• Login
  • Register
Senin, 27 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Hak Anak dalam Perspektif Hadits

Perlukah kita mendefinisikan ulang tentang konsep Hadits? Ia tidak hanya tentang Nabi Saw, tetapi tentang kehidupan anak-anak pada masa Nabi Saw? Perlukah kita kumpulkan secara khusus semua perilaku anak-anak, atau mereka yang saat itu, dianggap berada pada usia anak? Apa saja yang bisa kita simpulkan nanti tentang teks-teks Hadits ini?

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
20/06/2021
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Hak Anak

Hak Anak

134
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Judul di atas diambil dari workshop tipis-tipis, kemarin siang-sore, yang membicarakan rancangan outline sebuah buku tentang Hak Anak dalam Islam. Kegiatan Ini digagas Rumah Kitab yang dipimpin mba Lies Marcoes. Ya ini hanya judul formal. Isinya sih baru outline yang menjajaki sejauhmana tradisi Hadits bisa ditambang untuk berbicara mengenai hak anak pada konteks kita sekarang. Tulisan ini adalah catatan tentang apa yang aku sampaikan terkait outline ini.

Di forum ini, aku mengatakan bahwa tradisi Hadits dengan berbagai kekayaan dan kompleksitasnya menunjukan sebuah dinamika interaksi umat Islam dengan sumber otoritas, seperti Hadits, dari dulu dan sampai saat ini, masih berlanjut. Baik menyangkut sanad, dengan proses validasi, maupun matan dengan seluruh proses interpretasi.

Karena itu, kekayaan dan kompleksitas tersebut bisa ditambang kembali untuk mensintesis tentang hak anak dalam perspektif hadits. Misalnya, sebagai modal kita dalam membicarakan hak-hak anak pada konteks kontemporer kita saat ini. Kita bisa berkontribusi secara kritis, kepada kesepakatan global yang disebut Convention on Rights of Child (CRC, 1989), maupun peraturan hukum positif kita seperti yang ada dalam UU Perlindungan Anak (no. 35 tahun 2014).

Misalnya, data bahwa tiga dari perawi besar Hadits adalah sahabat yang pada masa Nabi Saw masih berada pada usia, yang saat ini, dikategorikan sebagai anak. Yaitu, Anas bin Malik ra, Abdullah bin Umar ra, dan Abdullah bin ‘Abbas ra. Ibn Abbas ra, misalnya, lahir dua tahun sebelum peristiwa Hijrah. Artinya, pada saat Nabi Saw wafat, beliau berusia 12 tahun.

Selama usia 12 tahun ini, beliau mendengar, belajar, dan menghimpun hadits-hadits dari Nabi Muhammad Saw, yang kemudian diriwayatkan kepada yang lain setelah kewafatan baginda Nabi Saw. Selang dua tahun, yaitu pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab ra, Ibn Abbas ra termasuk tokoh yang dirujuk pada disiplin tafsir, hadits, dan fatwa-fatwa keagamaan. Di kalangan ulama Hadits, Ibn Abbas ra adalah tokoh perawi utama kelima, setelah Abu Hurairah ra, Anas bin Malik ra, Ibn Umar ra, dan Aisyah ra.

Apa yang bisa kita simpulkan dari data ini? Perlukah kita mendefinisikan ulang tentang konsep Hadits? Ia tidak hanya tentang Nabi Saw, tetapi tentang kehidupan anak-anak pada masa Nabi Saw? Perlukah kita kumpulkan secara khusus semua perilaku anak-anak, atau mereka yang saat itu, dianggap berada pada usia anak? Apa saja yang bisa kita simpulkan nanti tentang teks-teks Hadits ini?

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • 5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili
  • Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah
  • Inti Ajaran Islam Adalah Penghargaan Kepada Seluruh Makhluk Hidup

Baca Juga:

3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan

5 Dasar Toleransi Menurut Wahbah Az-Zuhaili

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

Inti Ajaran Islam Adalah Penghargaan Kepada Seluruh Makhluk Hidup

Sepertinya, setahuku, belum ada karya yang menyentuh hal ini. Ini bisa menjadi kajian dan karya akademik mereka yang bergelut pada bidang Hadits. Di Indonesia ada Asosisiasi par Dosen Ilmu-ilmu Hadits (ASILHA), yang dulu dipimpin al-marhum Prof. Dr. KH. Muhammad Alfatih Suryadilaga. Asosiasi ini, menurutku, perlu mendorong seleksi dan kompilasi teks-teks Hadits tentang kehidupan anak-anak pada masa Nabi Muhammad Saw, yang tersebar di berbagai kitab-kitab Hadits.

Pelajaran apa lagi yang bisa ditambang dari kisah Ibn Abbas ra ini? Bisakah kita bicarakan tentang otoritas pengetahuan anak yang diterima dan diakui dalam Islam? Apakah anak tidak hanya berhak belajar, tetapi juga berhak mengajar? Jika mengajar sekarang dianggap profesi, apakah berarti anak juga berhak untuk memiliki profesi dan bekerja?

Nah, ini kan berbeda dengan CRC yang melarang anak bekerja atas alasan apapun. Secara fundamental CRC juga hanya menegaskan anak-anak sebagai pemegang hak semata, tanpa ada tanggung-jawab sama sekali. Padahal, dalam semangat tradisi Islam, di samping memiliki hak, anak-anak juga menanggung tanggungjawab, minimal hormat pada orang tua. Bagaimana, kita membicarakan hal ini?

Kita juga punya data berjibun tentang sikap kasih sayang Nabi Saw terhadap anak-anak. Nabi Saw yang sering bermain dengan mereka, bersenda gurau, membiarkan baju beliau dikencingi bayi, mempercepat shalat ketika ada tangis bayi, bersujud cukup lama karena punggung beliau dinaiki anak-anak saat shalat menjadi imam di masjid, shalat menjadi imam dengan menggendong balita, bahkan pernah turun dari khutbah karena melihat sang cucu datang bersedih, menggendongnya menenangkannya, lalu melanjutkan khutbah.

Hadits-hadits seperti ini banyak sekali dan diriwayatkan kitab-kitab yang sangat otoritatif. Ini semua menyiratkan sebuah perspektif dasar bahwa perlakuan terhadap anak-anak itu dasarnya adalah kasih-sayang terhadap mereka. Perspektif ini, secara substansial, adalah sama persis dengan perspektif yang terkandung di dalam CRC dan UU Perlindungan Anak.

Karena hadits-hadits ini banyak dan fundamental, harusnya ia menjadi dasar dalam memaknai sebuah teks hadits tentang “pemukulan anak saat usia 10 tahun, karena tidak mau shalat” (Sunan Abu Dawud, no. hadits: 495), yang sering melegitimasi kekerasan dalam pendidikan dan pengajaran apapun. Dari sisi interpretasi, kita memiliki ragam pandangan yang dibukukan kitab-kitab klasik.

Sehingga, bisakah pemukulan hanya dianggap sebagai metode, yang suatu saat harus berubah jika tidak mencerminkan dasar kasih sayang dan maksud pendidikan? Bisakah dipahami sebagai ketegasan untuk berpegang pada aturan yang disepakati? Atau, minimal, bisakah ia hanya berlaku pada pengajaran tertentu, usia tertentu, dan orang tertentu?

Begitupun teks hadits yang sering menjadi dasar para ulama fiqh untuk membebaskan pidana yang dilakukan orang tua pada anaknya. Yaitu teks hadits: “Bahwa kamu dan hartamu adalah milik ayahmu” (Sunan Ibn Majah, no. hadits: 238). Bisakah teks hadits ini dibicarakan ulang dengan semangat dasar kasih sayang tadi? Bisakah ia tidak ditarik pada kesimpulan untuk membebaskan pidana orang tua?

Tetapi apa makna dari hadits ini kira-kira? Adakah para pembaca yang bisa mengusulkan? Bisakah ia sedang menekankan kepentingan seorang anak memperhatikan kehidupan orang tuanya, dengan diri dan hartanya? Bukan untuk membebaskan pidana yang dilakukan orang tua terhadap anak?

Mba Nyai Nur Rofiah mengusulkan kerangka Islam sebagai sistem dan sekaligus proses, yang harus diterapkan ketika berinteraksi dengan ayat, hadits, maupun peraturan yang berlaku. Ini penting untuk memastikan tidak ada teks, Hadits misalnya, yang digunakan orang tua menzalimi anak, alih-alih melindunginya.

Mas Ulil Abshar Abdalla, yang hadir lambat he he hee, mengusulkan pembacaan literatur terkini terkait hak-hak anak dalam Islam, baik yang ditulis para ulama dunia, sarjana, praktisi, dan aktivis perlindungan anak. Ini penting sebelum memulai penulisan buku baru tentang hak anak dalam Islam. Menurutnya, CRC walau bagaimanapun adalah berangkat dari pengalaman dan perspektif Barat.

Walaupun kita tidak perlu dikotomi Barat-Timur, kata mas Ulil, tetapi kajian kita harus kontributif-kritis. Kebebasan beragama bagi anak, misalnya, yang diakui CRC, itu diartikan sebagian orang Barat: bahwa mengajarkan agama pada anak itu adalah kekerasan. Katanya, ini kan harus dikritik. Tetapi juga kita harus berkontribusi dari tradisi keislaman kita, baik yang klasik, maupun kontemporer. Termasuk, dan terutama dari tradisi Nusantara.

Mba Ala’i Nadjib, yang hadir juga di workshop, usul mendalami fakta Ibn Abbas ra itu sebagai modal kontribusi Hadits pada isu-isu hak anak, mba Rifa Tsamrotul Syaa’dah, yang salah satu penulis dari perspektif al-Qur’an, usul tentang hadits-hadits nasihat Nabi Saw pada anak dari gembong munafik Abdullah bin Ubay bin Salul, yang harus terus berbuat baik pada ayahnya yang munafik, bisa diangkat tentang relasi anak dan orang tua yang berbeda prinsip, agama, atau ideologi dari anaknya.

Apapun itu, karena ini rancangan outline, masih terbuka berbagai masukan, termasuk dari semua pembaca web ini. []

Tags: Hak anakHak Anak dalam IslamislamPerawi Haditsperlindungan anaksahabat nabiTafsir Hadits
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir, biasa disapa Kang Faqih adalah alumni PP Dar al-Tauhid Arjawinangun, salah satu wakil ketua Yayasan Fahmina, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan ISIF Cirebon. Saat ini dipercaya menjadi Sekretaris ALIMAT, Gerakan keadilan keluarga Indonesia perspektif Islam.

Terkait Posts

Prinsip Hidup Bersama

Piagam Madinah: Prinsip Hidup Bersama

27 Maret 2023
kehidupan bersama

Pentingnya Memahami Prinsip Kehidupan Bersama

27 Maret 2023
Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Kesehatan Gigi dan Mulut

Ramadan Tiba, Kesehatan Gigi dan Mulut Harus Tetap Terjaga

26 Maret 2023
Penutupan Patung Bunda Maria

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

26 Maret 2023
Konstitusi

Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

25 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Akhlak dan perilaku yang baik

    Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Piagam Madinah: Prinsip Hidup Bersama
  • Nyai Pinatih: Sosok Ulama Perempuan Perekat Kerukunan Antarumat di Gresik
  • Pentingnya Memahami Prinsip Kehidupan Bersama
  • Q & A: Apa Batasan Sakit yang Membolehkan Tidak Puasa di Bulan Ramadan?
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist