa pun keputusan laki-laki yang identik dengan logis dan rasional. Hal ini menjadi anggapan yang paling adil dan baik dalam hal apa pun. Sementara perempuan sebagai makhluk yang dianggap terlalu menggunakan perasaan (emosional), sehingga menjadi hal yang harus dikesampingkan dalam pengambilan keputusan.

Pada kenyataannya pengalaman khas perempuan menjadi hal yang dikesampingkan karena dianggap tidak logis. Bicara keadilan, hal ini tentu tidak adil bagi perempuan. Secara biologis antara laki-laki dan perempuan memang berbeda, dan kita semua mengetahui itu.

Perempuan mengalami fase menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui yang hal ini tidak laki-laki alami. Tapi sadarkah jika secara pengalaman sosial antara laki-laki dan perempuan juga berbeda. Hal itu karena ada banyak perempuan yang secara sosial mengalami diskriminasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan bahkan beban beban ganda.

Apa yang Kita Perjuangkan untuk Perempuan?

Pada suatu momen seorang interviewer bertanya kepada saya “apa yang perlu kita perjuangkan untuk perempuan?”

Kemudian pertanyaan berlanjut “Bukankah negara sudah memberi akses dan kesempatan kepada perempuan, hanya saja perempuan yang tidak mengambil kesempatan tersebut”. Pertanyaan yang mereka ajukan sontak membuat saya kaget dan bingung. Antara menguji pemahaman saya atau memang benar pengetahuan dan sensitivitas gender masih rendah.

Baca Juga:

Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

Tauhid secara Sosial

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

Tauhid dan Implikasinya bagi Kemanusiaan

Singkat menjawab saya katakan saya konsen pada isu kekerasan anak dan perempuan. Tidak mungkin dengan kesempatan terbatas saya menjelaskan ketimpangan gender dari yang paling abstrak hingga ketimpangan yang terjadi secara nyata.

Pengalaman Khas sosial Perempuan

Perlu kita sadari pengalaman perempuan tidak hanya terbatas pada isu kekerasan. Bahkan secara sosial perempuan yang sampai pada tahap interview saat melamar pekerjaan akan mendapat pertanyaan, “bagaimana Anda bisa membagi waktu dalam bekerja dan mengurus rumah tangga”. Sebuah pertanyaan template yang menormalisasi beban ganda terhadap perempuan.

Nyai Nur Rofiah dalam bukunya Nalar Kritis muslimah menjelaskan bahwa perempuan memiliki pengalaman khas sosial yang sangat kompleks. Secara budaya sosial kebanyakan  perempuan mengalami stigmanisasi, marginalisasi, subordinasi, kekerasan hingga beban ganda.

Hal ini jelas melahirkan ketidakadilan bagi perempuan jika harus kita samakan dengan laki-laki. Dan menjadi semakin tidak adil apabila setiap keputusan dan perlakuan dalam setiap agenda diambil secara umum yang kebanyakan hanya laki-laki yang menentukannya.

Dalam banyak aspek kehidupan, perempuan menghadapi tantangan yang berbeda dari laki-laki. Misalnya, dalam dunia kerja, perempuan sering kali menghadapi diskriminasi berupa upah yang lebih rendah daripada laki-laki untuk pekerjaan yang sama.

Menyoal Beban Ganda Perempuan

Tidak hanya itu, perempuan juga sering tidak mendapatkan kesempatan yang setara untuk naik jabatan, terutama dalam posisi kepemimpinan. Hal ini mencerminkan adanya bias struktural yang masih mengakar kuat di masyarakat.

Di bidang pendidikan, meskipun akses pendidikan untuk perempuan sudah lebih baik daripada masa lalu, masih banyak daerah di mana anak perempuan tidak mendapatkan hak pendidikan yang layak.

Alasan-alasan seperti perkawinan anak, norma budaya, atau anggapan bahwa pendidikan tidak penting bagi perempuan, masih menjadi penghalang utama. Padahal, pendidikan adalah salah satu kunci utama untuk memberdayakan perempuan dan membuka peluang bagi mereka untuk berkontribusi lebih dalam pembangunan masyarakat.

Selain itu, perempuan juga menghadapi beban ganda. Terutama bagi mereka yang sudah menikah dan memiliki anak. Peran domestik sering kali dianggap sebagai tanggung jawab utama perempuan, meskipun mereka juga bekerja di luar rumah.

Beban ganda ini tidak hanya menguras energi, tetapi juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental perempuan. Di banyak kasus, perempuan merasa terpaksa mengorbankan karier atau aspirasi pribadi demi memenuhi ekspektasi sosial yang tidak setara.

Dampak

Ketidakadilan gender ini tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Ketika perempuan tidak mendapatkan kesempatan yang setara, potensi mereka untuk berkontribusi dalam berbagai bidang kehidupan tidak dapat perempuan maksimalkan. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa kesetaraan gender dapat memberikan dampak positif pada perekonomian, pendidikan, dan kesejahteraan sosial.

Oleh karena itu, upaya untuk menghapus ketimpangan gender harus kita lakukan secara menyeluruh, melibatkan berbagai pihak, dan tidak hanya terbatas pada perempuan. Laki-laki juga perlu kita ajak untuk memahami pentingnya kesetaraan gender dan mendukung perjuangan ini.

Pendidikan tentang gender perlu kita masukkan dalam kurikulum pendidikan formal, agar sejak dini generasi muda memahami pentingnya menghargai perbedaan dan menciptakan lingkungan yang inklusif.

Kesadaran gender juga perlu kita tingkatkan di level kebijakan. Pemerintah dan lembaga terkait harus memastikan bahwa setiap kebijakan yang kita buat mempertimbangkan kebutuhan dan pengalaman perempuan.

Misalnya, menyediakan fasilitas yang mendukung perempuan di tempat kerja, seperti ruang laktasi atau cuti melahirkan yang memadai. Selain itu, hukum dan regulasi harus kita tegakkan dengan tegas untuk melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. []

Tags: GenderkeadilankemanusiaankemaslahatanPengalaman Khas Perempuan
Anita Maria Supriyanti

Anita Maria Supriyanti

Seorang penulis pemula, mula-mula nulis akhirnya cuma draft aja

Terkait Posts

Lelaki Patriarki

Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!

19 Juni 2025
Kesalehan Perempuan

Kesalehan Perempuan di Mata Filsuf Pythagoras

16 Juni 2025
Pesantren Disabilitas

Sebuah Refleksi atas Kekerasan Seksual di Pesantren Disabilitas

16 Juni 2025
Catcalling

Mari Berani Bersuara Melawan Catcalling di Ruang Publik

15 Juni 2025
Jadi Perempuan

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

14 Juni 2025
Perempuan Berolahraga

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

13 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sister in Islam

    Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berproses Bersama SIS Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Lelaki Patriarki : Bukan Tidak Bisa tapi Engga Mau!
  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina
  • Berproses Bersama SIS Malaysia
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID