• Login
  • Register
Jumat, 3 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bias Gender pada Konsep Milk Al-Yamin

Tia Isti'anah Tia Isti'anah
05/09/2019
in Publik
0
MIlk, al-Yamin
11
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Milk al-yamin sebagai hasil disertasi dari Abdul Aziz yang diambil dari pemikiran Muhammad Syahrur, seorang akademisi Suriah yang sudah lama menetap di Rusia dan menjadi Profesor Bidang Teknik Sipil di Universitas Damaskus membuat kegaduhan di media sosial.

Hari ini tirto.id baru saja mengeluarkan berita yang berjudul “Abdul Aziz Minta Maaf dan Ubah Disertasi Hubungan Seks Non-nikah” karena kegaduhan tersebut. Sebuah hasil karya akademis yang dilatarbelakangi Kasus kriminalisasi hubungan seksual non-marital harus diminta maafkan karena menimbulkan kegaduhan.

Saya pribadi menganggap bahwa sebuah karya akademis tidak perlu dimintai maaf karena karya akademik berarti sudah melalui proses berfikir secara kritis dengan metodologi yang sistematis. Tapi bukan berarti juga saya sepenuhnya setuju dengan pandangan peneliti yang masih memiliki bias gender ini. Terdapat beberapa hal yang saya kritik dari disertasi ini:

Pertama, Abdul Aziz menyatakan bahwa salah satu latar belakangnya melakukan penelitian ini adalah agar laki-laki yang sekedar ingin melakukan hasrat seksual tidak perlu mempertaruhkan keutuhan keluarga. Ia memberikan contoh bagaimana Puspo Wardoyo dan Moise Tshombe sangat membutuhkan seksualitas (Berhubungan badan) hingga melakukan segala cara yang keliru (Puspo Wardoyo dengan mengadakan poligami award dan Moise Tshombe dengan mencari Sekertaris yang selalu cantik)

Sigmund Freud, seorang Tokoh Psikologi juga menyatakan hal yang sama: bahwa manusia memiliki hasrat seksualitas sejak ia dilahirkan. Namun, diri manusia bukan hanya dipengaruhi oleh seksualitasnya saja, manusia juga dipengaruhi oleh budaya, moral dan agama yang membentuk ideal self dan juga dipengaruhi oleh diri manusia itu sendiri atau dalam Teori Freud disebut Ego.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Baca Juga:

Makna Hijab Menurut Para Ahli

5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Maka Disertasi Abdul Aziz yang seakan-akan menyatakan bahwa laki-laki memiliki hasrat seksual yang besar dan tidak bisa diredam adalah salah. Banyak cara baik secara agama atau psikologi untuk meredam hasrat seksual. Apalagi jika menyatakan bahwa konsep milk al-yamin tidak akan menganggu keutuhan keluarga. Pasangan mana yang tidak akan mengeluh jika pasangannya senang bahkan selalu berganti-ganti pasangan hanya demi kebutuhan seksual? Dan Bukankah Nabi Luth diutus agar manusia tidak menuhankan libido seksnya?

Kedua, Abdul Aziz dalam disertasinya menyatakan bahwa milk al-yamin dapat menjadi solusi akan maraknya perzinahan. Dia menyebutkan data bahwa 97.05% mahasiswi Yogyakarta sudah kehilangan keperawanannya.

Saya terganggu dengan data ini, saya memiliki banyak teman Perempuan yang berkuliah di Yogyakarta dan mereka sehari-hari tinggal di Pondok Pesantren Krapyak yang tidak memungkinkan mereka keluar hingga malam hari. 

Lalu saya bertanya-tanya apa maksud dari keperawanan disini? Apakah sama dengan yang dimaksud oleh sebagian masyarakat kita yaitu robeknya selaput dara? Sayangnya ketika saya mengecek ke sumber rujukan data yaitu dudung.net ternyata websitenya sedang maintenance. Padahal saya sangat penasaran dengan metodologi, sumber data, dan subjek penelitian dari hasil survei tersebut.

Saya sangat tidak menyetujui jika milk al-yamin dapat menjadi solusi dari perzinahan. Apalagi ketika Abdul Aziz menyatakan bahwa konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur dapat membuat ekstensitas hubungan seksual memungkinkan hingga unlimited bagi seorang laki-laki dalam kondisi apapun. Namun bagi Perempuan ia hanya bisa mempraktekan milk al-yamin ini dalam masa premarital dan monogami.  

Bukankah semangat hukum zinah sebenarnya adalah untuk melindungi Perempuan? lalu mengapa alternatif hukumnya malah menciderai Perempuan?

Ketiga, semangat teks-teks al-Qur’an terkait perbudakan dan milk al-yamin adalah pembebasan akan perbudakan (fakk al-raqabah). Agama Islam harus dilihat secara kaffaah (menyeluruh) dan kamal (sempurna). Nilai-nilai al-Qur’an sangat tidak mungkin menciderai nilai-nilai kebajikan universal.

Sehingga sangat mungkin sekali ayat-ayat perbudakan atau milk al-yamin (walaupun Muhammad Syahrur menolak menyatakan bahwa ayat milk al-yamin adalah ayat perbudakan namun mayoritas Ulama Fiqih menganggap milk al-yamin sama dengan al-riqq atau budak) adalah ayat yang bisa dinaskh atau dihapus karena menciderai nilai-nilai kebajikan universal. Atau ayat tersebut sebagai ayat yang merupakan target antara dari  target final pembebasan akan perbudakan.

Pada faktanya, jika konsep milk al-yamin digunakan untuk kebutuhan seksual sebagaimana dijelaskan baik oleh kalangan tradisionalis (sebagai budak) dan tradisionalis-kontemporer (Sebagai istri) yang dijelaskan oleh Abdul Aziz pada disertasinya, maka tidak heran jika para TKI dan TKW diperlakukan secara tidak manusiawi.

Keempat, konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur menguntungkan laki-laki dan merugikan Perempuan. Laki-laki dalam konsep ini boleh berhubungan badan dengan konsensus secara unlimited atau tidak terbatas. Sementara Perempuan diperbolehkan melakukannya pada masa premarital dan monogami.

Pengalaman Biologis Perempuan dalam konsep ini juga tidak perhatikan. Kesehatan reproduksi Perempuan yang lebih kompleks dari pada laki-laki tidak mendapatkan perhatian. Pengalaman Sosial Perempuan (stigmatisasi, beban ganda, marjinalisasi, subordinasi, dan kekerasan) yang masih mengakar dalam budaya Indonesia malah diperuncing.

Sebenarnya latar belakang Muhammad Syahrur mengeluarkan teori ini adalah ketakutannya akan pernikahan tanpa konsensus. Abdul Aziz juga memiliki kekhawatiran yang sama, yaitu banyaknya orang yang mempolitisasi perzinahan.

Mereka juga sudah melakukan usaha yang baik dengan melakukan kajian yang sistematis. Namun sayangnya, keadilan gender tidak banyak diperhatikan padahal Muhammad Syahrur dalam banyak karyanya yang lain memperhatikan hal ini. Maka sudah sepatutnya sebagai seorang Perempuan Islam saya menggugat penelitian mereka. Pada akhir disertasinya Abdul Aziz juga memberikan beberapa kritik terkait keadilan gender ini kepada Muhammad Syahrur yang sayangnya tidak hadir pada pembahasan sebelumnya padahal itu sangat diperlukan.

Wallahu a’lam bis showab.

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah, kadang membaca, menulis dan meneliti.  Saat ini menjadi asisten peneliti di DASPR dan membuat konten di Mubadalah. Tia juga mendirikan @umah_ayu, sebuah akun yang fokus pada isu gender, keberagaman dan psikologi.

Terkait Posts

Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Ulama Perempuan

Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama

30 Januari 2023
Tradisi Tedhak Siten

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

29 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Satu Abad NU

    Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Saw Menyambut Ceria Kehadiran Anak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Bersolidaritas dan Pesan Moral Untuk Masa Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pada Masa Nabi Saw, Sahabat Perempuan Pun Pernah Mengajukan Cerai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist