Mubadalah.id – Seringkali masyarakat memandang anak pertama sebagai pemimpin keluarga dan orang tua memberikan tanggung jawab yang lebih besar daripada anak lainnya. Pembebanan harapan orang tua juga seolah ada pada diri anak pertama.
Kesuksesan anak sulung menjadi penentu citra dari suatu keluarga. Secara psikologis, tekanan ini dapat menciptakan perasaan perlu untuk selalu sukses dan memuaskan harapan orang tua, yang mungkin berdampak pada identitas dan kesejahteraan emosional anak pertama.
Pandangan tersebutlah yang mengakibatkan beberapa anak merasakan beban emosional saat menjadi anak pertama dalam keluarganya, utamanya anak perempuan pertama.
Kondisi ini memiliki istilah eldest daughter syndrome.
Apa Itu Eldest Daughter Syndrome?
Eldest daughter syndrome atau sindrom anak tertua adalah konsep psikologis yang mengacu pada pola perilaku tertentu yang sering kali terjadi pada anak pertama dalam keluarga.
Sindrom ini biasanya mengacu perasaan tertekan pada anak perempuan tertua dalam keluarga untuk bertanggung jawab lebih banyak, menjadi perhatian, dan lebih dewasa dari saudara-saudaranya.
Mereka mungkin merasa perlu untuk membantu orangtua merawat adik-adik mereka, menangani tugas rumah tangga, atau mengambil peran kepemimpinan.
Penyebab Eldest Daughter Syndrome
Pertama, dinamika keluarga Harapan yang tinggi dari orang tua terhadap anak sulung untuk menjadi contoh bagi adik-adik mereka dan bertanggung jawab atas mereka.
Kedua, dalam beberapa budaya, menekankan peran anak sulung sebagai pemimpin keluarga dan penjaga tradisi.
Ketiga, tekanan dari lingkungan sosial di sekitarnya, seperti sekolah atau komunitas, untuk menunjukkan keunggulan dan kesuksesan.
Keempat, pola pengasuhan yang ketat atau otoriter dapat meningkatkan tekanan pada anak pertama untuk mematuhi dan menyelesaikan tugas dengan baik.
Kelima, anak sulung mungkin merasa perlu untuk memenuhi harapan orang tua dan masyarakat, yang dapat memengaruhi perkembangan identitas mereka dan kesejahteraan emosional.
Al Qur’an dalam Memandang Eldest Daughter Syndrome
Al-Qur’an mengajarkan prinsip-prinsip yang dapat membantu mengatasi eldest daughter syndrome, yakni dengan menekankan pentingnya kesetaraan, keadilan, dan kasih sayang dalam keluarga.
Misalnya, Al-Qur’an menekankan pentingnya adil dalam memperlakukan anak-anak, tanpa membedakan berdasarkan jenis kelamin atau urutan kelahiran (QS. An-Nisa [4]: 11-12).
Selain itu, Al-Qur’an juga menekankan pentingnya tanggung jawab individu terhadap tindakan mereka sendiri (QS. Al-Baqarah [2]: 286) dan mengingatkan orang tua untuk memperlakukan semua anak dengan kasih sayang dan perhatian yang sama (QS. Al-Baqarah [2]: 233).
Dengan mempraktikkan nilai-nilai ini, keluarga dapat menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan positif dan kesejahteraan semua anak, termasuk anak pertama.
Eldest Daughter Syndrome Perspektif Mubadalah
Perspektif mubadalah memandang bahwa eldest daughter syndrome adalah fenomena yang memengaruhi dinamika keluarga dan perkembangan individu dalam konteks masyarakat.
Mubadalah, atau analisis komparatif, memungkinkan kita untuk memahami peran anak tertua dalam keluarga dari berbagai sudut pandang budaya, sosial, dan psikologis.
Dalam konteks ini, mubadalah dapat mengungkapkan bagaimana faktor yang mempengaruhi eldest daughter syndrome. Seperti budaya patriarki yang menekankan peran anak tertua sebagai penjaga tradisi dan pemimpin keluarga.
Selain itu, mubadalah memungkinkan kita untuk melihat bagaimana eldest daughter syndrome berbeda di berbagai budaya dan masyarakat. Lalu bagaimana hal itu dapat memengaruhi identitas dan kesejahteraan anak sulung secara individual.
Dengan menganalisis eldest daughter syndrome melalui lensa mubadalah, kita dapat mengidentifikasi pola-pola perilaku yang muncul dalam keluarga dan masyarakat tertentu, serta mencari solusi yang sesuai untuk membantu anak tertua dan keluarga menghadapi tantangan yang mungkin akan datang. []