• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Film Ice Cold Jessica Wongso: Menyoal Kriminalitas dan Perempuan dalam Kasus Kopi Sianida

Film Ice Cold ini mengantarkan pada satu refleksi bagaimana masyarakat masih memandang perempuan sebagai “sosok yang lain”

Khoniq Nur Afiah Khoniq Nur Afiah
14/10/2023
in Film
0
Film Ice Cold

Film Ice Cold

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari ini perasaan diri tentang keyakinan bahwa film merupakan salah satu media yang tepat menjadi ruang menyuarakan sesuatu meningkat. Film memberikan hiburan sekaligus pesan tertentu yang ingin tersuarakan.

Kasus pembunuhan yang terjadi pada tahun 2016 kembali menjadi perbincangan pasca rilis sebuah film dokumenter yang mengisahkan tentang peristiwa itu. Film Ice Cold judul film tersebut besutan sutradara Jessica Lee Chu En.

Film dokumenter ini mampu membawa wacana baru tentang kejanggalan-kejanggalan dari kasus pembunuhan Mirna. Kejanggalan ini sebenarnya telah terjadi sejak masa persidangan, namun publik tidak mengetahuinya dan hari ini semua itu terbuka melalui sebuah film.

Penulis tidak akan banyak mengulas film Ice Cold itu secara mendetail. Namun, justru akan menyorot posisi perempuan dalam kasus tersebut. Tokoh penting yang ada dalam kasus tersebut adalah perempuan, baik korban maupun pelaku.

Kasus ini sangat ramai dan menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Seorang pemain sinetron terkenal yang mereka tampilkan dalam film mengatakan bahwa ketertarikan masyarakat Indonesia dengan kasus ini terpengaruhi oleh tingkat ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap sinetron yang tinggi.

Baca Juga:

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

Film Pendek Memanusiakan Difabel: Sudahkah Inklusif?

Ketika Perempuan Menjadi Pelaku Kriminal

Kronologi kejadian dan perjalanan penyelidikan, penyidikan, persidangan hingga putusan pengadilan memang penuh dengan drama, layaknya sinetron. Hal lain juga aktor utama dalam kasus ini adalah sepasang perempuan yang bersahabat, ini menjadi menarik massa untuk terus memantau kasus ini. Banyak juga komentar yang mencuat di media mengenai kasus ini dengan kalimat: “hatinya di mana ya, bisa-bisanya, padahal sama-sama perempuan”.

Nah, komentar semacam ini yang menggelitik untuk diulas lebih lanjut. Komentar semacam itu yang akhirnya melahirkan sebuah kesan “perempuan sebagai pelaku kriminal, seolah-olah menanggung dua kali lipat kesalahan”, kesalahan pertama karena dirinya melakukan kriminal dan kesalahan kedua karena dia jadi perempuan jadi makin salah, karena seharusnya tidak melakukan kriminal.

Terlepas dari kasus Kopi Sianida, kasus pembunuhan yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Pun, laki-laki dan perempuan sudah seharusnya tidak melakukan perilaku kriminal. Hari ini, ternyata seorang perilaku kriminal masih mendapatkan stigma yang lebih berat hanya karena dia berjenis kelamin “perempuan”, termasuk dalam kasus Kopi Sianida.

Pandangan Idealitas Fisik Perempuan

Selain itu, dalam film Ice Cold tersebut juga tersebutkan berkaitan fisik dari pemeran utama dalam kasus tersebut, Mirna sebagai sosok yang berparas cantik dan Jessica sebaliknya. Penilaian semacam ini masih berkeliaran dalam masyarakat kita.

Pandangan idealitas tentang fisik perempuan menjadi bagian yang diperbincangkan dalam kasus ini. Hingga kesannya pun, perempuan memang bisa berbuat keji hanya karena tidak bisa mencapai titik idealitas fisik yang dikonstruksi oleh masyarakat.

Film Ice Cold ini mengantarkan pada satu refleksi bagaimana masyarakat masih memandang perempuan sebagai “sosok yang lain”. Hal ini berdampak terhadap “sebagai perempuan” menjadi salah satu indikator yang patut kita bawa dan kita persoalkan pada saat dia melakukan suatu kesalahan.

Pandangan-pandangan ini seharusnya yang perlu kita upayakan untuk kita suarakan. Namun, suara semacam apa yang paling efektif untuk kita lakukan? Ini adalah pekerjaan kita bersama.

Poin penting dari tulisan ini bukan untuk membela perempuan walaupun bersalah, namun kita sudah waktunya memandang manusia sebagai manusia yang utuh. Memberikan pandangan dengan menitik beratkan pada satu jenis kelamin tertentu justru akan menjatuhkan diri kita pada satu bentuk opresi yang baru.

Baik laki-laki dan perempuan, keduanya adalah individu yang hadir dengan segala kompleksitas yang keduanya miliki sebagai manusia. Kita semua akan lebih adil memandang diri sebagai manusia seutuhnya. Sekian. []

Tags: film dokumenterFilm Ice Cold Murder Coffe and JessicaFilm NetflixKopi SianidaReview Film
Khoniq Nur Afiah

Khoniq Nur Afiah

Santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek R2. Tertarik dengan isu-isu perempuan dan milenial.

Terkait Posts

Nurhayati Subakat

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

26 Juni 2025
Film Animasi

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

22 Juni 2025
Film Azzamine

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

20 Juni 2025
Tastefully Yours

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

19 Juni 2025
Bela Negara

Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

14 Juni 2025
Resident Playbook

Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

4 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID