Hari ini kita menyaksikan bahwa perempuan Indonesia bisa menjadi seorang ibu sekaligus dokter, guru, pengacara, psikolog, seniman, direktur, reporter, penyanyi, designer, influencer, kepala pimpinan sebuah perusahaan, chef, penulis, ibu rumah tangga yang multi tasking, pengusaha bisnis online bahkan pengemudi ojek online. Zaman sudah berubah, perempuan tak lagi hanya mengurusi dapur, kasur, dan sumur. Tentu tak lain perubahan ini juga salah satunya berasal dari kegigihan Raden Ajeng Kartini.
Sosok perempuan yang memiliki cita-cita luhur agar perempuan pribumi di masa mendatang dapat menuntut ilmu. Sosok perempuan yang terkenal dengan kumpulan suratnya yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Kalimat yang menggugah hatinya setelah ia mendalami islam bersama KH. Sholah Darat yang berasal dari kalimat “min adzdzulumati ila nur” pada al-Qur’an Surah al-Baqarah ayat 257. Dari sini lah akhirnya Kartini juga disebut-sebut sebagai seorang santri selain dikenal sebagai pejuang emansipasi wanita.
Raganya kini tak lagi ada, namun berkat semangatnya, kini kita dapat melihat Kartini-Kartini baru di ruang publik Indonesia. Kali ini banyak Kartini hari ini yang betul-betul hadir ditengah-tengah lingkungan pesantren. Salah satunya adalah Fatma Zuhrotun Nisa, salah seorang dzurriyah KH. Hamid Pasuruan yang kini menjadi Dosen Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM). Disela-sela aktivitasnya yang juga sebagai seorang ibu dari empat orang anak yaitu Ahmad Rabbany, Ulya Nabawea, Sofia Hamidea, Muhammad Ali Hamid dan seorang bunyai tentunya.
Aktivitasnya dalam dua puluh empat jam sangat padat. Perempuan yang lahir di Banyuwangi, 8 Februari 1979 ini berusaha untuk terbiasa bangun pagi sebelum shubuh, menjalankan sholat sunnah dan tadarus untuk mengulang hafalan 30 juznya. Setelah shubuh, sambil menyiapkan sarapan dibantu oleh para santri, kemudian beliau mendengarkan hafalan al-Qur’an yang disetorkan oleh para santri baik dari asrama yang diasuh oleh beliau dan juga suami maupun santri dari asrama Hindun dan asrama SMP Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta.
Setelah semua santri mengaji, beliau kemudian bersiap untuk berangkat bekerja dan akan kembali ke rumah sebelum maghrib tiba. Usai sholat Isya’ beliau kembali mendengarkan hafalan setoran para santri dan baru beristirahat setelah tugas-tugas ia selesaikan.
Awalnya beliau hanya menjalani kehidupannya yang notabene berada di lingkungan pesantren tanpa pernah berencana akan menjadi dosen. Namun beliau sangat senang dengan proses menuntut ilmu dan termotivasi oleh almarhum Eyang BJ. Habibie juga guru-guru beliau baik di pesantren maupun di sekolah formal. Hal inilah yang akhirnya mengantarkan beliau menamatkan jenjang pendidikan Strata-3 di UGM.
Jalan yang beliau hadapi tentulah tidak mudah, apalagi ketika tugas-tugas datang di waktu yang sama. Namun berkat kegigihan beliau dan support dari KH. Zaky Muhammad selaku suami juga dukungan dari keluarga, akhirnya beliau mampu melalui masa-masa itu.
Selain izin dan restu yang diberikan oleh sang suami, dukungan moril seperti mengizinkan beliau untuk mondok kembali demi menjaga hafalan al-Qur’annya, mendengarkan keluh kesah beliau dalam menjalani hari-hari dan membantu meringankan pekerjaan rumah ketika mau tidak mau harus mengerjakan tugas yang tidak sedikit dan beraktivitas di luar rumah juga beliau dapatkan dari sang suami.
Menurut beliau, emansipasi sudah diatur sedemikian indah di dalam Islam, begitu juga dengan menuntut ilmu seperti yang tertuang dalam hadits Nabi yang berbunyi, “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi siapapun”. Oleh karena itu beliau berpesan agar perempuan harus mandiri dan pintar serta tidak membatasi diri untuk tetap menuntut ilmu dan keahlian apapun yang disenanginya meski sudah berumah tangga agar mampu menghidupi diri sendiri dan menjadi madrasatul ula tidak hanya untuk anak-anaknya melainkan untuk keluarga dan lingkungan di sekitarnya.
Sebab menurut beliau, menjadi seorang ibu rumah tangga adalah salah satu peran yang harus dijalankan perempuan, dengan tidak mengabaikan peran lain di ruang publik. Terlebih bagi mereka yang berencana akan menikah. Meski begitu, melakukan sesuatu yang pantas dan bermanfaat untuk orang banyak adalah sebuah pilihan bagi perempuan di manapun ia berada. [].