• Login
  • Register
Kamis, 11 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Bolehkah Saling Merasa Bosan Terhadap Pasangan?  

Boleh saja mengungkapkan rasa bosan kepada pasangan. Hal itu akan menjadi koreksi untuk hubungan, tetapi harus dalam porsi wajar.

Ikhdatul Fadilah Ikhdatul Fadilah
18/07/2021
in Keluarga
0
aktif bersama di ruang publik

Nurul Bahrul Ulum

132
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pernikahan kerap kali dijadikan acuan masyarakat sebagai suatu tujuan akhir dari perjalanan kehidupan. Sebab, sesuatu yang dinilai pelabuhan hidup itu seringkali menjadi alasan untuk saling berbangga diri karena merasa hidupnya sudah sempurna, mempunyai pendamping dalam hidupnya.

Namun, perlu disadari sebelumnya, bahwa sebuah jalinan pernikahan adalah sebuah pilihan dari masing-masing individu. Bukan sebuah keharusan yang mutlak. Bahkan banyak kawan yang berbagi kisah kehidupannya setelah menikah, yang kerap kali membuat pendengarnya seperti naik Roller coaster saat mendengar cerita itu. Uniknya, terkadang mereka melupakan romansa kisah mereka dulu, atau bahkan perjuangan cintanya agar bisa bersama-sama saat menghadapi masalah dalam rumah tangganya.

Begitupun dengan A. dia bercerita mengenai kondisi hatinya yang sedang tidak baik-baik saja dengan pasangannya. Padahal secara kasat orang melihat kehidupan rumah tangga A nyaris tanpa celah. Pasangan A adalah orang yang sangat baik, tidak pernah melakukan hal-hal yang dibenci oleh pasangannya. Namun, justru dengan kebaikan pasangan A dan pola kesehariannya yang cenderung monoton, membuat A merasa bosan dengan pasangannya dan memilih untuk bernostalgia dengan kekasih bayangannya. Tidak hanya itu, beberapa kali A juga menyatakan kebosanannya kepada pasangan tersebut.

Meskipun rasa bosan terdengar manusiawi, bolehkah rasa itu muncul di tengah-tengah kehidupan bersama pasangan? Dan apakah dianggap pantas jika seorang suami/istri dengan gamblang mengutarakan kebosanannya dihadapan pasangan? Padahal dalam kesehariannya nyaris kehidupan mereka tanpa konflik, adem ayem tanpa ada sedikit pun percikan amarah dari keduanya. Tapi belum tentu menandakan hidupnya mulus tanpa masalah.

Sebelum menelisik lebih jauh tentang interaksi dengan pasangan, maka perlu dicermati dulu tentang pondasi yang dibangun oleh masing-masing pasangan. Terutama dalam memaknai sebuah pernikahan. Pemaknaan ini menjadi suatu hal yang penting karena akan menjadi tolak ukur sejauh mana sepasang suami istri itu bertindak untuk penyelesaian masalah rumah tangganya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)
  • Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian
  • Pentingnya Taaruf dan Peran Wali

Baca Juga:

Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)

Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)

Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

Pentingnya Taaruf dan Peran Wali

KH. Husein Muhammad berkata dalam bukunya Fikih Perempuan, bahwasanya pernikahan harus dimaknai sebagai ikhtiar manusia untuk menyalurkan hasrat seksualnya secara sah dan bertanggung jawab. Sehingga diharapkan agar terjalin hubungan kasih sayang, cinta, dan tanggung jawab untuk membentuk masyarakat kecil yang akan meneruskan perjalanan peradaban manusia secara luas.

Dalam bagian selanjutnya, KH. Husein Muhammad menjelaskan bagaimana konsep mu`asyarah dalam relasi kemanusiaan. Beliau menyebutkan bahwa suami istri harus saling menghargai dan menghormati, berlaku sopan, saling menyenangkan, tidak boleh saling menyakiti dan memperlihatkan kebencian, apalagi sampai mengungkit jasa-jasa baik yang telah dilakukannya.

Dari pernyataan beliau di atas, bosan sama sekali tidak diharapkan kehadirannya dalam rumah tangga. Apalagi sampai menjadi alasan retaknya hubungan suami istri. Sebenarnya rasa bosan merupakan hal yang wajar dilihat dari segi kemanusiaan. Karena cinta, benci, bosan, sedih, dan bahagia itu adalah macam-macam rasa yang ada dalam diri manusia. Sebagai kelompok dari “rasa”, pasti kadang muncul dan juga hilang.

Kecil kemungkinan jika manusia di dunia ini hanya akan merasakan satu rasa saja seumur hidupnya. Hanya merasakan cinta saja misalnya, ataupun bosan saja. Sehingga yang menjadi ,pokok permasalahan di sini bukan karena bosannya atau cintanya, akan tetapi bagaimana sepasang suami istri ini mampu mengolah rasa. Bisa memunculkan rasa cinta di antara dorongan hati yang memberontak untuk berkata bosan. Jangan sampai hanya dengan rasa bosan yang sekejap datang mampu menghapuskan ribuan rasa positif yang pernah pasangan berikan.

Rasa itu datang karena sebuah rangsangan peristiwa bukan? Kalau begitu cinta A juga bisa datang kembali jika ia berkenan menghadirkan cinta lagi untuk pasangannya. Bukan malah mencari cinta dari pasangan yang lain.

Dengan begitu, cinta A kepada pasangan harus terus dipupuk sehingga tercipta kisah cinta baru dan harapan yang baru pula dalam rumah tangganya. Dua insan itu harus menyadari komitmen yang pernah ditautkan di awal pernikahan. Membangun cinta dari kenangan indah saat pertama bertemu atau hal lain yang dapat membuat cinta A datang lagi, atau minimal bisa membuat A realistis dalam menghadapi permasalahan.

Jadi, boleh saja jika A tadi mengungkapkan rasa bosan yang dialaminya kepada pasangan. Hal itu akan menjadi koreksi lebih untuk hubungan mereka. Catatannya tetap harus dalam porsi wajar. Tidak boleh sampai ucapannya itu menyakiti pasangannya. Sehingga dengan komunikasi dua arah yang baik akan lebih saling mengenal lagi, tercipta keharmonisan dan pendewasaan diri. Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas ra: “Aku sangat suka berhias diri untuk istriku, sebagaimana juga aku suka jika istriku berhias untukku.” []

Tags: istrikeluargaKleuarga Bahagiaperkawinanpernikahanrumah tanggasuami
Ikhdatul Fadilah

Ikhdatul Fadilah

Anggota Puan Menulis

Terkait Posts

Akad Nikah

Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

10 Agustus 2022
Harga Mahar

Bagaimana Kita Bisa Menakar Harga Mahar?

8 Agustus 2022
Toleransi dalam Rumah Tangga

Perlukah Sikap Toleransi dalam Rumah Tangga? Bagaimana Caranya?

4 Agustus 2022
Hari ASI

Selamat Hari ASI Dunia, Menilik Peran Ayah dalam Pemberian ASI

2 Agustus 2022
Rencana Keuangan

Membahas Rencana Keuangan Sebelum Menikah, Begini Etikanya

1 Agustus 2022
Kasus Bullying

Mari Kita Sudahi Kasus Bullying terhadap Anak-anak

31 Juli 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Akad Nikah

    Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Alasan Persoalan Sampah Wajib Disuarakan Gerakan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Halaqah Pra KUPI II, Langkah Awal Bangun Peradaban Damai, Adil dan Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Kursus Metodologi Musyawarah Keagamaan Fatwa KUPI
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)
  • 5 Alasan Persoalan Sampah Wajib Disuarakan Gerakan Perempuan
  • Halaqah Pra KUPI II, Langkah Awal Bangun Peradaban Damai, Adil dan Setara
  • Maraknya Fenomena Second Account di kalangan Remaja, Apa yang Dicari?

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist