• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Hijrah Nabi Dulu dan Fenomena Kini

Badriyah Fayumi Badriyah Fayumi
09/09/2019
in Featured, Publik, Puisi
0
hijrah Nabi

hijrah Nabi

534
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dulu, hijrah Nabi itu meninggalkan Makkah yang kejam, memusuhi perbedaan dan tak memberi ruang pada tauhid dan pencerahan.

Dulu,
Nabi hijrah ke Madinah itu membangun peradaban, merukunkan yang bermusuhan, memberi ruang dan penghormatan atas perbedaan, hingga Muslim dan Yahudi pun hidup berdampingan dalam damai di bawah sebuah kesepakatan.

Meski Makkah menorehkan banyak luka, di hati Nabi yang ada hanya rindu dan cinta. Hijrah tak menjadi sekat pembatas untuk tetap menyapa dan mengikat hati dengan Makkah. Hijrah tak menjadikan Nabi dan sahabat tak bergaul dengan kelompok lain karena merasa paling beriman dan berjasa membangun  Madinah.

Hijrah tak menjadikan Nabi menolak berdialog dengan mereka yang memusuhinya, bahkan tak memasalahkan musuh-musuhnya yang belum mau mengakui risalahnya. Perjanjian Hudaibiyah adalah salah satu buktinya.

Begitulah hijrah Nabi; tak pernah menjadi penghalang toleransi; tak jadi penghambat komunikasi dengan semua yang berbeda, apalagi pemutus silaturrahim dengan kawan dan saudara.

Baca Juga:

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Tafsir Sakinah

Benarkah Feminisme di Indonesia Berasal dari Barat dan Bertentangan dengan Islam?

Hingga saat Fathu Makkah tiba, Makkah pun menerima Islam tanpa ada kekerasan. Semua yang memusuhi dimaafkan, yang bermusuhan didamaikan, dan semua merasa dimuliakan. Begitulah hijrah Nabi ; Mempersatukan. Mendamaikan. Mempersaudarakan. Memanusiakan.

Kini,
Fenomena hijrah terlihat berbelok arah;
hijrah diciriutamakan dengan berganti model pakaian, mengikuti pengajian-pengajian yang ditentukan, tak lagi berkawan dengan yang tidak sepemikiran, memandang rendah kepada yang dianggap “belum hijrah” dan menganggap diri lebih islami karena hanya menggunakan produk-produk yang diproduksi dan dijual kawan sendiri.

Padahal, hijrah Nabi yang dikabarkan dalam kitab-kitab sirah nabawiyah tidaklah demikian.
Hijrah Nabi justru mendorong pembauran dengan penduduk Madinah yang beraneka suku dan keyakinan.
Nabi tak mentang2 meski berada di jalur kebenaran. Muamalah dan perdagangan terbuka untuk semua kalangan.

Kini,
Fenomena hijrah terlihat berbalik arah. Hijrah menjadi garis pembeda antara “kamu” dan “kami”. Kamu masih belum  “kaffah” karena belum seperti kami yang sudah hijrah. Vonis itu sering dikatakan kepada siapa saja yang bukan kelompoknya, hatta kepada alim ulama yang sudah puluhan tahun ngaji dan ngajar agama.

Padahal, perpindahan Nabi justru mempersatukan kelompok-kelompok yang sebelumnya selalu bermusuhan.  Hijrah Nabi tak dipakai untuk menjadi pembeda antara mereka yang hijrahnya lillahi ta’la dengan mereka yang hijrahnya  karena perempuan atau harta. Semua diserahkan kepada Allah semata. Nabi hanya menyampaikan pesan langit tentang pentingnya menjaga niat hijrah agar lillahi ta’ala.  Itu karena Nabi tahu bahwa hijrah sangat rawan dicemari oleh niat mencari dunia, dan sangat rentan terjebak riya’  berupa pamer kesalehan di hadapan manusia.

Kini,
Hijrah bagi sebagian kalangan bahkan dijadikan alasan menolak toleransi karena merasa diri paling suci. Lebih menyedihkan, atas nama hijrah empati kepada orang tua sendiri seakan mati. Kudengar cerita ada anak yang merasa sudah berhijrah berkata, “Kalau bapak dan ibu sakit parah, itu karena dosa2 bapak dan ibu yang bergelimang syirik dan bid’ah. Terimalah itu sebagai kaffarah. Dan biarkan kami mencari selamat dengan berhijrah. “Masyaa Allah. Inna Lillah.

Begitukah hijrah? Pastilah tidak.
Sirah nabawiyah mengabarkan, bahwa jejak hijrah Nabi adalah membangun masyarakat muslim yang beradab dan kosmopolitan dengan ajaran dan akhlak Islam, menjadikan masjid sebagai tempat ibadah dan pusat peradaban, mempersaudarakan yang bermusuhan, dan
menghargai perbedaan.

Dakwah Nabi di era hijrah adalah dakwah yg membuka diri, merangkul semua, kaya cara, penuh kearifan dan kebijaksanaan hingga yang beriman makin cinta dan setia, yang memusuhipun akhirnya bisa menerima kebenaran tanpa merasa terhina.

Maka, jika kini ada fenomena hijrah yang membangun eksklusifisme, memutus silaturrahim,  menyalahkan yang berbeda, seraya merasa diri dan kelompoknya paling benar sendiri hingga merasa berhak mengatasnamakan Tuhan untuk menghakimi. Katakan dengan lantang, “Bukan begitu laku hijrah yang Nabi contohkan.” []

Tags: HijrahislamsejarahTahun Baru HijriyahTahun Baru Islam
Badriyah Fayumi

Badriyah Fayumi

Ketua Alimat/Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Bekasi

Terkait Posts

Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID