Mubadalah.id – Dalam sebuah kisah, menceritakan bahwa Nabi Muhammad Saw pernah berkonflik dengan istri-istrinya, bahkan pernah terjadi disaksikan para sahabat, adalah pelajaran bagi para suami, bagaimana memperlakukan perempuan secara bermartabat.
Mungkin beberapa orang dari umat Islam kecewa terhadap perilaku Aisyah r.a. atau Hafsah r.a. yang berkonflik dengan Nabi Saw.
Namun kita bisa menafsirkan bahwa keberanian Aisyah r.a. terhadap Nabi Saw. adalah cermin dari keberhasilan Nabi Saw. mengangkat harkat dan mendidik kemandirian perempuan.
Perempuan, seperti Umar r.a., katakan pada masa itu tidak memiliki tempat sama sekali. Mereka tidak pernah orang-orang perhitungkan, tidak pernah mereka ajak bicara, dan kalaupun berbicara tidak akan mereka terima.
Umar r.a., seperti dikatakannya, masih tidak suka melihat istrinya membantah apa yang ia katakan.
Jadi, patutlah kita renungkan, bagaimana Nabi menanamkan kesadaran revolusioner untuk membuat perempuan menjadi manusia mandiri yang perlu kita hargai dan hormati kemanusiaannya.
Dan cara yang Nabi Saw. pilih adalah dengan menggunakan praktik kehidupan rumah tangganya sendiri sebagai cermin. Di antara begitu banyak pilihan serta otoritas yang beliau miliki untuk mendidik istri, Nabi Saw. memilih untuk negosiasi.
Dengan tujuan memberi teladan kepada umatnya, Nabi Saw. menunjukkan teknik-teknik negosiasi. Nabi Saw. mengutamakan kesepakatan dengan istri-istrinya sambil memberikan hak sepenuhnya kepada mereka untuk memilih apa yang mereka inginkan.
Nabi Saw. telah memberi teladan, bagaimana rumah tangga bisa suami dan istri bina tanpa melalui jalan kekerasan. Lalu memberi kesempatan kepada perempuan untuk memilih apa yang terbaik bagi kehidupan mereka. Dan mendidik kaum lelaki untuk berperilaku arif terhadap perempuan. []