• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Heroisme dan Kerja Penulisan Sejarah Perempuan

Sejarah perempuan-perempuan heroik menjelaskan bahwa keperkasaan dan kekuasaan bukan milik mutlak laki-laki.

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
17/10/2024
in Publik
0
Penulisan Sejarah Perempuan

Penulisan Sejarah Perempuan

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Cerita keperkasaan dan kekuasaan begitu mewarnai kerja penulisan sejarah. Baik itu penulisan sejarah pada umumnya, bahkan hingga penulisan sejarah perempuan, sangat kental dengan heroisme.

Sejarah, Peristiwa Penting pada Masa Lalu

Kita belajar bahwa sejarah adalah peristiwa penting yang terjadi pada masa lalu. Dalam doktrin ini, orang-orang umumnya memahami peristiwa penting itu seputar momen-momen keperkasaan dan kekuasaan. Tentang sejarah orang hebat melawan penjajah, cerita-cerita heroik, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa masa lalu yang nampaknya hebat untuk kita abadikan.

Bambang Purwanto, dalam Menggugat Historiografi Indonesia, melihat mitos kandungan arti penting dari suatu masa lalu untuk dapat disebut sejarah, sebagai satu persoalan dalam historiografi. Kenapa? Dampaknya adalah banyak realitas keseharian pada masa lalu yang sebenarnya merepresentasikan kehidupan manusia itu sendiri; seperti realitas orang-orang kecil, cerita perempuan di akar rumput, dan sebagainya, malah terasa sebagai masa lalu saja dan tidak cukup penting sebagai kategori sejarah.

Berbagai peristiwa masa lalu yang tidak perkasa dan kuasa, seakan hanya peristiwa keseharian biasa. Padahal, itu adalah gambaran bagaimana manusia menjalani hidupnya pada masa lalu. Namun, kita terlanjur menganggap peristiwa penting adalah, apalagi kalau bukan, seputar keperkasaan dan kekuasaan.

Tak ayal, para sejarawan dan juga pemerintah yang bertugas di bidang sejarah lebih excited, dalam mengabadikan keperkasaan dan kekuasaan dari raja-raja atau kalangan elit di daerah mereka. Sementara, cerita orang-orang kecil maupun para perempuan di akar rumput yang jauh dari heroisme, tidak begitu membuat mereka bergairah. Tidak ada menariknya. Apa pentingnya kisah mereka?

Baca Juga:

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

Dari Androsentris ke Bisentris Histori: Membicarakan Sejarah Perempuan dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Ibnu Khaldun sebagai Kritik atas Revisi Sejarah dan Pengingkaran Perempuan

Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Kelampauan dari mereka yang sebenarnya merupakan gambaran kehidupan masa lalu, namun terpandang kurang penting karena tidak heroik.

Sejarah Perempuan dan Jebakan Heroisme

Sejarah seputar kekuasaan dan keperkasaan, sebagaimana Kuntowijoyo dalam Metodologi Sejarah, merupakan dua hal yang umumnya menjadi milik laki-laki. Historiografi yang berfokus pada heroisme membuat penulisan sejarah perempuan menjadi terbelakang.

Sebab, peristiwa-peristiwa yang kita anggap sebagai kejadian penting pada masa lalu adalah seputar kegiatan dalam lingkaran aktivisme laki-laki. Hal ini tanpa sadar membuat sejarah bersifat androcentric (berpusat pada laki-laki). Ia menjadi sangat his-story dan minim her-story.

Tentu, perempuan juga punya riwayat keperkasaan dan kekuasaan. Dalam sejarah bangsa, kita mengenal Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, Nurtina Gonibala Manggo, dan banyak lagi. Namun, dalam heroisme sejarah ini, aktor-aktor utamanya tetap kebanyakan laki-laki, karena kelampauan yang kita kulik sebatas pada aktivisme demikian.

Kalaupun ada aktor perempuan, seperti nama-nama yang sudah saya sebutkan, adalah mereka yang terlibat dalam arena keperkasaan dan kekuasaan. Jika perempuan-perempuan itu tidak terlibat dalam pertempuran bersama laki-laki, atau tidak punya sumbangsih yang waw, apakah kelampauan mereka menjadi cukup penting sebagai sejarah? Jawabnya, tidak, kalau kita berpegang pada mitos peristiwa penting masa lalu seputar heroisme.

Seakan hanya cerita perempuan heroik, perkasa dan kuasa, yang kita abadikan sebagai sejarah. Cerita mereka yang tidak perkasa dan kuasa, kita abaikan. Di titik ini, her-storiography sebatas menjadi nostalgia terhadap sosok-sosok perempuan perkasa dan kuasa. Hanya menjadi legitimasi superioritas masa lalu. Alih-alih menjadi kerja yang benar-benar membaca kelampauan perempuan itu sendiri.

Penulisan Sejarah Perempuan Bukan Sebatas Nostalgia Superioritas

Tentu, tulisan ini bukan untuk mengatakan heroisme perempuan dalam sejarah sebagai suatu masalah. Itu bukan masalah. Itu juga penting dalam kerja her-storiography. Sejarah perempuan-perempuan heroik menjelaskan bahwa keperkasaan dan kekuasaan bukan milik mutlak laki-laki. Aspek ini menjadi penggambaran bahwa perempuan bukan makhluk inferior.

Namun kalau benar-benar ingin melakukan her-storiography, kita harus bisa menyajikan sesuatu yang lebih. Sejarah yang tidak hanya seputar nostalgia superioritas perempuan, melainkan sejarah yang benar-benar menuliskan kehidupan perempuan pada masa lalu.

Dalam konteks ini, entah perempuan heroik di lingkar kekuasaan maupun cerita keseharian mereka di akar rumput, semua adalah peristiwa penting yang menjadi bagian dari kelampauan perempuan.

Tidak hanya sejarah perempuan penguasa, namun juga sejarah perempuan pekerja yang mengolah makanan dan menjadikan kehidupan manusia tidak mati kelaparan. Bukan hanya sejarah perempuan perkasa melawan penjajah, namun juga sejarah para perempuan bertahan hidup, meski dengan sebiji umbi, di tengah perjuangan kemerdekaan. Semua adalah peristiwa penting dalam her-storiography. []

Tags: Her-storiography NusantaraHeroismeNusantaraPenulisan Sejarah PerempuansejarahSejarah Perempuan
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Tambang

    Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID