Mubadalah.id – Bestie, tahu nggak sih, orang berantem seringnya karena istri berharap suami bantu mengerjakan pekerjaan rumah tangga sementara suaminya nggak mau. Aku barusan disenggrang bojoku karena ngeyel mau nyuci perkakas bekas masak warung. Ora ngandel ya wes . (Nggak percaya ya sudah).
Ya sudah aku melipir saja ke kamar. Moconi berita tentang wacana penundaan pemilu atau amandemen UUD 45 tentang masa jabatan presiden 3 periode. Kan lumayan ya buat bahan nyinyir nanti.
Tidak ada rumah tangga yang ideal, adanya rumah tangga yang efektif. Begitu kata Mbak Lita Edia, yang saya aminkan pula. Dibanding dengan saran pakar: untuk tidak LDR, untuk tinggal di rumah sendiri setelah menikah meski hanya kontrak, untuk tidak terlalu sibuk demi mengurus anak dan berbagai teori lain, saya pernah merasa betapa jauhnya rumah tanggaku dari ideal.
Tapi meratapi keadaan apa bisa membuat segalanya lebih baik? Tidak. Maka yang saya kejar sekarang adalah efektifitas. Bagaimana semua tetap bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Bagaimana perasaan-perasaan tetap terpelihara sebagaimana seharusnya.
Saya di rumah ya bekerja, ya mengurus rumah dengan segala intriknya, rentan jatuh pada perasaan superior. Sebaliknya, suami meski bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga juga, tapi rentan jatuh ke perasaan kurang berharga karena melakukan jumlah yang jauh lebih sedikit dibanding istrinya. Perasaan ini kalau dibiarkan bisa mengakibatkan dia menarik diri karena perasaan-perasaan gagal dan tidak berharga. Maka rumah tangga saya akan jadi rumah tangga yang tidak efektif.
Satu hal yang saya yakini, ketika rumah mulai menjadi tempat yang tidak membuatmu nyaman, itulah saat ketika neraka mulai kau bangun dalam hidupmu.
Karena dia laki-laki yang sedemikian baik dan selalu ingin bertanggung jawab untuk keluarganya, maka dia gelisah jika merasa melakukan lebih sedikit hal dibanding istrinya. Di luar sana saya tahu banyak laki-laki yang tidak begitu. Makanya dia butuh ruang untuk menetralisir rasa bersalahnya. Saya menunggunya pulang hanya untuk memasang kipas angin dinding. Saya sambat tentang keran air, tentang bau bangkai di plafon, dan macam-macam hal lain yang sebenarnya bisa saja saya selesaikan sendiri.
Kemarin dia sudah menunjukkan wajah tidak suka karena saya ngepel dapur. Saya bilang, bapak yang nyuci perkakas di luar yang kayak sisa-sisa perang. Aku cuman ngepel saja. Dia setuju. Hari ini cucian tak seberapa banyak saya pikir mau saya urus saja, tak disangka akhirnya kena bentak.
Baiklah itu pertanda dia butuh ruang. Mungkin seharian ini rasa bersalahnya sudah menumpuk-numpuk karena nggak ada pekerjaan yang butuh bantuannya. Padahal maksud saya supaya dia istirahat saja karena semalam sudah begadang mengurus mobil-mobil. Jam 2 pagi baru pulang.
Begitulah. Setiap rumah tangga itu unik. Orang-orangnya, masalah-masalahnya, tantangan-tantangannya, otomatis juga penyelesaian-penyelesaiannya. Di rumahmu mungkin adegan suami cuci piring apalagi perkakas yang banyak dan aneka rupanya macam habis mantu, bisa bikin perang dunia antara kau dan mertuamu. Tapi di rumahku, perang dunia justru bisa jatuh jika suamiku kularang melakukannya.
Karenanya saya setuju sekali. Tidak ada rumah tangga ideal, adanya rumah tangga yang efektif. []