• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Kasih Sayang sebagai Pondasi Saling Percaya Suami Istri

Persoalan relasi suami istri yang dibangun dengan kasih sayang sebagai pondasi saling percaya, dengan pembagian peran yang adil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, maka tak perlu lagi dipertanyakan kapan seorang ibu akan pulang ke rumah

Zahra Amin Zahra Amin
09/01/2022
in Keluarga, Rekomendasi
0
sikap kasih sayang

sikap kasih sayang

140
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kemarin sore, ketika saya masih bertahan di Gedung Pusat Dakwah Nahdlatul Ulama Kabupaten Indramayu, ada panitia Konferensi Cabang yang bertanya, kenapa belum pulang? Di rumah anak dengan siapa? Saya jawab spontan dengan ayahnya. Melalui percakapan singkat itu, saya bertanya-tanya, mengapa ketika seorang ibu sedang berada di luar rumah, untuk kegiatan apapun, selalu ditanya anak di rumah dengan siapa, sementara ayah tidak ditanyakan sama sekali.

Secara jelas, masih banyak masyarakat yang beranggapan jika tugas pengasuhan anak hanya dibebankan pada perempuan. Kedua, hak perempuan untuk terlibat dalam kerja-kerja publik dan urusan sosial kemasyarakatan kerap kali dipandang sebelah mata, dan urusan perempuan itu ya hanya di ruang domestik alias di rumah saja, sehingga menganggap kehadirannya tak pernah ada, suaranya tak pernah terdengar, dan hak-haknya terabaikan.

Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan bahwa jika persoalan relasi suami istri yang dibangun dengan kasih sayang sebagai pondasi saling percaya, dengan pembagian peran yang adil sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, maka tak perlu lagi dipertanyakan kapan seorang ibu akan pulang ke rumah, atau ketika ibu sedang berada di luar rumah untuk urusan tertentu, tak perlu ada tanya di rumah anak-anak bersama siapa.

Dalam bingkai bahasa kasih sayang tersebut, konsep ketaatan dan kerelaan antara pasangan suami istri dipahami dan dipraktikkan dengan semangat saling melayani dan membahagiakan, karena ini merupakan pondasi dari relasi pasutri dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik dalam kerja-kerja domestik urusan rumah tangga, maupun kerja-kerja publik urusan sosial kemasyarakatan.

Konsep qimawah (QS. An-Nisa 4:34), sebagaimana saya kutip dari buku “Qira’ah Mubadalah” yang ditulis Kiai Faqihuddin Abdul Kodir, bahwa pernikahan dalam perspektif mubadalah tidak bisa dipahami sebagai hak kepemimpinan yang mutlak oleh mereka yang berjenis kelamin laki-laki terhadap yang berjenis kelamin perempuan.

Sebab dalam Islam, pernikahan bukan kontrak politik pemerintahan, sehingga suami bukan pemerintah di mana istri sebagai rakyatnya. Pernikahan juga bukan kontrak perbudakan, sehingga suami bukan majikan di mana istri sebagai budaknya.

Baca Juga:

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Pernikahan juga bukan kontrak perburuhan, sehingga suami bukan bos di mana istri sebagai buruhnya. Pernikahan adalah kontrak perkongsian (izdiwaj) dan kerja sama (musyarakah). Baik suami maupun istri memiliki tanggung jawab yang sama terhadap keberlangsungan keluarga dan rumah tangga.

Dengan demikian, qimawah adalah soal pertanggungjawaban terhadap keberlangsungan keluarga dan rumah tangga. Tanggung jawab ini disematkan kepada laki-laki atas perempuan dalam ayat ini karena secara sosial, merekalah yang biasanya memiliki kapasitas dan sumber daya (harta). Tetapi secara normatif, qiwamah ini menjadi tanggung jawab bersama. maka karena itu, ketika perempuan juga mempunyai kapasitas dan sumber daya, ia berkewajiban berkontribusi secara bersama-sama.

Begitu pun ketaatan, yang seringkali disuarakan oleh banyak pihak dengan menyitir berbagai ayat dan hadits, ditujukan kepada perempuan/istri saja. seharusnya dipahami dalam konteks tanggung jawab berumah tangga dengan bingkai kasih sayang yang bersifat resiprokal.

Dengan semangat kasih sayang yang resiprokal ini, ketaatan istri pada suami dan sebaliknya suami pada istri, semata-mata untuk kepentingan keberlangsungan keluarga dan rumah tangga, bukan bersifat mutlak, apalagi semena-mena.

Artinya karena tuntutan ketaatan itu untuk kelangsungan relasi yang kuat dan saling menyayangi, maka ia ditujukan kepada suami dan istri sekaligus. Di mana satu sama lain saling berbagi kasih sayang, menaati dan melayani untuk kebaikan dan kebahagiaan bersama.

Tidak hanya satu arah, taat istri kepada suami semata. Tetapi dua arah, saling menaati, dan berbagi kasih sayang satu sama lain. Karena keduanya bersama-sama, satu sama lain saling mengingatkan dan menganjurkan kebaikan-kebaikan untuk keberlangsungan rumah tangga serta keutuhan keluarga. []

Tags: istrikasih sayangkeluargaKesalingansuami
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID