• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Insecurity Laki-laki dan Strategi Ketahanan Mental Keluarga

Siapa yang bertanggungjawab atas ketahanan mental keluarga? Jika setiap orang memiliki dinamika psikologis yang berbeda beda

rahmaditta_kw rahmaditta_kw
30/09/2023
in Keluarga
0
Ketahanan Mental Keluarga

Ketahanan Mental Keluarga

877
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa waktu lalu kita mendengar berita duka yang dapat dirasakan kesedihannya oleh semua perempuan. Kabar duka itu dari Almarhum Mega Suryani yang telah meninggal menjadi korban KDRT suaminya sendiri.

Konflik keluarga Alm Mega tak lepas dari redahnya ketahanan mental keluarga, dan permasalahan ekonomi. Kondisi suami Alm Mega yang tidak memiliki pekerjaan membuat pelaku merasa rendah diri. Pelaku tertekan secara psikologis sehingga melakukan tindakan kekerasan sampai hilangnya nyawa sang istri.

Dan yang paling miris adalah tindakan kekerasan itu disaksikan oleh dua anaknya yang masih balita. Saya benar-benar tidak habis pikir dengan tindakan pelaku yang di luar nalar.

Alpha Woman Biang Insecure Laki-laki?

Sebagai seorang konselor yang bekerja secara professional, mendengarkan curhat dari para korban KDRT sudah menjadi hal yang sering kali saya jumpai. Saya tidak memandang KDRT ini normal. Namun poinnya adalah, dari banyaknya kasus tersebut penyebab dari tindakan pelaku adalah “karena laki-laki (pelaku) insecure dengan segala pencapaian istri.

Kalau kita melihat kampanye tentang kemandirian perempuan melalui media sosial, kita menemukan istilah “Alpha Woman”. Alpha woman identik dengan karakter perempuan yang mandiri, berdaya saing, ambisius, pekerja keras, dan memiliki prinsip yang kuat.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Konon perempuan denan tipe Alpha Woman adalah perempuan yang pintar menghasilkan uang. Sungguh citra diri perempuan yang tidak sesuai dengan “stigma dan hegemoni feminitas perempun.”

Krisis Maskulinitas Laki-laki

Kemudian saya berfikir, lho bukannya bagus jika pasangan kita mampu berkembang dan mewujudkan mimpi bersama? Hmmm nyatanya tidak semua laki-laki menganggap pencapaian perempuan sebagai hal yang positif.

Hegemoni maskulinitas laki-laki membawa standarisasi citra diri laki-laki. Seperti standar bahwa laki-laki harus kuat, laki-laki harus memiliki gaji lebih tinggi dari istri, dan citra superior lainnya.

Sehingga kondisi  tersebut membawa pada alam bawah  sadar laki-laki, jika tidak sesuai standar sosial, ia adalah laki-laki yang gagal. Hal ini pernah diungkapkan oleh beberapa klien saya, di mana korban KDRT adalah istri memiliki posisi dan karir yang gemilang dibanding suami.

Ketidakberdayaan laki-laki atas insecurity dan krisis maskulinitasnya membawa pada pengaruh tindakan  kekerasan. Ya benar ragam kekerasan yang bisa laki-laki lakukan seperti: tindakan KDRT, kekerasan psikis, kekerasan fisik hingga tindakan selingkuh.

Laki-laki dengan konsep diri insecure, menganggap perilaku kekerasan ini adalah celah untuk mendeklarasikan “kekuasaan dan kemampuan” kepada pasangannya.

Siapa yang Bertanggungjawab atas Ketahanan Mental?

Insecurity adalah perilaku manusia yang merasa rendah diri atas kemampuan yang ia miliki. Sebagai manusia biasa, saya rasa insecure adalah kelemahan manusia yang ada kalanya hinggap dalam diri kita. Namun yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana mengelola insecure dan bounding apa yang kita buat untuk menyelamatkan diri dari insecure ini?.

Selanjutnya saya mulai bertanya-tanya pada diri saya, sebenarnya siapa yang bertanggungjawab atas ketahanan mental keluarga? Jika setiap orang memiliki dinamika psikologis yang berbeda beda, memiliki latar belakang innnerchild yang berbeda, lalu siapa yang bertanggungjwab penuh atas kesehatan atau ketahanan mental keluarga?

Tentu jawabannya bukanlah satu baris kata yang hitam atau putih.

Strategi Menciptakan Ketahanan Mental Keluarga

Dari segala fenomena konflik keluarga yang menyebabkan tindakan kriminal atau bahkan sampai pada hilangnya nyawa seorang manusia, saya rasa tidak ada manusia menginginkan ending keluarga yang tragis.

Dengan demikian, kita memerlukan strategi khusus untuk menciptakan ketahanan mental keluarga. Apa saja formulasinya, berikut poin-poinnya:

Pertama, membangun komunikasi asertif, Komunikasi asertif adalah komunikasi dua arah secara terbuka atas penyampaikan pemikiran dan perasaan, tanpa ada unsur intimidasi dan tetap saling menghormati satu sama lain. Pentingnya membangun komunikasi asertif antar anggota keluarga, guna menyampaikan gagasannya dengan mua’asyarah bil ma’ruf.

Kedua, saling menjadi provider, maksudnya adalah, anggota keluarga satu sama lain berhak dan layak menjadi provider sesuai dengan kapasitas diri. Misal suami dan istri bertanggungjawab dalam ruang publik dan domestik bersamaan. Maka pembagian tugas rumah tangga dapat dihasilkan dari kesepakatan bersama sesuai dengan kapasitas diri dan konteks yang berlaku.

Ketiga, saling menjadi ruang aman, Sebagaimana kebutuhan dasar manusia menerut Abraham Maslow salah satunya adalah “kebutuhan rasa aman”. Maka sudah selayaknya anggota keluarga untuk memberikan ruang aman baik secara psikologis attau menghindarkan perbuatan kekerasan satu sama-lain.

Keempat, empati, empati adalah basic life skill dalam kehidupan terlebih kehidupan keluarga. Seperti yang telah kita bahas, bahwa setiap orang memiliki dinamika psikologis. Ada kalanya individu merasa senang, susah, sedih, terpuruk dan insecure. Maka sudah semestinya sebagai anggota keluarga untuk saling memberikan dukungan moral secara positif.

Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa ketahanan mental keluarga adalah tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab bersama. Ia tidak bisa dipisahkan karena dalam ajaran Islam sendiri kita belajar bahwa setiap orang bertanggungjwab atas dirinya sendiri. Namun sebagai sesama hamba Allah, sudah selayaknya kita saling tolong menolong, saling mendukung satu sama lain dan saling membahagiakan.

Adapun demikian menurut Kang Faqihuddin Abdul Kodir, gagasan istri salihah belum utuh jika tanpa adanya suami salih. Di mana antar satu sama lain saling menyenangkan, melayani, menjaga diri dan saling membahagiakan. []

Tags: #kesehatanmental#ketahananpsikologis#krisismaskulinitasInsecurekeluargasakinah
rahmaditta_kw

rahmaditta_kw

Alumni Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga tahun 2023, Prodi Interdisciplinary Islamic Studies, Konsentrasi Bimbingan dan Konseling Islam. Sekarang ini aktif sebagai pengajar dan pembelajar bersama anak millenial.

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version