• Login
  • Register
Senin, 12 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Hari Nol Toleransi terhadap Sunat Perempuan : Memahami Bahaya P2GP

Sudah tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan praktik sunat bagi perempuan. Ini praktik kuno yang sudah menjamur di zaman Fir’aun Mesir

Siti Nisrofah Siti Nisrofah
08/02/2023
in Publik
0
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan

607
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belum lama ini Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II mengeluarkan sikap keagamaan tentang pelarangan praktik Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) yang umum kita sebut dengan sunat perempuan. Dasarnya kuat, mengutip data UNICEF yang Komnas Perempuan catat dengan penjelasan bahwa sepanjang 2020, sekurangnya 200 juta anak perempuan dan perempuan berusia 15-49 tahun dari 31 negara mengalami pemotongan dan pelukaan genitalia perempuan (P2GP). Lantas, perlukah sunat perempuan dalam kacamata maqashid asy-syari’ah?

Khitan berasal dari bahasa Arab al-khitan merupakan bentuk masdar dari fi’il khatana yang bermakna qatha’a yaitu memotong. Kata al-khitan dan al-katanu artinya memotong bagian tertentu dari anggota tubuh. Khitan atau sunat perempuan berarti memotong kulit yang menutupi klitoris vagina. Dalam istilah Arab sunat perempuan sering disebut dengan khafdh atau khifad.

Sebagian masyarakat muslim baik di Indonesia maupun Mesir dan Afrika meyakini bahwa sunat ini adalah bagian dari syariat Islam. Faktanya, sunat bagi perempuan sudah mereka lakukan sejak pra Islam secara turun temurun. Bahkan pada masa Fir’aun, Mereka ramai melakukan tradisi hingga muncul istilah sunat Fir’aun. Praktiknya, tradisi sunat mereka lakukan secara berbeda-beda. Ada yang hanya simbolik, menorehkan sedikit, bahkan memotong habis klitoris vagina.

Tradisi ini seringkali bersanding dengan berbagai mitos yang bias gender. Perempuan dinilai memiliki nafsu yang sangat besar. Untuk menanganinya serta menghindari perbuatan zina, maka sunat perempuan dianggap menjadi solusi untuk menstabilkan syahwat perempuan.

Praktik sunat bagi perempuan tidak memiliki legalitas hukum yang sahih baik dalam alquran maupun hadits. Jika suatu perkara hukum tidak memiliki sumber hukum yang jelas, maka maqashid ays-syariah dapat kita gunakan sebagai dasar dalam berfatwa. Pijakan dalam maqashid ays-syariah adalah “kemaslahatan”.

Baca Juga:

Korban KS Difabel dan Hak Akses Kesehatan: Perspektif KUPI

Mubadalah sebagai Pendekatan dalam Perumusan Fatwa KUPI

Kebangkitan Kawan Difabel di Abad Kedua Puluh Satu

Relasi Tretan Muslim dengan Disabilitas Dalam Pandangan KUPI

Tidak Ada Kemaslahatan

Apakah tradisi sunat memberikan kemaslahatan bagi perempuan? Dalam hal ini harus kita kembalikan pada ahlinya sesuai dengan fiirman Allah surat An-Nahl ayat 43 yang memiliki arti “Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. Orang yang mempunyai pengetahuan (ahli ilmu) dalam praktik sunat perempuan adalah ahli medis atau kedokteran.

Menurut ahli medis, perempuan juga memiliki kulup (kulit) seperti laki-laki yang bisa kita sunat. Hanya saja, risiko yang kita dapat jauh lebih besar dari pada manfaatnya karena kulit klitoris perempuan sangat tipis dan dilalui banyak pembuluh darah. Secara anatomi, tidak semua perempuan memiliki tudung klitoris. Jangankan terpotong, klitoris vagina adalah bagian reproduksi perempuan yang sangat sensitif dengan sentuhan.

