• Login
  • Register
Sabtu, 4 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Jangan Berlebihan dalam Beragama

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
08/11/2019
in Publik
0
Ilustrasi: pixabay[dot]com

Ilustrasi: pixabay[dot]com

9
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Sesuatu yang berlebih-lebihan itu tidak baik. Bahkan jika itu adalah agama. Agama memang baik bagi semua orang, tapi beragama dengan melewati batas-batas yang sudah ditentukan justru akan merusak sendi-sendi agama itu sendiri.

Shalat memang baik. Makan juga. Minum apalagi. Tapi apabila semua itu dilakukan secara berlebihan, tentu akan menjadi tidak baik. Meskipun agama memerintahkan, tetapi apabila pelaksanaannya berlebihan maka sangat mungkin perintah itu malah menimbulkan kerusakan.

Ada sebuah hadis yang diriwayatkan Anas r.a.. Dia bercerita bahwa ada tiga orang yang datang menemui istri-istri Nabi untuk menanyakan tentang ibadahnya Nabi. Istri-istri Nabi pun menceritakan bahwa meski sejak kecil sudah dijamin masuk surga, tetapi Rasulullah tetap melaksanakan ibadah dengan berat. Sangat jauh disbanding mereka.

Lalu orang pertama pun bertekad akan shalat malam terus menerus. Orang kedua bertekad akan puasa sepanjang tahun tanpa henti. Dan orang ketiga berjanji akan menjauhi perempuan dan tak akan menikah selamanya.

Ketika mendengar ketiga orang itu, Nabi bersabda,

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part II
  • Klaim Kebenaran Subjektif Mayoritas sebagai Tantangan Moderasi Beragama
  • Atur Pengeras Suara Demi Kenyamanan dan Toleransi
  • Cara Menumbuhkan Sikap Toleransi dalam Islam

Baca Juga:

Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part II

Klaim Kebenaran Subjektif Mayoritas sebagai Tantangan Moderasi Beragama

Atur Pengeras Suara Demi Kenyamanan dan Toleransi

Cara Menumbuhkan Sikap Toleransi dalam Islam

“Benarkah kalian yang mengatakan akan shalat malam terus menerus, akan berpuasa setiap hari, dan tidak akan menikah selama hidup? Bukankah, demi Allah, aku orang yang paling takut di antara kalian kepada Allah dan paling bertakwa kepada-Nya, namun demikian aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan juga tidak berpuasa, dan aku menikahi wanita? Barangsiapa tidak menyukai sunahku maka ia bukan golonganku” (HR Bukhori dan Muslim).

Hadits ini mengajarkan bahwa dalam urusan ibadah sekalipun, kita tidak bisa terlalu memberatkan fisik dan kesahatan. Ibadah akan dilarang jika ia bisa membahayakan keselamatan diri. Dengan begitu, ibadah yang dilakukan secara berlebih-lebihan hingga mencelakai diri sendiri tidak dibenarkan dalam Islam.

Berlebih-lebihan juga tidak dianjurkan dalam dakwah dan muamalah. Kita boleh saja melakukan syiar Islam ke seluruh penjuru, tapi tidak boleh dengan cara kekerasan, dengan memaksa, peperangan, apalagi teror.

Begitupun, kita harus selalu berhubungan baik dengan orang lain meskipun dia berbeda pilihan agama dan keyakinan. Jangan karena ada yang berbeda madzhab, kemudian disalahkan dan dikafirkan. Ini tak lain dari bentuk berlebih-lebihan dalam beragama.

Islam menjadikan syahadat, baik syahadat tauhid maupun syahadat rasul sebagai salah satu pokok ajaran (rukun Islam). Dua syahadat ini tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Keduanya satu paket. Artinya, hubungan kita dengan Allah (syahadat tauhid), selalu terkait dengan hubungan kita dengan manusia (syahadat rasul).

Kesempurnaan kita memeluk Islam bukan hanya melulu urusan ibadah kita kepada Allah, melainkan juga amat tergantung pada relasi baik kita dengan orang lain. Maka, sikap mau menang sendiri dengan meyakini bahwa ajarannya yang paling benar tidak sejalan dengan pokok-pokok Islam. Apalagi jika sampai mengkafir-kafirkan orang lain.

Dengan begitu, tidak sempurna Islam seseorang kalau dia masih suka mencaci maki orang lain, menghina, menyalahkan, berbuat tidak baik, melakukan kekerasan, atau bahkan mengkafirkan orang lain. Dengan mengatasnamakan agama dan Allah sekalipun.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang ciri bagaimana orang yang berlebihan dalam beragama, Yusuf Al-Qaradhawi dalam al-Shahwah al-Islamiyah  baina al-Juhud wa al-Tatharruf menyebutkan setidaknya ada lima tanda-tanda mereka. Saya kutip dari tulisan M. Alvin Nur Choironi di islami.co.

Pertama, fanatik pada satu pendapat dan tidak mengakui pendapat yang lain.

Kedua, sering mewajibkan sesuatu yang tidak pernah diwajibkan oleh Allah Swt.

Ketiga, bersikap keras dan kasar.

Keempat, sering berburuk sangka dan gampang menuduh.

Kelima, mudah mengkafirkan orang lain.

Jika kelima tanda-tanda tersebut ada pada seseorang, sebaiknya Anda berhati-hati untuk tidak mengikutinya. Demi menghindari bahaya berlebih-lebihan dalam beragama.[]

Tags: berlebihan dalam beragamaModerasi Beragama
Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Hari Kanker Sedunia

Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker

4 Februari 2023
Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Ulama Perempuan

Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama

30 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nabi Saw Menghormati Anak Perempuan

    Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Ibn Hazm aẓ-Ẓahiri Terhadap Ulama yang Membolehkan Pernikahan Tanpa Wali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pada Masa Nabi Saw, Para Perempuan Ikut Aktif Terlibat Dalam Politik
  • Hari Kanker Sedunia: Pentingnya Deteksi Dini untuk Cegah Kanker
  • Kisah Saat Para Perempuan Menjadi Saksi Kelahiran Nabi Muhammad Saw
  • Lima Pilar Penyangga Dalam Kehidupan Rumah Tangga
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist