• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

Bisa jadi, diamnya manusia waras bersuara di ruang publik menjadi bahan bakar untuk menyulut api kebencian yang kian besar

Emma Nur Halizza Emma Nur Halizza
21/05/2025
in Film
0
Pengepungan di Bukit Duri

Pengepungan di Bukit Duri

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Film Pengepungan di Bukit Duri, sudah menembus satu juta penonton. Film karya Joko Anwar ini memang sudah dinanti oleh banyak orang, terutama penikmat film. Ada yang menarik dari  film ini yang dibuatnya, yaitu menyimpan tanda tanya untuk kita diskusikan secara publik.

Film Pengepungan di Bukit Duri terbaru ini pun dinanti kehadirannya dengan semangat kritisisme terhadap kondisi bangsa yang kian carut-marut. Bagi beberapa kalangan, termasuk yang saya saksikan sendiri, film ini terlampau luas mengekspos adegan kekerasan. Memang adegan ini bisa memicu adrenalin penonton. Kita diajak dag dig dug bareng selama dua jam di bioskop.

Berasa dikejar ketakutan, kekhawatiran, dan boom terjadilah pertumpahan darah bertubi-tubi. Di satu sisi, film ini berhasil menyihir penonton untuk tidak mengantuk karena ketegangannya. Emosi yang terbangun dengan potret kebencian terhadap etnis Tionghoa juga sangat mendebarkan

Ke Mana Orang Tua Mereka?

Selama pemutaran film, penonton hampir tidak melihat sosok orang tua, baik ibu maupun ayah yang terekspos. Alih-alih melihat sosok orang tua, yang hadir justru cerita bobrok orang tua mereka. Ada yang korupsi, main perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga perceraian. Potret orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak tidak nampak sama sekali.

Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tua sangat rentan terjerumus dalam lubang kekerasan. Pun anak yang sering menjadi korban pelampiasan keganasan orang tua di rumah pun dapat menjadi pelaku di lingkungan masyarakat.

Baca Juga:

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

Film Pengepungan di Bukit Duri: Bagaimana Sistem Pendidikan Kita?

Data dari UNICEF pada tahun 2021, sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran sosok ayah. Hal ini sama seperti 30,83 juta anak usia dini di Indonesia, sekitar 2.999.577 anak kehilangan sosok ayah. Bayangkan jutaan anak yang kehilangan sosok panutan amat rentan menjadi pelaku kekerasan berikutnya. Film Pengepungan di Bukit Duri ini bisa menjadi alarm bagi orang tua untuk memperhatikan masa depan sang anak.

Mana Peran Pemerintah?

Film Pengepungan di Bukit Duri ini juga tidak menghadirkan pemerintah sebagai pihak utama yang semestinya turun tangan menyelesaikan konflik berdarah di masyarakat. Padahal, latar waktu yang diangkat cukup jelas. Film ini memulai ceritanya pada tahun 2009 saat awal konflik besar terjadi dan menghancurkan segalanya. Lalu cerita bergerak ke tahun 2027, memperlihatkan konflik yang sama terulang lagi.

Kebencian terhadap ras Tionghoa tetap hidup. Artinya, selama 18 tahun, kebencian terhadap kelompok yang mereka anggap “lain” terus terpelihara. Pemerintah tidak mengambil langkah apa pun untuk menyelesaikan atau memulihkan luka-luka itu.

Ketika pemerintah terus mengabaikan kasus kekerasan, mereka sejatinya sedang menyiapkan bom waktu. Begitu ada pemicunya, bom itu pasti meledak. Saat ini Indonesia memang telah memasuki era reformasi setelah berhasil menggulingkan rezim Orde Baru pada tahun 1998. Tapi proses itu pun menyisakan banyak luka dan korban jiwa. Kerusuhan besar tahun 1998 menjadi latar penting dalam film Pengepungan di Bukit Duri.

Luka yang tidak kita sembuhkan justru berpotensi menciptakan luka-luka baru. Dalam film, kita melihat bagaimana kebencian terhadap etnis Cina terus tumbuh dan terwariskan. Dalam kenyataan pun begitu—kita masih menyaksikan berbagai kebencian lain: terhadap ras, agama, bahkan gender. Kita seperti membiarkan luka dan kebencian itu terwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Mengapa Peran Perempuan Sedikit?

Maskulinitas film Pengepungan di Bukit Duri. Mulai dari amukan massa yang dominan laki-laki hingga sekolah di Bukit Duri yang mayoritas pria. Tidak banyak sosok perempuan yang terangkat. Bahkan perempuan dan anak cenderung menjadi korban dalam pusaran kekerasan.

Menyiratkan satu pesan penting, ketidakhadiran perempuan dalam ruang publik rawan dominasi pria yang berujung kekerasan. Dalam aspek yang lebih luas, spirit feminitas perlu bersanding dengan maskulinitas. Keseimbangan adalah kata kunci agar hidup tertata.

Konsep mubadalah yang hari ini banyak disuarakan oleh kelompok feminis Muslim di Indonesia adalah upaya menghapus dominasi pria. Tetapi, menolak dominasi pria bukan dengan cara menciptakan dominasi baru bagi wanita. Melainkan ada kesalingan, pembagian ruang dan tata kelola di masyarakat dan menolak segala bentuk kekerasan.

Idealkah Sekolah di Bukit Duri?

Selain soal dominasi gender, film Pengepungan di Bukit Duri ini juga menyoroti konsep pendidikan. Banyak cacat dalam sistem pendidikan di Bukit Duri yang mencerminkan potret buram pendidikan Indonesia saat ini. Pertama, pemerintah dan institusi pendidikan telah menciptakan segregasi pendidikan.

Pendidikan bukan penjara yang menyatukan anak yang ‘bermasalah’. Apalagi sekolah yang berpagar tinggi berkawat duri. Pendidikan yang berbasis ketakutan dan ancaman tidak akan melahirkan kesadaran. Konsep sekolah buangan hanya akan membuat mereka yang terpinggirkan semakin memuncak ekspresi kebenciannya.

Segregasi ini juga bisa dilihat dalam konteks kehidupan bermasyarakat. Pengumpulan lingkungan berdasarkan etnis suku dan agama tertentu justru kurang sehat untuk menciptakan harmoni. Alih-alih membuka ruang dialog dengan kelompok yang berbeda, hidup dalam lingkungan yang homogen hanya akan melanggengkan kebencian dan stigma.

Guru yang hanya menjadikan motif ekonomi untuk mengajar akan berorientasi pada pragmatisme. Ada uang, siswa disayang, tak ada uang, siswa ditendang dari sekolahan. Panggilan menjadi guru adalah nurani untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. ‘Pahlawan tanpa tanda jasa’, demikian ungkapannya.

Mereka melabeli sekolah sebagai ‘buangan’ dan ‘unggulan’, yang justru memicu kekerasan di sekolah. Alih-alih menyelesaikan akar masalah, mereka malah mengumpulkan siswa yang dianggap bermasalah dalam satu lingkungan.

Mengapa Kekerasan Bisa Terjadi?

Dari film ini, kita belajar bahwa kekerasan itu nyata dan dapat terwariskan. Tetapi mengapa itu bisa terjadi? Film ini memang tidak membahasnya. Film ini justru menampilkan dampak dari kekerasan yang melahirkan kekerasan baru.

Kekerasan bisa terjadi karena berbagai hal. Mulai dari kekosongan sosok orang tua, absennya pemerintah memberikan ruang yang adil; dominasi gender, etnis atau agama tertentu hingga bobroknya dunia pendidikan. Namun, ada satu hal yang pasti bahwa kekerasan itu bukanlah hal baru atau kejadian luar biasa di luar sana yang jauh dari kehidupan kita.

Tak akan ada asap kalau tidak ada api dan tidak akan ada api kalau tidak ada bahan bakar. Semua saling berkaitan. Dan bisa jadi, diamnya manusia waras bersuara di ruang publik juga menjadi bahan bakar untuk menyulut api kebencian yang kian besar. Wallahu a’lam. []

Tags: Etnis TionghoaFilm Pengepungan di Bukit DurikekerasanKewajiban Orang Tuapendidikan
Emma Nur Halizza

Emma Nur Halizza

Terkait Posts

Film Pendek Memanusiakan Difabel

Film Pendek Memanusiakan Difabel: Sudahkah Inklusif?

7 Mei 2025
Film Aku Jati Aku Asperger

Komunikasi Empati dalam Film Aku Jati Aku Asperger

5 Mei 2025
Film Pengepungan di Bukit Duri

Film Pengepungan di Bukit Duri: Bagaimana Sistem Pendidikan Kita?

3 Mei 2025
Otoritas Agama

Penyalahgunaan Otoritas Agama dalam Film dan Drama

25 April 2025
Film Indonesia

Film Indonesia Menjadi Potret Wajah Bangsa dalam Menjaga Tradisi Lokal

17 April 2025
Film Bida'ah

Film Bida’ah: Ketika Perempuan Terjebak Dalam Dogmatisme Agama

14 April 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl
  • Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version