Dampak langsung dari tradisi sunat bagi perempuan adalah pendarahan. Sedangkan jangka panjangnya dapat menyebabkan infeksi reproduksi, kehilangan kenikmatan dalam berhubungan seks, bahkan trauma yang berkepanjangan. Besarnya dampak sunat bagi perempuan membuat para aktivis perempuan mengecam bagi siapapun yang melakukan, menyuruh, bahkan memaksa anak perempuan untuk disunat.

Namun sayang, masih ada masyarakat yang melestarikan praktik ini, walaupun sudah banyak yang meninggalkannya. Kurangnya kesadaran dan pemahaman akan sunat, seksualitas, dan kesehatan reproduksi perempuan menjadi faktor yang paling kuat dalam tradisi sunat atau P2GP.

Tradisi yang tidak Islami

Perlu kita tegaskan kembali, bahwa ini tradisi yang tidak Islami namun menyusup ke dalam Islam. Jika memang tradisi bagi perempuan ini termasuk syariat Islam maka Rasulullah Saw sudah mencontohkannya sejak dahulu. Namun realitanya tak ada satupun putri Nabi yang beliau sunat.

Dalam shihah sittah (6 kitab hadits paling terpercaya), hanya sunnah Abu Daud yang meriwayatkan adanya anjuran sunat perempuan. “Apabila engkau men-sunat wanita, sisakanlah sedikit dan jangan memotong semuanya, karena itu lebih menyenangkan bagi seorang suami” (Abu Daud, Kitab Akhlak, Bab Tentang Sunat). Abu Daud sendiri menyatakan bahwa isi hadis ini meragukan, beliau mencatat “Sanad periwayatannya tidak kuat. Selain itu, hadits ini bukan kutipan langsung dari Raulullah. Hadits ini lemah keshahihannya”.

Sebagian masyarakat menganggap bahwa tradisi sunat bagi perempuan adalah bagian dari pengamalan untuk mengikuti teladan Nabi Ibrahim as. Namun Taurat merekam sangat jelas firman Allah bahwa sunat Nabi Ibrahim as bagi laki-laki. Berikut bunyinya “Setiap laki-laki di antara kamu harus disunat” (Taurat, Kejadian 17 : 10).

Sudah tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan praktik sunat bagi perempuan. Ini praktik kuno yang sudah menjamur di zaman Fir’aun Mesir. Sebagian mereka lakukan untuk membatasi ruang seksual perempuan. Entah darimana ajaran yang masyarakat terima tentang tujuan praktik ini adalah untuk membatasi hasrat seksual perempuan.

Pasalnya baik syariat Islam maupun sains tidak membenarkannya. Islam adalah agama rahmatan lil a’lamin, tidak mungkin di dalamnya terselip ajaran yang menimbulkan mafsadat bagi umatnya. Mari cerdas bertindak, ini bukan masalah sepele. Jangan jadikan anak perempuan anda menjadi korban dari tradisi yang bias gender ini. (Bebarengan)

Tags: Fatwa KUPIHari Anti Sunat Perempuan InternasionalHasil KUPI IIP2GP
Siti Nisrofah

Siti Nisrofah

Hanya orang biasa :')

Terkait Posts

Paus Leo XIV

Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus

12 Mei 2025
Barak Militer

Apakah Barak Militer Bisa Menjadi Ruang Aman bagi Siswi Perempuan?

11 Mei 2025
Hari Raya Waisak

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

10 Mei 2025
Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

9 Mei 2025
Vasektomi

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

8 Mei 2025
Barak Militer

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

7 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Barak Militer

    Apakah Barak Militer Bisa Menjadi Ruang Aman bagi Siswi Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengenal Paus Leo XIV: Harapan Baru Penerus Paus Fransiskus
  • Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha
  • Islam Hadir untuk Gagasan Kemanusiaan
  • Apakah Barak Militer Bisa Menjadi Ruang Aman bagi Siswi Perempuan?
  • Ibu, Aku, dan Putriku: Generasi Pekerja Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version