Mubadalah.id – Hadits adalah sumber pengambilan hukum Islam kedua yang mesti dirujuk oleh umat Islam setelah al-Qur’an. Dalam masalah KB, meskipun tidak ada hadits yang spesifik menyebutnya, namun nampaknya terdapat model pelaksanaan perencanaan keluarga yang direkam oleh hadits yakni azl.
Dalam bahasa modern, azl, sama dengan “coitus interruptus” yang artinya persenggamaan yang terputus. Namun secara harfiyah pengertian azl adalah pelepasan hormon seks laki-laki dari tubuh perempuan sebelum orgasme. Pertanyaannya adalah apakah azl dibolehkan atau dilarang?
Sebenarnya hadits-hadits yang menyinggung persoalan azl ini tidak hanya bersifat monolitik artinya hanya menolak saja, akan tetapi terdapat pula hadits-hadits lain yang mendukung pelaksanaa azl.
Dengan demikian di sini terdapat dua kelompok hadits yang saling kontradiktif; pertama, yang mendukung dan kedua yang menolak azl. Untuk melihat tingkat kontradiksinya, berikut ini saya kemukakan dua kelompok hadits di atas.
Larangan Azl
Adapun hadits-hadits yang tidak membolehkan azl antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Muslim yang dicatat dari Aisyah berkaitan dengan sahabat perempuan yang bernama Jundamah binti Wahb. Ia pernah mendengar pertanyaan seputar azl yang diajukan kepada Rasulullah.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, nabi berpendapat bahwa azl sama dengan sebuah tindakan tersembunyi penguburan bayi-bayi baru. Oleh kalangan yang menolak azl, hadits ini menjadi pedoman pengharaman tindakan tersebut.
Selanjutnya kelompok ini berkata bahwa “segala hal pada dasarnya dibolehkan sebelum ada keputusan hukum”. Karena jelas azl sudah dilarang oleh Rasulullah, maka hukum azl juga tidak diperbolehkan.
Kedua, hadits lain yang melarang azl datang dari Ubaidillah bin Umar yang mengutip Nafih. Menjelaskan bahwa Ibnu Umar tidak mempraktikkan azl dan ia mengatakan, “kalau tahu bahwa salah seorang anak saya mempraktikkan azl, maka akan aku hukum”. Sedangkan Ibnu Umar tidak akan memberikan hukuman atas semua tindakan yang telah agama izinkan.
Dengan demikian berdasarkan riwayat ini maka azl dilarang. Selain itu, menurut pendapat beberapa ahli hadits, Ali dan Abdullah Ibnu Mas’ud juga melarang azl. Alasannya karena azl sama dengan penguburan bayi. Said Ibn Musayyab juga meriwayatkan bahwa sahabat Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan melarang azl.
Boleh Melakukan Azl
Namun demikian, selain hadits-hadits yang melarang azl, juga terdapat hadits-hadits yang membolehkannya. Hadits-hadits yang membolehkan azl ini sekaligus menjadi tandingan atas hadits-hadits yang melarang melakukan azl. Hadis-hadis tersebut antara lain Imam As-Syaukani kumpulkan dalam Nailul Authar yang intinya sebagai berikut:
Pertama, riwayat dari Jabir (ra), bahwa kalangan sahabat pada masa Nabi sering mempraktikkan azl sedangkan masa itu al-Qur’an masih turun. Dalam sebuah riwayat lain menyebutkan bahwa praktik azl ini, ia laporkan kepada Nabi, tetapi Nabi diam saja.
Kedua, riwayat dari Jabir menyatakan bahwa suatu saat pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata, bahwa ia ingin melakukan hubungan seks dengan budaknya tanpa resiko kehamilan, Nabi menjawab agar laki-laki tersebut mempraktikkan azl.
Ketiga, riwayat Abu Said yang menyatakan bahwa ia pernah bersama Rasulullah berputar-putar dalam rangka merazia Banu Musthaliq dan menangkap beberapa perempuan saat itu di antara tawanannya. Para sahabat yang ikut serta tergetar hatinya untuk melakukan hubungan seksual. Mereka ingin mempraktikkan azl, dan sebelumnya tanya kepada Rasulullah tentang hal tersebut.
Rasulullah mengatakan, kamu tidak usah ragu-ragu, Allah telah menentukan segala apa yang Allah ciptakan sampai hari akhir.
Keempat, riwayat Abu Said yang menyatakan bahwa orang Yahudi menganggap azl itu pembunuhan kecil. Atas persoalan ini, lalu Rasulullah menyatakan bahwa orang Yahudi salah, jika Allah menginginkan untuk mencipta sesuatu, maka tidak seorangpun yang dapat mengalihkan.
Kelima, riwayat Umar bin Khattab yang menyatakan bahwa Rasulullah mengharamkan azl jika tanpa seizin istri.
Tidak Ada Larangan
Berdasarkan riwayat-riwayat di atas, kita tahu bahwa ternyata azl dipraktikkan pada masa Rasulullah sendiri tidak melarang atau memberhentikan praktik tersebut. Kalau kita lihat urutan hadits di atas pada dasarnya ada dua hal yang patut diperhatikan kaitannya dengan kehalalan azl.
Pertama, azl boleh suami lakukan dengan syarat harus mendapatkan persetujuan dari istri sebagaimana tercantum dalam hadits riwayat Umar bin Khattab di atas.
Kedua, azl berkaitan dengan kekuasaan Allah yang tidak terbatas. Artinya, apapun yang Allah kehendaki untuk terjadi pasti akan terjadi. Hal ini bisa kita lihat nomor 2, 3 dan 4. Dengan demikian azl tidak mengancam rencana Allah. []