Mubadalah.id – Krisis lingkungan seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan umat manusia. Setiap hari, ada saja bencana yang terjadi akibat krisis tersebut, seperti kebakaran hutan, banjir, dan longsor. Adanya bencana merupakan dampak dari kerakusan manusia dalam mengambil sumber daya alam. Problem sampah, limbah, penebangan liar dan eksploitasi hutan secara membabi buta, telah menyumbang ketidakadilan ekologis, yang pada akhirnya mempercepat krisis.
Krisis lingkungan sendiri telah menjadi persoalan global, bukan hanya di Indonesia. Tidak heran jika muncul kesepakatan global yang mewajibkan setiap negara ikut serta dalam memecahkan persoalan ini. Ada Paris Agreement yang disusul dengan kebijakan-kebijakan setiap negara untuk mengurangi emisi karbon, dan sebagainya. Namun faktanya, hal tersebut tidak cukup untuk menghentikan krisis iklim yang terjadi,
Hal ini karena kesadaran atas isu lingkungan belum benar-benar muncul pada diri setiap individu manusia. Cara pandang masyarakat pada umumnya, cenderung menganggap alam sebatas objek pemenuh kebutuhan manusia.
Kelompok yang memiliki akses untuk mendapatkan sumber daya alam merasa dominan dan superior, sehingga mengabaikan keberlangsungan alam. Sementara masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap sumber daya alam terus mengalami subordinasi, bahkan diskriminasi (Sarapung, 2004).
Cara pandang yang keliru dan superioritas membuat manusia tidak sadar bahwa tindakannya telah melahirkan ketidakadilan secara ekologis, ketimpangan, kesenjangan dan bahkan konflik sosial. Ketidakadilan ekologis di sini tercermin dari tindakan manusia yang tidak memedulikan entitas lain di luar dirinya, misal tumbuhan dan hewan. Tapi bagaimana kesadaran atas hak-hak entitas lain di luar diri manusia bisa terpenuhi, sementara hak sesama saja masih tercederai?
Ketika Islam Bicara tentang Etika Lingkungan Hidup
Dalam konteks agama Islam, upaya membangun kesadaran atas keadilan ekologis sebenarnya telah digaungkan lama oleh para pemeluknya. Misalnya saja Seyyed Hosein Nasr, yang menekankan agar manusia kembali belajar memahami makna keberadaan alam, sehingga bisa menumbuhkan spiritualitas dan penghormatan atas alam.
Berangkat dari upaya-upaya tokoh sebelumnya, santri-santri Ma’had Aly Lirboyo juga tergerak untuk melakukan perjuangan yang sama. Melalui kajian yang serius atas krisis yang terjadi saat ini, para santri tersebut berusaha menghadirkan cara pandang dan pola hidup baru bagi masyarakat, untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Pada akhir 2021, hasil kajian dan temuan para santri tersebut lahir dalam bentuk buku berjudul ‘Bi’ah Progresif, Menuju Manusia Berkesadaran Lingkungan’. Penyusun buku tersebut adalah Mata Pena, Tim Forum Kajian Ilmiah Ma’had Aly Lirboyo. Tentu, hadirnya buku ini berangkat dari kegelisahan santri atas problem lingkungan yang membawa dampak signifikan terhadap kelangsungan hidup setiap entitas di bumi.
Secara keseluruhan buku ini berisi delapan bab. Sebagai sebuah tugas akhir, buku ini runtut membahas persoalan lingkungan, mulai dari dasar ekologi dalam Islam, hak-hak lingkungan, prinsip pemanfaatan sumber daya alam, adanya degradasi lingkungan, dan sejauh mana manusia memiliki kewajiban untuk menjalankan jihad lingkungan.
Perusakan terhadap Lingkungan adalah Kemungkaran
Dalam pengantar buku Bi’ah progresif, Kiai Husein Muhammad turut serta membincangkan masalah serius ini. Beliau mengungkapkan bahwa tindakan perusakan terhadap lingkungan hidup adalah sebuah kemungkaran (2021, ix). Sebagai khalifah fil ard, manusia jelas memiliki tanggung jawab atas segala hal di bumi, termasuk kerusakan yang telah nyata terjadi di depan mata.
Oleh karena itu, Kiai Husein Muhammad berpendapat dalam konteks Islam setidaknya ada tiga cara yang perlu dilakukan untuk menindak kemungkaran. Pertama, dengan tindakan negara melalui otoritas hukum. Kedua, memberikan tanggung jawab pada pemimpin masyarakat dan tokoh agama untuk menyadarkan masyarakat. Ketiga, dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat, baik secara pasif maupun aktif.
Pada bab dua buku Bi’ah Progresif juga terang menjabarkan peran khalifah di bumi. Sebagai seorang khalifah, manusia harus menggunakan hak dan kewajiban sesuai dengan perintah Allah SWT. Mengutip pandangan Yusuf Qardlawi, komitmen yang harus tumbuh dalam diri seorang khalifah adalah memelihara segenap ciptaan Allah. Wujud upayanya adalah dengan melestarikan lingkungan (2021, 32).
Terkait dengan etika lingkungan hidup, buku Bi’ah Porgresif memberi titik tekan pada tindakan manusia dalam memperlakukan segala entitas di muka bumi ini. Para santri mengajak pembaca untuk melihat kembali bagaimana Nabi Muhammad memberikan teladan untuk tidak merusak lingkungan.
Konsumsi Manusia yang Berlebihan
Selain itu, buku ini juga menyoroti bagaimana pola konsumsi manusia yang berlebih-lebihan, telah mengabaikan hak asasi lingkungan. Sehingga penting untuk membangun kesadaran bahwa alam raya adalah mitra yang setara dengan manusia (2021, 64).
Mengutip pandangan Fakhrudin ar-Razi, setidaknya ada tiga macam konsesi yang Allah SWT berikan kepada manusia, kaitannya dengan bumi seisinya.
Pertama, konsesi istifa’ yang membolehkan manusia mengambil apa-apa yang ada di bumi sesuai kebermanfaatannya.
Kedua, konsesi I’tibar, di mana manusia dapat mengambil pengetahuan maupun hikmah dari apa-apa yang ada di alam raya ini, misalnya dengan melakukan observasi dan sebagainya.
Ketiga, konsesi ihtifadz, yang berkaitan dengan kredibilitas lingkungan hidup (2021, 81). Adapun konsesi yang ketiga ini mengandaikan adanya upaya manusia untuk melakukan konservasi.
Terakhir, buku ini mengajak pembaca secara keseluruhan untuk melakukan jihad lingkungan. Di mana kita mulai dengan memahami dan membumikan fikih bi’ah, sekaligus menerapkan hifdz bi’ah sebagai maqashid syari’ah. Implementasinya bisa dengan terus melakukan penanaman spirit konservasi, penghijauan dan perlindungan sumber mata air. Sebab membangun kesadaran untuk mencapai keadilan ekologis adalah hubbul alam minal iman. []
Judul buku : Bi’ah Progresif Menuju Manusia Berkesadaran Lingkungan
Penulis : Tim Forum Kajian Ilmiah Mata Pena Ma’had Ali Lirboyo
Penerbit : Lirboyo Press
Tahun terbit : 2021
Tebal : 230 halaman