• Login
  • Register
Kamis, 10 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

Dalam dunia yang berkali-kali melukai perempuan, kita butuh lebih banyak ruang yang bisa memulihkan.

Raden Siska Marini Raden Siska Marini
27/06/2025
in Buku
0
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Novel Cantik Itu Luka membuka cerita dengan perempuan yang bangkit dari kubur. Sebuah metafora yang barangkali terasa surealis, tapi justru begitu akrab dalam kenyataan. Tubuh perempuan yang terus dibangkitkan dari luka, kita jadikan simbol, direbut kembali untuk membayar sesuatu yang tak pernah mereka hutangi.

Dewi Ayu, tokoh sentral novel ini, adalah perempuan yang tubuhnya berkali-kali menjadi arena kuasa. Ia diperkosa, dijual, terlihat sebagai tubuh tanpa jiwa, dan dirayakan hanya karena kecantikannya. Dari rahimnya lahir anak-anak perempuan yang mengalami nasib serupa—dalam bentuk dan kadar yang berbeda. Cantik dalam novel ini bukan karunia, melainkan kutukan. Sebuah ironi tajam atas bagaimana perempuan terlihat, terbentuk, dan dikendalikan.

Namun kekuatan novel ini bukan hanya pada kisahnya yang kelam dan jujur, tetapi pada bagaimana ia merekam berlapis-lapis warisan luka yang tak selesai. Kekerasan terhadap perempuan tidak muncul sebagai insiden, tapi sebagai pola. Kekerasan menjadi sistem, bahkan ketika para pelaku tak lagi sadar bahwa mereka sedang melukai.

Laki-laki Penguasa Tubuh

Dalam refleksi Islam, manusia tercipta untuk saling menyejahterakan. Laki-laki dan perempuan kita sebut sebagai pasangan yang tercipta dari jiwa yang sama, agar saling tenteram dan saling menjaga. Tapi dalam novel ini, relasi semacam itu nyaris tidak kita temukan. Laki-laki tampil sebagai penguasa tubuh, pengambil paksa keputusan, dan pemilik tafsir tunggal atas hidup perempuan. Tidak ada ruang aman, tidak ada perlindungan.

Maka sulit rasanya membaca Cantik Itu Luka tanpa resah. Sebab kekerasan yang Eka Kurniawan hadirkan bukan fiksi belaka. Ia mengandung kebenaran sosial yang menyakitkan, bahwa bagi banyak perempuan, dunia tidak pernah menjadi tempat tinggal yang utuh. Bahwa dalam sejarah, tubuh perempuan lebih sering tercatat sebagai arena dosa atau sumber kutukan, daripada sebagai manusia yang harus dihormati.

Baca Juga:

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

Namun yang lebih menyedihkan, adalah bagaimana perempuan dalam novel ini tampak harus menerima semuanya sendirian. Mereka bertahan, tapi tidak terpulihkan. Mereka kuat, tapi tidak dipeluk. Sementara para lelaki—bahkan yang tampak mencintai—tetap gagal memahami bahwa cinta tanpa keadilan hanyalah bentuk baru dari penguasaan.

Membaca Kemarahan

Dalam Islam, kasih sayang bukan sekadar perasaan. Ia adalah amanah. Rasulullah terkenal karena kelembutannya terhadap istri-istrinya, karena perhatiannya yang setara, karena keberpihakannya kepada yang lemah. Tapi nilai-nilai itu nyaris tak berbekas dalam tokoh-tokoh laki-laki novel ini. Mereka hidup dalam dunia yang membiarkan kekerasan mengalir sebagai hal biasa.

Membaca novel ini berarti juga membaca kemarahan. Tapi lebih dari itu, membaca novel ini seharusnya menggugah kesadaran: bahwa luka tidak boleh terwariskan. Bahwa tubuh perempuan bukan tempat menebus sejarah, dan bahwa keadilan harus tumbuh dari relasi paling mendasar—antara suami dan istri, antara ayah dan anak, antara manusia dan kemanusiaannya.

Dalam dunia yang berkali-kali melukai perempuan, kita butuh lebih banyak ruang yang bisa memulihkan. Bukan hanya dalam bentuk wacana, tetapi dalam bentuk kehadiran yang nyata. Di rumah, di sekolah, di masjid, dan dalam cara kita mendidik anak-anak kita tentang tubuh, tentang kehormatan, tentang cinta.

Novel Cantik itu Luka ini tidak menawarkan solusi. Tapi sebagai pembaca, kita bisa memilih untuk tidak menjadikannya akhir. Kita bisa membaca untuk mengingat, untuk berduka, tapi juga untuk membangun. Karena sesungguhnya, yang paling radikal bukanlah melawan dengan amarah. Tapi dengan kasih yang adil, dan dengan iman bahwa tidak ada satu pun manusia yang ditakdirkan untuk terus menderita. []

 

Tags: Mitos KecantikanNovel Cantik itu LukaperempuanReview Bukuseksualitastubuh
Raden Siska Marini

Raden Siska Marini

Aktivis gender dan pendidik yang merawat harapan akan Islam yang setara, ramah, dan membebaskan. Ia percaya bahwa ruang-ruang spiritual bisa menjadi jalan untuk membangun relasi yang adil antara manusia dan Tuhan, juga antar sesama. Kegiatannya bisa diikuti melalui Instagram @raden.siska.

Terkait Posts

Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

4 Juli 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Fiqhul Usrah

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

25 Juni 2025
Hakikat Berkeluarga

Membedah Hakikat Berkeluarga Ala Kyai Mahsun

23 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pelecehan Seksual

    Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID