• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Islam Datang untuk Mengubah Akhlak, Bukan Identitas Budaya

Umat Islam belum mampu sepenuhnya memahami, bagaimana perbedaan merupakan rahmat dari-Nya yang seharusnya kita syukuri

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
15/06/2023
in Publik
0
Islam, Akhlak

Islam, Akhlak

976
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Islam datang untuk mengubah akhlak, bukan identitas budaya. Selain itu, Islam juga hadir sebagai risalah terakhir, yang kita gadang-gadang dapat menjadi jawaban atas segala problematika zaman. Alih-alih menjadi jawaban, umat Islam saat ini masih saja bersiteru dalam ruang perbedaan madzhab, keyakinan, suku, bahasa, dan masih banyak lagi.

Umat Islam belum mampu sepenuhnya memahami, bagaimana perbedaan merupakan rahmat dari-Nya yang seharusnya kita syukuri. Sehingga, sangat tidak bisa terelakkan jika masih saja terjadi konflik yang mengatasnamakan agama terjadi di berbagai belahan dunia.

Konflik yang tidak saja berskala kecil, tetapi juga berskala besar yang memberikan dampak kerugian pada hilangnya materi, nyawa dan juga keamanan bagi keselamatan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Agama telah menjadi senjata yang mematikan, bukan menghidupkan dengan penuh kebahagiaan.

Jika telah demikian, maqashid syariah yang utama maupun segala bentuk turunannya sangat mustahil untuk kita wujudkan dan kita rasakan. Sudah saatnya umat Islam menata ulang pemahamannya terkait visi misi Islam yang sesungguhnya. Agar semua yang berkaitan dengan agama tersebut menjadi rahmat untuk seluruh alam. Bukan rahmat bagi diri atau kelompoknya saja.

Menyempurnakan Akhlak Mulia

Innamaa bu’itstu li utammima makaarim al-akhlaaq. Pernyataan Kanjeng Nabi tersebut sungguh masyhur dan tidak ada umat Islam yang tidak mengetahuinya. Untuk menyempurnakan akhlak madzmumah menjadi karimah. Akhlak madzmumah merupakan akhlak yang menggerus nilai-nilai keadilan Tuhan yang berada di bumi, yang sifatnya intimidasi, diskriminasi, dan monopoli atas pihak yang lain.

Baca Juga:

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

Tafsir Sakinah

Menyempurnakan tidak sama dengan mengganti, hingga dapat kita maknai, jika telah ada kebaikan dan karimah yang tidak madarat atas hak asasi manusia di era sebelumnya. Maka tidak perlu untuk kita sempurnakan dan kita formalisasi dengan paksa atas risalah tersebut. Di mana yang kita sempurnakan akhlak lho, bukan identitas leluhur dan juga kebiasaan baik yang sudah membudaya di masyarakat tertentu.

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimahnya mengungkap berbagai data penelitiannya, tentang bagaimana kondisi alam dan geografis sebuah wilayah sangat berpengaruh pada identitas suatu kelompok manusia. Yakni dari profesinya, warna kulitnya, karakternya, makanannya, dan masih banyak lagi.

Jadi, keberagaman itu adalah keniscayaan. Sangat sulit bagi kita untuk menjadikan orang-orang dengan kondisi kulit gelap karena tinggal di daerah dengan sinar cahaya yang sangat berlimpah untuk memiliki kulit yang terang.

Sangat sulit bagi kita meminta orang-orang dengan mata pencaharian sebagai pedagang ataupun peternak di tengah gurun untuk menjadi petani padi atau juga nelayan ikan di lautan. Itu sungguh sangat merepotkan dan kecil kemungkinan untuk berhasil.

Keragaman Bumi

Kondisi bumi sebahaimana penjelasan Ibnu Khaldun, dengan berbagai musimnya, dan penerimaan cahaya mataharinya, sungguh membentuk karakter dan budaya kehidupan masyarakat yang berbeda-beda. Bahkan juga terhadap kondisi fisiknya. Apakah kita tetap ingin memaksa untuk menyeragamkannya? Sangat mustahil.

Oleh karena itu, kondisi yang Ibnu Khaldun catat tersebut sangat relevan dengan bunyi Alquran Surah Al-Hujurat ayat 13. Di mana memang Tuhan menjadikan kita semua ini berbeda dalam jenis kelamin, suku dan bangsa untuk saling mengenal, hingga kemudian saling mengasihi dan menyayangi. Bukan justru saling menghakimi dengan perspektif tunggal yang kita miliki.

Ayat tersebut juga meneguhkan, bahwa perbedaan adalah keniscayaan yang tidak perlu selalu kita ributkan. Karena tidak akan ada ujungnya, dan semua pihak memiliki standar kebaikannya masing-masing bagi diri maupun kelompoknya. Bumi Tuhan itu tidak saja tanah yang kita pijak dengan segala udara yang kita hirup. Tapi bumi Tuhan juga diinjak oleh orang lain di belahan dataran, maupun lautan yang lain dari segala penjuru mata angin. Di mana hanya Dia Yang Mengetahui batas ujungnya.

Pendekatan Dakwah Walisongo

Para Walisongo sangat memahami teks Alquran dan Sunnah dengan berbagai pendekatan. Tidak saja pendekatan tunggal tekstual yang bersifat qawliyah, tetapi juga pendekatan kontekstual lainnya yang bersifat kawniyah. Sunan Kalijaga membawa ajaran tauhid melalui budaya pertunjukan wayang tanpa merubah lakonnya. Bahkan pakaian lurik dan blangkon yang nenjadi identitas sukunya sangat melekat pada potret beliau.

Sunan Kudus tetap membawa arsitektur candi pada bangunan masjid yang didirikannya, bahkan melarang penyembelihan sapi yang masyarakat sekitar keramatkan, walaupun syara menghalalkannya. Sunan Ampel dengan pondok dan santrinya, juga dengan aksara pegonnya, mengukuhkan bahwa tradisi dan budaya baik tidak perlu kita ganti. Karena visi misi Islam yang sejati adalah menjadi rahmat untuk seluruh makhluk di bumi dengan akhlak baik yang tertanam dari dalam hati.

Dari sini kita akan memahami pernyataan Pak Karno yang menyatakan bahwa kalau jadi orang Hindu, jangan jadi orang India. Sedangkan kalau jadi Islam, jangan jadi orang Arab. Lalu, kalau jadi Kristen, jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini. Juga pernyataan Gus Dur yang berbunyi “Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita. Pertahankan apa yang menjadi milik kita, kita harus serap ajarannya, bukan budaya Arabnya.”

Jika umat Islam dan pemeluk agama lainnya memahami hal ini dengan sangat baik, tentu visi misi baik seluruh keyakinan akan tercipta. Yakni dunia yang tenang dan damai dari segala bentuk huru-hara. Tidak ada yang memaksa, tidak ada yang kita paksa. Lalu, tidak ada yang merasa kita rugikan, dan tidak ada identitas budaya yang berubah. Semuanya tetap menjadi beragam sebagaimana kuasa yang Tuhan kehendaki. []

Tags: agamaBudayadakwahislamIslam NusantaraTradisiWallisongo
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rumah Tak

    Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID