• Login
  • Register
Kamis, 19 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

Saat perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan, alih-alih menyodorkan neraka, seharusnya kita menawarkan ruang untuk pulih.

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
18/05/2025
in Personal
0
Kehamilan Tak Diinginkan

Kehamilan Tak Diinginkan

637
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Saya tidak berani keluar rumah, sebab tetangga melihat saya seperti pendosa yang tak punya masa depan. Padahal, tidak ada yang tahu dan tidak peduli bahwa saya dipaksa melakukannya.”

Mubadalah.id – Perempuan muda, 19 tahun, mengalami kehamilan tak diinginkan oleh kekasihnya yang meninggalkannya setelah tahu ia hamil.

Kasus seperti ini bukan hal langka. Namun, di masyarakat Indonesia, kehamilan tak diinginkan (KTD) terutama pada perempuan muda yang belum menikah masih kita anggap sebagai aib. Menurut UNFPA, 40% dari angka kehamilan di Indonesia adalah kehamilan di luar nikah. Data dari BKKBN dan UNFPA menunjukkan bahwa sebagian besar KTD justru terjadi pada perempuan muda, belum menikah, dan berada dalam relasi kuasa yang timpang.

Di balik angka statistik itu, tersimpan kisah pilu. Air mata yang tertahan, rasa takut yang menumpuk, dan impian masa depan yang perlahan memudar. Ketika kehamilan terjadi di luar nikah, masyarakat bukan hanya mencela, tapi menjatuhkan vonis moral tanpa ampun. “Kamu pembuat zina.”

Padahal, sebagian dari mereka adalah korban kekerasan seksual. Sebagian lainnya terjerat dalam hubungan pacaran yang manipulatif. Akibatnya, banyak dari mereka yang terpaksa menyembunyikan kehamilan. Lalu menggugurkan kandungan secara ilegal, atau bahkan terusir dari rumah oleh keluarga sendiri.

Akar Masalah: Lebih dari Sekadar Pergaulan Berisiko

Permasalahan ini tidak sesederhana anggapan “pergaulan berisiko”. Ada akar-akar struktural yang lebih dalam:

Baca Juga:

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

Pertama, minimnya pendidikan seks dan anggapan tabu. Banyak perempuan tidak memahami tubuhnya sendiri atau cara melindungi diri dari kehamilan.

Kedua, relasi yang tidak setara. Dalam hubungan pacaran, perempuan sering tertekan secara psikologis bahkan terintimidasi untuk melakukan hubungan seksual.

Ketiga, tidak adanya ruang aman. Kehamilan di luar nikah dianggap melanggar norma, membuat perempuan takut bicara, bahkan kepada keluarga atau tenaga kesehatan.

Perempuan tidak hanya menanggung beban fisik dan mental, tapi juga stigma sosial yang brutal. Mereka mendapat stigma sebagai perempuan “nakal” atau “murahan”, dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan, ditinggalkan pasangan yang tidak bertanggung jawab, serta terisolasi dari keluarga dan lingkungan.

Ironisnya, laki-laki yang menyebabkan kehamilan sering lolos dari tanggung jawab sosial dan hukum.

Ke mana Lagi Mereka Harus Berharap?

Beberapa LSM seperti Samsara, PKBI, dan LBH APIK telah menyediakan layanan konseling dan bantuan hukum bagi perempuan yang mengalami KTD. Namun, jangkauan mereka masih terbatas.

Negara pun belum memiliki sistem perlindungan menyeluruh bagi perempuan tidak menikah yang hamil. Tak jarang, mereka justru terpaksa menikah atau melakukan aborsi tidak aman yang berisiko tinggi.

Luka Spiritual: Ketika Agama Dipakai untuk Menghakimi

Bagi banyak perempuan, beban terberat bukan hanya fisik atau sosial melainkan spiritual.

Salah satu kisah menyayat hati datang dari unggahan anonim kepada aktivis perempuan, Kalis Mardiasih. Seorang perempuan menulis:

“Saya hamil di luar nikah, tapi Alhamdulillah saya dan pacar saya sudah menikah. Saya tahu itu dosa. Tapi saya sedih mendengar ceramah ustaz yang bilang bahwa pahala wanita hamil seperti saya tidak sama, bahkan tercabut. Padahal saya juga merasakan betapa beratnya hamil.”

