Mubadalah.id – Saat ini, sebagian besar umat tengah merasakan kebahagiaan dengan berlangsungnya bulan Ramadan. Kebahagiaan umat Islam pada bulan itu terefleksi dalam giat dan semangat mereka dalam melakukan amal ibadah di bulan mulia ini, khususnya ibadah puasa.
Rasulullah bersabda bahwa ada dua kebahagiaan yang Allah berikan kepada orang yang berpuasa, dan ini menjadi motivasi bagi kita untuk menjalani Ramadan dengan penuh kebahagiaan.
Sebagaimana dalam hadis qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ، فَرْحَةٌ عِندَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِندَ لِقَاءِ رَبِّهِ
Artinya: Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: kebahagiaan saat berbuka, dan kebahagiaan saat bertemu dengan Tuhannya. (Muttafaqun alaih)
Beban saat berpuasa menahan segala keinginan hawa nafsu kelak berakhir dengan berjuta kebaikan yang menyenangkan, baik di dunia, maupun di akhirat. Orang yang berpuasa akan merasakan bahagia saat ia menyelesaikan ibadah puasa, karena ia dapat melakukan kembali perkara-perkara yang terlarang saat ia berpuasa.
Kebahagiaan bagi orang yang berpuasa lebih besar adalah ketika seorang muslim bertemu dengan Allah di akhirat kelak. Yakni menghadapNya dalam keadaan tidak takut terkena azab Allah dan masuk golongan ahlu surga. Kenikmatan abadi yang tidak ada bandingannya di dunia ini. Dalam firman-Nya;
“Wahai manusia, sesungguhnya engkau bekerja keras menuju Tuhanmu, maka engkau akan menemuinya.” (QS. Al Insyiqaq: 6)
Puasa Sebagai Pelajaran dalam Mengendalikan Hawa Nafsu
Dengan berpuasa, seorang muslim diajarkan untuk mengendalikan diri dan menahan hawa nafsunya serta memperbaiki kebiasaan perilakunya. Sebab telah mafhum bahwa hawa nafsu dalam diri manusia adalah sumber utama dari godaan setan dan perbuatan buruk yang membuat diri dia tidak akan memperoleh kebahagiaan baik di dunia dan akhirat.
Hawa nafsu apabila kita biarkan atau tidak kita tundukkan, setiap perilakunya akan tidak baik. Sebaliknya, jika seseorang mampu menguasai nafsunya, setiap perbuatan dan perkataannya adalah kebaikan dan kesalihan yang mengantarkan diri kepada kebahagiaan.
Pengendalian sebagaimana yang dimaksud itulah yang ingin terbangun dari ibadah puasa Ramadan, sesuai dengan inti puasa. Yaitu al-imsak yang berarti menahan diri atau hawa nafsu. Hal ini sebagaimana ulama telah menafsirkan dari ayat-ayat puasa (QS. al-Baqarah ayat 183-187), bahwa tujuan utama puasa adalah untuk mengubah kualitas jiwa seorang hamba agar menjadi lebih terkendali dalam mengelola hawa nafsu.
Larangan Melakukan Tindakan yang tidak Bermoral
Ketika berpuasa, selain menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa secara lahir seperti makan, umat Islam juga dilarang melakukan tindakan yang tidak bermoral. Sebab hal itu dapat membatalkan pahala puasanya. Di antaranya sebagaimana dalam hadits, Nabi Saw bersabda, “Lima hal yang menjadikan puasa batal (pahalanya), yaitu: berbohong; menggunjing; mengadu domba, melihat dengan syahwat dan sumpah palsu.”
Tetapi juga menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumiddin, juz 3, h. 85, ketika seseorang berpuasa, dengan menahan diri dari makan dan minum itu, sejatinya hawa nafsunya akan terkendali. Sebab di antara faidah atau manfaat saat perut dalam kondisi lapar adalah bisa menaklukkan hawa nafsu yang berpotensi untuk menjerumuskan dalam perbuatan maksiat.
Makanan sebagaimana kata al-Ghazali adalah ‘bahan bakar’ bagi hawa nafsu. Dengan mengurangi mengonsumsi makanan, maka hawa nafsu akan meredup dan seseorang mampu mengendalikan diri.
Jika seseorang mampu mengendalikan diri, maka ia mampu arahkan tubuhnya untuk melakukan kebaikan dan menghindari perilaku tercela, dengan begitu hidupnya akan selalu dalam ketenangan dan kesenangan. Dengan demikian, kebahagiaan terletak pada keberhasilan dalam memerangi hawa nafsu dan menahan diri dari hal yang berlebihan.
Kebahagian Bagi Orang yang Berpuasa
Puasa Ramadan yang merupakan salah satu moment untuk memperkuat kemampuan mengendalikan diri seorang muslim. Dalam ilmu psikologi, pengendalian diri atau self control kita artikan sebagai kemampuan untuk mengelola setiap hasrat dan mengarahkan pada tingkah laku yang baik. Kemampuan pengendalian diri akan mendorong seseorang untuk membuat keputusan yang lebih baik sehingga tidak mudah terjatuh dalam kesalahan.
Berbagai studi menyatakan bahwa kemampuan self control ternyata menjadi salah satu kunci untuk menjalani kehidupan yang bahagia. Pasalnya, orang yang mampu mengendalikan diri akan berpikir jauh sebelum mengambil keputusan. Ia tidak akan ceroboh dan gegabah dalam bertindak. Dengan begitu, hidup juga menjadi lebih tenang sebab akan terhindar dari berbagai masalah.
Sehingga dengan berpuasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dalam satu bulan penuh pada Ramadan, umat muslim sesungguhnya diajarkan agar dapat mengelola keinginan dan hasratnya dengan baik, mengerti kapan harus menahan atau menyalurkan keinginan.
Oleh karenanya puasa bukan bertujuan untuk membinasakan syahwat manusia, tetapi mendidiknya agar memiliki kemampuan mengendalikan diri yang baik. Dengan kemampuan itu, seseorang akan menjadi lebih mawas diri dari melakukan perbuatan yang salah dan merugikan diri serta mengantarkan pada kebahagiaan dan keselamatan di dunia akhirat.
Senora dengan keberkahan puasa Ramadan ini, kita semua termasuk dalam hamba-hamba yang mendapat kebahagian yang hakiki. Kebahagian hidup dalam ketaatan kepada Allah di dunia, begitu juga kebahagian abadi di akhirat saat bertemu dengan Rabb al-‘aamin. Aamiin. []