Mubadalah.id – Kisah Isra Mikraj, sebagai sebuah cerita nyata pada zaman tertentu, dari dan ke tempat tertentu, dalam waktu singkat tertentu, hanya dialami oleh Nabi Saw.
Tetapi sebagai sebuah sumber makna dan inspirasi, ia bisa menjadi teladan bagi siapapun. Secara Mubadalah, karena itu, makna yang kita ambil dan sebarkan adalah yang mengajak laki-laki dan perempuan menjadi subjek pelaku keteladanan di balik kisah tersebut.
Karena kita semua, perempuan dan laki-laki, adalah umat Baginda Nabi Saw. Karena Islam hadir menyapa kita semua, ajarannya turun untuk kita semua, kisah-kisah yang ada juga menjadi sumber inspirasi kita semua.
Dengan demikian, kisah perempuan menjadi penduduk neraka terbanyak harus kita jelaskan, sebagai ancaman bagi siapapun yang tidak bersyukur dan ingkar pada kebaikan. Apalagi banyak hadis pendukung yang sahih mengenai hal ini.
Kita harus berhenti mengabarkan: bahwa perempuan akan menjadi penduduk neraka terbanyak, hanya karena perempuan (titik). Karena seseorang masuk neraka bukan karena berjenis kelamin perempuan. Malaikat Malikpun, tidak memeriksa jenis kelamin. Tetapi iman dan amal.
Karena itu, yang harus kita kabarkan, dari makna kisah Isra Mikraj, adalah mereka yang tidak bersyukur dan suka ingkar akan masuk neraka. Bisa laki-laki dan bisa perempuan. Ini untuk mendorong seseorang memiliki relasi yang sehat, saling menolong dan saling mengapresiasi.
Pentingnya Dukungan Keluarga
Itulah salah satu makna Mubadalah dari salah satu kisah Isra Mikraj. Dan itulah ajaran Islam yang sesungguhnya, yang selaras dengan misi akhlak Karimah Baginda Rasul Saw, dan sesuai dengan visi Islam rahmatan Lil ‘alamin.
Begitupun kisah-kisah lain dalam konteks Isra Mikraj. Termasuk pentingnya dukungan keluarga seperti Khadijah RA kepada perjuangan Nabi Saw, sebagai konteks sebelum Isra Miraj. Hal juga harus kita maknai sebagai teladan secara Mubadalah, untuk saling mendukung satu sama lain di dalam keluarga.
Menjadi pendakwah dan pejuang umat adalah penting. Jika suami yang menjadi pendakwah, maka istri yang mendukung, jika istri yang menjadi pendakwah, suami yang mendukung. Lalu jika keduanya, maka saling mendukung, yang bisa berbagi waktu, peran, atau tema, atau bisa bareng. Jika keduanya tidak menjadi pendakwah, maka mereka mendukung pendakwah siapapun yang benar dan membawa pada kebenaran dan kebaikan.
Demikian di antara ngaji Isra Mirkaj dalam persepektif Mubadalah, bersama pengurus dan anggota Jaringan Perempuan Pengasuh Pesantren dan Muballigha (JP3M) Banyumas dan sekitarnya. Aku bersama mba Nyai Umnia Labeb dan banyak para Nyai, Nawaning, Ustadzah, hafidzoh, akademisi, dan aktivis majlis taklim.