Tidak setiap gadis kecil atau remaja perempuan di sebuah negeri bisa bermanja-manja pada ayahnya, di mana kakak laki-lakinya diperlakukan bak princess di kerajaan. Pernikahan dini, pernikahan paksa, pemerkosaan yang terjadi terus-menerus, angka kematian perempuan melahirkan yang tinggi menjadi momok bagi setiap gadis kecil di negara-negara berkembang.
Salah satu negara berkembang, India tercatat memiliki 34.000 kasus pemerkosaan tiap tahunnya. Catatan ini dihimpun pada 2018 dan angka ini, tidak jauh dari statistik pemerkosaan di tahun-tahun sebelumnya. Artinya, angka pemerkosaan selalu tinggi tiap tahunnya, kira-kira dalam 15 menit ada satu perempuan diperkosa di India.
Rentannya hidup sebagai seorang gadis seringkali diperparah oleh lingkungan keluarga, yang justru menenggelamkan kembali mimpi para gadis kecil itu untuk ‘mentas’ dari derita yang seolah turun-temurun. Jangankan mencoba menepis ketidakmungkinan, gadis-gadis kecil di perkampungan miskin India bahkan seperti sudah mampu meramal takdir mereka sendiri.
Citra perkampungan kumuh di India dapat kita tangkap dari industri film India yang cukup kritis dalam mengangkat drama sosial di negerinya. Salah satu film yang cukup menyumbangkan kesadaran dan inspirasi bagi penonton dunia yaitu “Dangal”.
Film yang menceritakan bagaimana seorang gadis kecil yang berhasil keluar dari lingkaran penderitaan sebagaimana teman-teman sebayanya. Kebebasan dua gadis ini sangat dipengaruhi oleh perjuangan dan keterbukaan ayahnya “Mahavir Singh Phogat”, untuk memperlakukan anak-anak perempuannya.
Mahavir Singh Phogat, pegulat nasional yang kisahnya diangkat dalam film Dangal, dikisahkan sebagai seorang ayah, yang ingin mewariskan bakat pada anak-anak laki-lakinya. Namun semua keempat anaknya adalah perempuan. Awalnya ia kecewa luar biasa karena anak-anak perempuan yang sangat ia sayangi dianggap tidak mampu mewujudkan mimpinya itu.
Putri pertama Mahavir Phogat, Geeta Phogat adalah perempuan India pertama yang mampu meraih emas dalam Commonewealth Games 2010, dan menjadi satu-satunya pegulat perempuan India pertama yang memenuhi persyaratan untuk Olimpiade Musim Panas. Sedangkan Babita Kumari Phogat adalah putri kedua Mahavir Phogat dengan prestasi yang lebih menonjol ketimbang kakaknya. Keduanya adalah hasil didikan dan keterbukaan ayahnya.
Dangal mengisahkan bagaimana Mahavir Singh Phogat mendapat intimidasi dari tetangga, kawan-kawannya dalam lingkungan olahraga gulat dan keluarga. Ditambah lagi dengan beban kemiskinan yang mau tak mau menjadi kendala besar pada pemenuhan gizi anak-anaknya sebagai pegulat. Bukan hanya Mahavir, namun kedua anaknya pun harus kebal pada pandangan jijik dan cibiran teman di sekolah serta tetangga.
Mahavir mendidik fisik anak-anaknya agar kuat seperti gajah. Mereka dididik sebagaimana anak laki-laki dididik. Putri-putri Mahavir dan istrinya pun awalnya tidak setuju dengan cara-cara Mahavir. Sampai pada akhirnya istri dan kedua putri Mahavir menghadiri sebuah pesta pernikahan dini teman Geeta.
Dari temannya itu, Geeta disadarkan bahwa di India gadis-gadis kecil menunggu hari dimana ia harus diputus dari sekolahnya dan dikawinkan dengan pria-pria dewasa. Sebelum para gadis kecil ini memahami apa arti cinta, ia sudah harus siap untuk menyusui dan menggendong bayinya.
Geeta dan Babita baru mengerti bahwa ayahnya sangat memikirkan nasib anak-anaknya. Dan mereka bersyukur memiliki ayah yang memberi ruang untuk anak-anaknya tumbuh dan menjaga anak-anaknya dari tekanan fisik dan mental yang ‘biasa’ terjadi di masyarakat
Dari sebuah desa kecil dan miskin di India, Babita dan Geeta dibawa keluar oleh ayahnya untuk bertanding dengan para pegulat junior laki-laki karena tentu saja sulit mencari lawan gulat perempuan di sebuah desa. Sampai mengantarkan mereka pada kejuaraan nasional dan internasional.
Keterbukaan Keluarga Diperlukan
Dangal, film yang diproduksi oleh Walt Disney Pictures, Aamir Khan Production dan UTV Motion Picture, yang dirilis Desember tahun 2016 ini bukan hanya menginspirasi untuk berjuang keras atas mimpi-mimpi kita.
Namun, film ini juga memberi pesan bahwa kerja keras saja belum cukup, jika orang-orang di sekitar kita tidak memiliki sikap terbuka. Mahavir Phogat dari kalangan atlit, bukan dari kalangan akademis atau keluarga kelas atas yang berlimpah harta, telah mampu memperlakukan anak-anaknya sebagai manusia bahkan mengantarkannya pada kesuksesan. Memberi kesempatan yang sama, tidak tentang siapa laki-laki atau perempuan.
Berbagai fenomena sosial yang muncul di film ini, bisa jadi adalah gambaran dari banyak sudut di seluruh dunia. Aroma patriarki masih sangat kental berhembus, bahkan di lingkungan kita sekalipun. Bagaimana tanpa sadar telah mengecilkan kemampuan anak-anak perempuan, yang sering tidak disadari dan sudah biasa muncul dalam keluarga.
Ada banyak hal nyata yang bisa dilakukan, salah satunya membebaskan anak-anak perempuan di sekitar kita untuk memiliki cita-cita dan kita juga bisa secara memberi dukungan, yang bisa dimulai dari sahabat, keluarga, guru, dosen, teman bermain, tetangga, dan puncaknya adalah pemerintah.
Jika rintangan dan tantangan yang dilalui anak-anak terlalu berat serta banyak, namun tidak ada dukungan penuh, maka pastinya siapapun dia akan mudah menyerah, menerima pasrah dan merasa kalah. Jadi, berilah dukungan, sekecil apapun itu, akan memberi makna di setiap langkah anak-anak perempuan di manapun ia berada. []