• Login
  • Register
Senin, 20 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Bestie, Jangan Terburu-buru untuk Segera Menikah

Mempersiapkan untuk menikah dengan segala tanggung jawabnya, itu lebih baik dibandingkan dengan terburu-buru menikah

Wilis Werdiningsih Wilis Werdiningsih
11/03/2023
in Keluarga
0
Terburu-buru Segera Menikah

Terburu-buru Segera Menikah

697
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebagai umat muslim meyakini bahwa pernikahan merupakan suatu terminal kehidupan adalah hal yang benar. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah, “Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah. Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kemaluan.

Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu dapat membentengi dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim) Namun pertanyaannya kapan waktu yang tepat untuk menikah? Dan apa yang perlu dipersiapkan ketika seseorang memutuskan untuk menikah?

Pernikahan adalah suatu proses yang panjang. Anggap saja ketika usia seseorang perempuan saat menikah 23, dan ia hidup sampai dengan usia 70 tahun, maka proses pernikahan yang ia jalani berlangsung selama 57 tahun. Begitupun dengan pihak laki-laki. Analogi ini menyiratkan suatu kenyataan bahwa sejatinya masa penantian untuk menikah jauh lebih pendek jika dibandingkan dengan perjalanan pernikahan itu sendiri. Jadi mengapa harus terburu-buru segera menikah?

Proses panjang dalam pernikahan mensyaratkan kesiapan dari kedua belah pihak. Dan kehidupan setelah seseorang menikah, sudah pasti berbeda dengan kehidupan yang ia jalani sebelumnya. Jika sebelumnya keluarga (ayah, ibu, adik atau kakak) menjadi teman setia dalam keseharian. Di mana seluruh aktivitas bermuara di seputar interaksi antar anggota keluarga tersebut, maka tidak jika seseorang telah menikah. Ia harus berinteraksi dengan keluarga dari pihak suami/istri.

Daftar Isi

    • Membuat Kesepakatan Bersama
  • Baca Juga:
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid
  • Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini
  • Pentingnya Kesalingan Membentuk Positive Vibes Keluarga
    • Menikah adalah Ibadah

Membuat Kesepakatan Bersama

Pasangan suami-istri juga harus berpikir dan membuat kesepakatan bersama. Di mana ia dan suami/istri akan tinggal setelah menikah, apakah di rumah suami ataukah di rumah istri. Ketika keputusan tinggal menetapkan di rumah salah satunya, misalkan di rumah suami, maka si suami harus memikirkan kenyamanan baik lahir maupun batin dari istri.

Baca Juga:

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

Pentingnya Kesalingan Membentuk Positive Vibes Keluarga

Hal ini lantaran sangat mungkin pola kebiasaan di rumah suami, berbeda dengan keseharian si istri. Namun jika keputusan untuk mengontrak maupun membeli rumah adalah yang terbaik, maka tentu keduanya perlu kesiapan secara finansial.

Selain tempat tinggal, hal lain lagi yang harus kita persiapkan adalah pada saat dikaruniai buah hati. Tentu segala macam bentuk persiapan perlu kita lakukan. Mulai dari baju bayi dan segala perlengkapan bayi lainnya yang memerlukan persiapan secara finansial pula. Kondisi ini akan berlangsung secara terus-menerus. Maka pertanyaannya adalah, sudah siapkah pasangan suami dan istri secara ekonomi sebelum memutuskan untuk menikah?

Menikah dengan kesiapan secara ekonomi seperti dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Keduanya berjalan beriringan, seiring dengan kebutuhan dan beralihnya tanggung jawab seseorang dengan adanya pernikahan itu sendiri. Jika sebelumnya tanggung jawab murni ada pada kedua orang tua, maka setelah menikah tanggung jawab beralih kepada kedua belah pihak (suami-istri).

Oleh sebab itu mempersiapkan secara ekonomi adalah jauh lebih baik, dibandingkan dengan terburu-buru memutuskan untuk menikah. Lalu pertanyaannnya adalah ekonomi yang seperti apa yang kita katakan layak atau sudah siap untuk menikah?

Maka jawabannya bisa saja beragam seiring dengan beragamnya persepsi tingkat kecukupan ekonomi seseorang. Namun poin inti dari kesiapan secara ekonomi adalah pada poin kesiapan suami maupun istri untuk menanggung segala kebutuhan berdua. Di mana tanggung jawab utama kebutuhan keduanya dan anak-anaknya ada pada suami ataupun istri itu sendiri. Termasuk kesiapan terkait tempat tinggal yang dapat memberikan kenyamanan kehidupan keduanya.

Menikah adalah Ibadah

Jika tetap tinggal bersama orang tua adalah pilihan yang terbaik, maka tidak ada salahnya asalkan keduanya menerimanya dengan rasa ikhlas. Sehingga keikhlasan itu menumbuhkan kebahagiaan yang hakiki. Namun jika pilihan untuk memiliki tempat tinggal sendiri merupakan pilihan yang jauh lebih baik, maka kesiapan untuk memiliki rumah wajib untuk dipikirkan.

Menikah adalah ibadah. Maka sudah semestinya ibadah dalam pernikahan ini kita laksanakan dengan penuh keikhlasan dan kebahagiaan. Menikah merupakan samudera kehidupan dengan beragam kisah dalam perjalanannya. Kedewasaan dari pasangan untuk siap secara lahir dan batin menghadapi lika-liku kehidupan dalam pernikahan sangat kita butuhkan. Sehingga mempersiapkan untuk menikah dengan segala tanggung jawabnya, itu lebih baik dibandingkan dengan terburu-buru menikah.

Sebagaimana penjelasan  Prof. Quraish Shihab, bahwa menikah muda dengan alasan takut berbuat maksiat dan berzina, ia istilahkan seperti mengobat penyakit dengan penyakit. Idealnya menyembuhkan penyakit adalah dengan obat yang bisa menyembuhkan penyakit itu. Sebab menikah muda dengan alasan takut berzina bisa mengakibatkan penyakit yang bisa lebih parah dari perzinaan itu sendiri.

Di antaranya adalah rawannya perceraian yang akan mempengaruhi masa depan pasangan dan juga masa depan keturunannya. (Faizin, 2021).  Sehingga jika ada ketakutan pasangan muda untuk berbuat zina jika tidak segera menikah, maka dapat kita pilih solusi yang lebih ringan dampak buruknya. Salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan, sembari mempersiapkan bekal yang cukup untuk menikah. []

 

Tags: Fikih PerkawinanistriJodohmenikahperceraianpernikahanrumah tanggasuami
Wilis Werdiningsih

Wilis Werdiningsih

Wilis Werdiningsih Saat ini sebagai dosen aktif di IAIN Ponorogo. Minat pada kajian gender dan isu pendidikan.

Terkait Posts

Dinafkahi Istri

Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?

20 Maret 2023
Generasi Strawberry

Self Diagnose, Parenting, dan Labelling: Penyebab Munculnya Generasi Strawberry

16 Maret 2023
Positive Vibes Keluarga

Pentingnya Kesalingan Membentuk Positive Vibes Keluarga

15 Maret 2023
Akhlak Mulia dalam Rumah Tangga

Tiket Masuk Majlis Rasulullah Saw adalah Akhlak Mulia dalam Rumah Tangga

14 Maret 2023
Mencari Nafkah

Prinsip Kesalingan Dalam Mencari Nafkah

10 Maret 2023
Rasa Kehilangan Ayah

Rasa Kehilangan Ayah, Bully, dan Daddy Issues yang Dihadapi Anak Perempuan 

9 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam
  • Pengalaman Dinafkahi Istri, Perlukah Merasa Malu?
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an
  • Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist