Mubadalah.id – Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) kembali mencatat sejarah baru. Melalui program Praktik Islamologi Terapan (PIT) Internasional, sebanyak sepuluh mahasantri Program Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF akan menjalani pengabdian dan pembelajaran selama satu bulan di Malaysia dan Singapura.
Program ini tak hanya menjadi pengalaman pertama bagi sebagian besar mahasantri. Tetapi juga membuka jalur kolaborasi akademik global yang lebih luas bagi ISIF ke depan.
Rektor ISIF, Marzuki Wahid, MA., menegaskan bahwa keberangkatan PIT Internasional ini bukan sekadar studi lapangan biasa. “Ini adalah kolaborasi dua arah. Mahasiswa kita ke Malaysia dalam konteks belajar dari realitas pekerja migran Indonesia di luar negeri. Tetapi pada saat yang sama mereka juga memberi kontribusi langsung. Terutama dalam pendidikan anak-anak para pekerja migran,” kata Marzuki, pada 23 Juli 2025.
Belajar dari Realitas Global
Di Malaysia, para mahasantri SUPI akan melakukan live in dan terlibat langsung di Sanggar Belajar Sungai Mulia 5, sebuah pusat pendidikan informal bagi anak-anak pekerja migran Indonesia yang diasuh oleh dua tokoh Cirebon yaitu Nyai Mimin dan Kiai Liling.
Selama satu bulan penuh, mereka akan mengajar, mendampingi, dan menjalankan kegiatan pendidikan bersama komunitas tersebut.
“Saling menguntungkan. Mereka belajar dari realitas kehidupan para pekerja migran dan anak-anak mereka—problemnya seperti apa, bagaimana mereka bertahan hidup, apa solusi yang mereka temukan. Di sisi lain, mahasantri kita hadir memberi pendidikan, pengetahuan, dan juga inspirasi,” ungkap Marzuki.
Tak hanya itu, para mahasiswa yang melaksanakan PIT internasional juga akan berinteraksi dengan komunitas akademik dan sejumlah organisasi masyarakat sipil seperti Sisters in Islam dan Musawah Global. Mereka akan mendalami isu-isu seperti keadilan gender, migran, pendidikan, dan kebijakan keagamaan di level internasional.
Hasil dari interaksi ini akan dituangkan dalam bentuk artikel ilmiah yang diharapkan bisa dipublikasikan di jurnal akademik atau buku kumpulan tulisan.
Peluang Pertukaran Mahasiswa dan Kolaborasi Internasional
Ke depan, ISIF ingin memperluas bentuk kolaborasi internasional yang lebih sistemik, termasuk pertukaran pelajar dengan berbagai perguruan tinggi luar negeri.
“Kami sangat berharap bisa mewujudkan program pertukaran pelajar. Sebelum ini, kami pernah menerima mahasiswa luar, seperti dari Malaysia, Swedia, dan Jerman yang datang untuk studi tentang gender dan Islam,” kata Marzuki.
ISIF pernah menjadi tuan rumah bagi mahasiswa dari berbagai negara yang menjalani studi singkat (visiting studies) atau riset lapangan di Cirebon. Pengalaman itu membuka ruang dialog antarbangsa yang memberi warna baru pada dunia akademik lokal.
Marzuki menyebut, pengalaman seperti ini tak hanya memperkaya perspektif mahasiswa. Tetapi juga memperkuat posisi ISIF dalam peta perguruan tinggi Islam di Asia Tenggara.
“Bayangkan, ISIF yang kecil, di Cirebon, bisa punya peran di panggung global. Bukan hanya mungkin, tapi harus diusahakan,” tegasnya.
Tak berhenti di Malaysia dan Singapura, ISIF berencana membuka jejaring ke negara-negara lain yang memiliki konsentrasi pekerja migran Indonesia.
“Thailand sangat mungkin, juga Mesir. Bahkan saya baru ngobrol tadi malam, ada kemungkinan ke Hongkong dan Korea Selatan, di mana pekerja migran kita juga banyak,” jelas Marzuki.
Namun, ia mengakui bahwa persoalan pendanaan menjadi tantangan utama. “Tentu kami berharap ada dukungan dari berbagai pihak. Tapi kalaupun tidak, kami akan upayakan skema pembiayaan yang tidak memberatkan mahasiswa. Kita tetap harus punya mimpi besar,” ujarnya.
ISIF: Kecil Tapi Bertaraf Internasional
Meski dikenal sebagai kampus Islam kecil dan berbasis pesantren di Cirebon, ISIF tidak ingin tertinggal dalam membangun kualifikasi akademik bertaraf internasional. Bagi Marzuki, ukuran fisik kampus bukan penghalang untuk berkibar di kancah global.
“Kami ingin ISIF bertaraf internasional, meskipun kampus ini mungil. Distingsi kami ada pada kekhasan pendekatan: Islam yang kontekstual, berkeadilan gender, dan responsif terhadap zaman,” ujarnya.
Bahkan, menurutnya, bukan tidak mungkin suatu saat ISIF berkembang menjadi universitas Islam yang fokus pada studi-studi keislaman yang mendalam, progresif, dan kontributif secara global.
“Kami ingin menjadi pusat Islam studies yang menjawab tantangan zaman. Islam yang punya kedalaman dalam riset, tapi juga punya jejaring internasional yang kuat,” pungkasnya. []