Kalis menjawab dengan lembut:

“Maafkan dirimu. Allah paling pemaaf. Memaafkan diri sendiri adalah kunci agar kamu bisa melangkah lebih baik. Jangan lupa, kamu tetap manusia utuh yang punya masa depan. Jadi, jangan lupa bahagia.”

Ini bukan sekadar jawaban. Ini adalah penegasan bahwa keimanan tidak otomatis gugur hanya karena seseorang pernah terjatuh. Bahwa kehamilan, dalam kondisi apa pun, tetap membutuhkan kekuatan, cinta, dan dukungan, bukan siksaan sosial dan spiritual.

Ketika Iman Diuji oleh Penghakiman

Di banyak ruang, perempuan muda yang hamil di luar nikah sering merasa seluruh pahala tertutup baginya. Ia merasa Tuhan pun menjauh.

Namun, bukankah ini bentuk kekejaman spiritual? Saat seseorang sedang bertahan, mengakui kesalahan, dan mencoba memperbaiki hidup, justru yang datang adalah penghakiman beruntun?

Tak sedikit perempuan yang akhirnya kehilangan pegangan hidup. Merasa najis. Tidak layak menjadi ibu. Tidak pantas menjadi manusia yang bermartabat. Padahal, banyak dari mereka adalah korban.

Ketika masyarakat menutup pintu pengampunan, mereka pun bertanya dalam sunyi:

“Masih adakah ruang bagi orang seperti saya di hadapan Allah?”

Saat perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan, alih-alih menyodorkan neraka, seharusnya kita menawarkan ruang untuk pulih. Seperti bimbingan agama yang lembut, bukan ancaman. Dukungan kesehatan dan psikologis yang manusiawi. Pendidikan seksual yang membebaskan dari kebodohan struktural. Kita sering lupa bahwa Tuhan Maha Pengampun. Sayangnya, masyarakat tidak.

Tubuh Perempuan Bukan Tempat Penghakiman

Kehamilan di luar nikah bukan akhir dari segalanya. Dan tidak boleh menjadi alasan untuk menghancurkan hidup seorang perempuan.

Mereka bukan hanya “pelaku zina”mereka bisa saja korban kekerasan, manipulasi, atau ketidaktahuan akibat sistem yang lalai. Sebaliknya, kita harus memberi dukungan, bukan hukuman dan menguatkan iman mereka, bukan menakut-nakutinya.

Perempuan yang hamil di luar nikah sering kehilangan segalanya. Masa depan, nama baik, bahkan cinta pada diri sendiri. Namun satu hal yang tak boleh kita lupakan, Tuhan tidak seperti manusia. Ia Maha Menerima Taubat. Ia Maha Pengasih. Ia membuka pintu bagi siapa pun yang ingin kembali. Termasuk mereka yang tersisihkan dari dunia.

Kehamilan di luar nikah bukan alasan untuk mematikan harapan seseorang.

Setiap manusia bisa salah, tapi tidak semua punya kekuatan untuk bangkit dan memperbaiki. Bagi mereka yang memilih melahirkan, merawat anaknya, dan membangun kembali hidupnya dengan sadar mereka layak kita hormati, bukan kita caci.

Jadi kepada setiap perempuan yang merasa terjauhkan dari kasih Tuhan karena masa lalu, Tuhan tidak meninggalkanmu. []

Tags: dosaKehamilan Tak DiinginkanPergaulan Berisikostigmazina
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Kesalehan Perempuan

Kesalehan Perempuan di Mata Filsuf Pythagoras

16 Juni 2025
Pesantren Disabilitas

Sebuah Refleksi atas Kekerasan Seksual di Pesantren Disabilitas

16 Juni 2025
Catcalling

Mari Berani Bersuara Melawan Catcalling di Ruang Publik

15 Juni 2025
Jadi Perempuan

Katanya, Jadi Perempuan Tidak Perlu Repot?

14 Juni 2025
Perempuan Berolahraga

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

13 Juni 2025
Humor

Humor yang Tak Lagi Layak Ditertawakan: Refleksi atas Martabat dan Ruang

13 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sister in Islam

    Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berproses Bersama SIS Malaysia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Indonesia-sentris, Tone Positif, hingga Bisentris Histori dalam Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak
  • Nelayan Perempuan Madleen, Greta Thunberg, dan Misi Kemanusiaan Palestina
  • Berproses Bersama SIS Malaysia
  • Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia
  • Saatnya Mengakhiri Tafsir Kekerasan dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID