• Login
  • Register
Kamis, 23 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Intoleransi di Banyak Segi

Toleransi sebagai cara pandang artinya menerima perbedaan dengan kesediaan terbuka pada berbagai sudut pandang, sehingga tumbuh kepekaan dan empati pada pihak lain yang berbeda dalam penghayatan nilai, sistem norma dan kebiasaan hidup.

Listia Listia
26/01/2021
in Publik
0
Toleransi

Toleransi

249
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Toleransi adalah keadaan yang diwarnai sikap saling menerima adanya perbedaan latar belakang dalam berbagai bentuk pergaulan, yang memungkinkan seseorang mampu menghormati perbedaan pada orang lain dengan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan.

Merujuk pada asal kata dalam bahasa Latin tolerare, toleransi mengandung makna menahan; yaitu menahan sesuatu yang sesungguhnya dapat dilakukan namun ditahan mengingat adanya kebutuhan dan kondisi-kodisi pihak lain yang perlu dihargai. Dalam toleransi ada kelenturan sikap, bukan memenangkan kepentingan ego, melainkan justru menghindar dari cara pikir menang-menangan untuk kepentingan bersama yang lebih besar.

Sebagian masyarakat kita ada yang beranggapan bahwa soal toleransi hanya dikaitkan dengan urusan perbedaan agama, suku dan antargolongan. Padahal ranah perbedaan meliputi lebih banyak segi. Perbedaan agama, suku, ras dan antargolongan selama ini memang dianggap paling sensitif –dalam pengertian dianggap mengkhawatirkan mudah menimbulkan kemarahan bila salah membahas– karena hal-hal ini menyangkut soal doktrin keselamatan, identitas primordial maupun status sosial tertentu, sehingga orang menyikapi hal ini dengan lebih hati-hati.

Kenyataannya, intoleransi karena perbedaan strata ekonomi, jender,  usia, akses informasi, perbedaan kemampuan dll juga dapat menimbulkan ketidakadilan dan berdampak sosial yang tidak sehat bila tidak dikelola dengan baik.

Memahami pola intoleransi dalam banyak segi

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas
  • Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Baca Juga:

Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Ada banyak yang orang merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak lain di bebagai segi kehidupan. Ada banyak anak yang tidak mendapat ruang aspirasi karena orang tua merasa lebih tahu tentang apa yang terbaik untuk anak, ada banyak kelompok minoritas yang dianggap sesat atau tidak bertuhan hanya karena beda tafsir atau berbeda cara merumuskan keyakinan, dll.

Hal-hal seperti Ini juga termasuk intoleransi dalam mengelola perbedaan. Maka akan sangat berguna bila kita dapat menelah pola-pola relasi yang mengandung berbagai perbedaan, yang luput dari perhatian karena dikategorikan tidak membutuhkan sikap toleran.

Tidak hanya soal agama atau suku, perbedaan usia, perbedaan kemampuan, latar belakang sosial ekonomi, akses pada pada informasi dll, di dalamnya terdapat juga perbedaan pengalaman, perbedaan pengetahuan, perbedaan penghayatan nilai-nilai yang secara keseluruhan membentuk cara pandang yang berbeda-beda tentang kehidupan.

Di sinilah komunikasi menjadi jembatan yang mempertemukan makna. Namun tidak selalu komunikasi yang terbangun bermuatan seimbang, karena pola hubungan yang timpang. Komunikasi dalam pola hubungan yang tidak seimbang, selalu ada pihak yang memposisikan diri dominan dan ada pihak yang dilemahkan oleh keadaan.

Banyak orang kaya merasa lebih berhak dihormati dan bicara lebih banyak dari dari orang yang kurang miskin. Orang dengan kemampuannya umum seringkali merasa lebih tahu kebutuhan-kebutuhan kelompok disabilitas dan banyak kasus lain dalam beragam ranah perbedaan. Dalam situasi komunikasi dan relasi seperti ini, prasangka dan curiga antarkelompok sering muncul dan makin memperpesar potensi munculnya tindakan intoleran dan diksiminatif.

Beberapa hari ini kasus, siswi bukan muslim yang dikondisikan untuk berjilbab di sekolah negeri mendapat perhatian publik. Pihak sekolah merasa hanya menghimbau, namun wali siswi memiliki persepsi dipaksa. Yang jelas hal ini terkait kepekaan dan kebijaksanaan yang minim, bahwa diantara makna menghormati perbedaan agama adalah memberi ruang dan menghormati tata nilai, sistem norma, kebiasaan dan cara hidup yang berbeda.

Kelompok minoritas dalam masyarakat sering kali memilih diam dan terkesan mengikuti kemauan mayoritas karena ada kekhawatiran tidak disukai atau tidak diterima oleh lingkungan. Apalagi dalam hal ini ada dobel pola hubungan yang tidak seimbang; mayoritas-minoritas dan siswa-pihak sekolah. Peristiwa dobel pola hubugan tidak seimbang juga pernah terjadi di sebuah sekolah di Bali pada 2014 yang melarang siswi muslim  menggunakan jilbab, dengan alasan sama dengan yang terjadi Sumatera Barat, yaitu mengikuti kearifan budaya lokal.

Di Sumatera Barat dengan mayoritas muslim, di Bali dengan mayoritas Hindu. Secara etis, mestinya pihak yang mayoritas perlu lebih peka pada kebutuhan dan cara hidup kelompok minoritas agar tidak ada pihak yang ‘terpaksa mengalah’ yang pada praktiknya adalah bentuk intoleransi. Kepekaan untuk dapat menghormati kemanusiaan adalah salah satu hal yang penting dalam menumbuhkan karakter dalam lembaga pendidikan, sehingga sangat disayangkan kejadian seperti ini terjadi dalam lembaga pendidikan.

Toleransi sebagai cara pandang

Toleransi sebagai cara pandang artinya menerima perbedaan dengan kesediaan terbuka pada berbagai sudut pandang, sehingga tumbuh kepekaan dan empati pada pihak lain yang berbeda dalam penghayatan nilai, sistem norma dan kebiasaan hidup. Dengan demikian komunikasi yang terjadi adalah komunikasi yang dialogis dengan asumsi bahwa perbedaan harus dijembatani dengan pola hubungan yang setara sebagai sesama manusia dan sesama warga negara.

Mengingat banyaknya ranah perbedaan dalam kehidupan masyarakat, sudah semestinya toleransi perlu dididikkan untuk menjadi cara pandang agar pengelolaan perbedaan secara adil dapat menjadi kebiasaan sehari-hari. Menerima kenyataan perbedaan membutuhkan kesadaran moral dan kedewasaan kepribadian karena menuntut pengendalian ego. Mampu berfikir kritis sekaligus batin yang ikhlas dalam setiap mengupayakan kebaikan hidup bersama adalah pemenuhan tuntunan agama dalam mencapai akhlak mulia, sehingga toleransi pun perlu diusahakan sebagai bagian dari mengusahakan kesalehan beragama itu sendiri. []

Tags: keadilankeberagamankemanusiaanPerdamaiantoleransi
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

Perayaan Nyepi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

22 Maret 2023
Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Pembahasan Childfree

Polemik Pembahasan Childfree Hingga Hari Ini

18 Maret 2023
Bimbingan Skripsi, Kekerasan Seksual

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

17 Maret 2023
Kekerasan Simbolik

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

16 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perayaan Nyepi

    Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist