• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Intelektualisme Tasawuf Pasca Al-Ghazali

Corak tasawuf "personality" ini, merupakan tasawuf yang lebih menitik beratkan pada kesuciaan rohani, dan keluhuran akal budi sebagai perwujudan otentik dari religiusitas seseorang

Syahuri Arsyi Syahuri Arsyi
10/02/2023
in Hikmah
0
Intelektualisme Tasawuf

Intelektualisme Tasawuf

438
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sudah banyak yang mengakui, kalau konsepsi sufisme yang al-Ghazali canangkan lewat magnum opus-nya Ihya’‘Ulum al-Din menjadikannya sebagai tokoh pembaharu intelektualisme tasawuf pertama dan terbesar sepajang sejarah Islam. Al-Ghazali telah memberikan pengaruh besar di dunia Islam, karena dianggap telah membangun kembali ortodoksi Islam dengan menjadikan sufisme sebagai bagian integral dari Islam.

Sebagaimana kita ketahui dan pahami banyak kalangan kaum intelektual dan kaum sarjana, al-Ghazali lewat Ihya’‘Ulum al-Din berhasil mengintegrasikan ketegangan diantara dua bidang keilmuan Islam, tasawuf, dan fikih. Menjadikan keilmuan kalam sebagai ajaran yang sangat komprehensif. Sintesa ini kemudian diterima oleh sebagian besar kaum ortodoksi Islam.

Melalui Ihya’‘Ulum al-Din, al-Ghazali membangun dan mengembangkan tasawuf, bukan dengan model romantis layaknya tasawuf Abu Yazid al-Bustami, Abu Mansur al-Hallaj, dan tokoh-tokoh sufi pendahulunya. Akan tetapi, tasawuf religius ortodoksi Sunni bercorak tasawuf “Personality” bukan “infinity”. Meminjam istilah Annemarie Schimmel ketika menyebutkan corak tasawuf yang al-Ghazali kembangkan.

Corak tasawuf “personality” ini, merupakan tasawuf yang lebih menitik beratkan pada kesuciaan rohani, dan keluhuran akal budi sebagai perwujudan otentik dari religiusitas seseorang. Corak tasawuf ini, al-Ghazali canangkan untuk membersihkan jiwa seseorang ketika menempuh jalan Sufi atau salik dalam menyiapkan diri menerima pencapaian ma’rifah.

Untuk mencapai jalan ma’rifah ini, al-Ghazali menyusun aturan etik secara terperinci bagi setiap individu yang mau menempuh jalan sufi seperti, tata cara hubungan murid dan guru atau syaikh. Yakni pengisolasian diri atau Uzlah, pertapaan atau Khulwat. Melalui latihan-latihan jiwa atau Riyadhah, penahanan lapar, tidak tidur, dan tafakur, serta Zikr Allah dan sebagainya.

Daftar Isi

    • Menilik Konsepsi Jalan Tasawuf
  • Baca Juga:
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan
  • Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran
  • Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam
    • Tarekat Tasawuf
    • Kritik Ibnu Taimiyah
    • Al-Ghazali Menempuh Jalan Keseimbangan

Menilik Konsepsi Jalan Tasawuf

Konsepsi jalan tasawuf yang al-Ghazali buat ini, baik fase-fase, latihan-latihan dan berbagai sarana praksisnya dalam perkembangannya telah memberikan pengaruh yang sangat kuat dan besar. Bahkan pengaruhnya sangat luas di belahan dunia Islam, termasuk di Indonesia. Yakni para tokoh-tokoh tarikat yang mengagumi gerakan tasawuf, serta berperan besar dalam mengkaitkan metode praktis tasawuf dengan dokrin Ahl al-Sunnah wal al-Jama’ah.

Namun demikian, kehidupan tasawuf yang pada awalnya sarat dengan muatan-muatan intelektualisme, akhirnya mengalami pereduksian yang tak hanya berdimensi kognitif. Melainkan juga pada aspek filosofis-sufistik. Ada semacam perubahan substansi dan orientasi tasawuf secara sistematik pada arah tarekat. Dan, ini oleh sebagian kalangan intelektual disinyalir sudah terjadi sejak abad dua belas Masehi.

Baca Juga:

Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

Gerakan Perempuan Melestarikan Tradisi Nyadran

Hikmah Walimah Pernikahan Dalam Islam

Kini, kehidupan tasawuf dalam bentuk tarekat telah menjadi semacam rutinitas yang mereka bakukan dan disucikan oleh pengagum dan penganutnya. Yakni untuk terus mereka ajarkan pada para pengagum dan penganut berikutnya. Tasawuf dalam bentuk tarekat ini, “seakan-akan” lebih menyerupai agama yang mereka perkuat dengan emosionalisme dalam mengekpresikan diri. Di mana praktiknya melalui teknik-teknik sugesti dan auto-sugesti sistematik.

Fenomena tarekat tasawuf yang berkembang di dunia Islam saat ini, sedikit banyak telah menghilangkan semangat sufisme. Di mana ia mengalami metamorfosa yang berubah menjadi semacam permainan sulap spiritual. Yakni melalui cara auto hipnotis dan pengelihatan alam gaib. Walaupun aktivitas ini tentunya tak menghilangkan cita-cita tasawuf pada awalnya,. Yaitu pendisiplinan moral, dan mencerahkan spiritual.

Tarekat Tasawuf

Situasi dan kondisi tasawuf dalam bentuk tarekat ini, semakin keruh ketika memunculkan mitos-mitos. Di mana kemudian berakhir pada kepercayaan manusia suci yang mereka anggap memiliki posisi istimewa, dalam otoritas spiritualisme Islam. Dari sini, kemudian muncul kepercayaan wilayat atau kewalian yang berimplikasi tumbuh dan berkembangnya kepercayaan pada keistimewaan wali-wali.

Kenyataan seperti ini, tentu bagian dari konsepsi yang lebih luas tentang kekuasaan dan otoritas wali. Hal itu di mana yang selalu tersampaikan pada para pengagum dan pengikut tarekat. Dan, ini sudah bukan rahasia lagi. Bahkan banyak literatur yang mengulas tentang kewalian baik karomah maupun karunia dari seorang wali ini.

Dalam dunia Islam kini, keistimewaan wali ini lazim kita sebut sebagai berkah atau karunia. Di mana pada akhirnya menjerumus pada penghormatan berlebihan pada makam-makan dan peninggalan seorang yang mereka anggap wali. Dari sini kemudian melahirkan tradisi baru dalam masyarakat kontemporer seperti, tour spiritual, atau wisata religi makam-makam wali. Baik itu mereka melakukannya secara individu maupun rombongan. Tujuannya untuk mencari berkah dan karunia serta lain sebagainya.

Tasawuf sebagaimana awal kemunculannya mengemukakan kebutuhan-kebutuhan spiritualitas religius dalam diri manusia. Kemudian telah mengalami perubahan dalam bentuk tarekat yang telah melahirkan berbagai implikasi. Di mana kenyataan ini mereka anggap sedikit banyak menjauh dari sifat dasarnya.

Tasawuf dalam bentuk formalitas tarekat “seakan-akan” menjadi semacam agama dalam agama dengan struktur ide-ide, praktek dan organisasi yang lebih eksklusif. Sebagai akibatnya, ide-ide tasawuf yang bersifat intelektualisme maupun moralitas religius menjadi termandulkan setelah berubah dalam bentuk rutinitas permainan spiritual formal.

Kritik Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah mengkritik keras dan menganggap ada semacam penyelewengan terhadap subtansi dan orientasi tasawuf dalam bentuk tarekat ini. Dengan sikapnya, Ibnu Taimiyah mengkritik dan berusaha meluruskan penyelewengan tasawuf dalam bentuk tarekat dengan slogan Back to the al-Quran and Sunnah. Bagi Ibnu Taimiyah kepercayaan kepada wali adalah bentuk dari bid’ah dan khufarat.

Selain itu, Ibnu Taimiyah juga mengkritik tasawuf falsafi berpaham ittihad, hulul, dan Wahdat al-Wujud yang dianggap sebagai bagian atau bersumber dari agama Yahudi dan Nasrani. Ibnu Taimiyah sendiri dalam bertasawuf memiliki kecenderungan sebagaimana yang Nabi ajarkan kepada para sahabat. Yaitu menghayati ajaran Islam tanpa adanya embel-embel mengikuti tarekat tertentu dan selalu aktif dalam kegiatan sosial sebagaimana manusia pada umumnya.

Kenyataan seperti ini, tentu suatu ironi tersendiri bagi sebagian umat Islam. Sebab yang terjadi bukan lagi semangat intelektualisme tasawuf, dan daya kritis maupun analisis yang diambil dari sikap al-Ghazali. Melainkan hanya produk jadi dari pemikiran al-Ghazali sendiri. Lebih dari itu, kemudian yang terjadi adanya kecenderungan pengkultusan yang bersifat final, karena terlalu silau dengan kebesaran nama dan gaung pengaruh al-Ghazali.

Al-Ghazali Menempuh Jalan Keseimbangan

Padahal perumusan tasawuf al-Ghazali dalam Ihya’‘Ulum al-Din yang sedemikian rupa merupakan upaya al-Ghazali menempuh jalan keseimbangan antara dimensi eksoterik dan esoterik dari pergulatan intelektual. Di mana telah sedemikian banyak khazanah intelektual Islam maupun non Islam pada masanya. Oleh karena itu, sudah dapat kita pastikan perumusan Ihya’‘Ulum al-Din, al-Ghazali bangun atas dasar kerangka metodologi dan filosofis, serta analisis yang mapan.

Bisa jadi, niat dan gagasan cemerlang al-Ghazali dalam Ihya’‘Ulum al-Din tentang tasawuf tidak tertangkap dengan baik oleh generasi berikutnya. Karena sistem berpikir, pendekatan, dan metodologi yang kita gunakan dalam mengantisipasi perkembangan intelektual, dan keagamaan yang tidak apresiatif, dan dianggap kurang tepat.

Dan pada akhirnya, bisa jadi pula yang kita apresiasi dan kita tangkap dalam Ihya’‘Ulum al-Din adalah konsep, ide-ide dan sinkretisasi antara dua keilmuan fikih dan tasawuf, sebagai langkah awal menuju bertasawuf. Sehingga apa yang kita pahami tidak berkembang dengan semestinya. []

Tags: Hikmahimam GhazaliislamSufitasawuf
Syahuri Arsyi

Syahuri Arsyi

Syahuri Arsyi, Pernah studi Filsafat Islam di Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Raden Mas Said Surakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, asal Sampang Madura. Peminat kajian Sosial dan studi keIslaman

Terkait Posts

Jumlah mahar

Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw

2 April 2023
Mahar adalah Simbol

Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

2 April 2023
Manusia Pilihan Tuhan

Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

2 April 2023
Tujuan menikah

Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

1 April 2023
Sarana Menikah

Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

1 April 2023
kerja rumah tangga

Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

1 April 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist