• Login
  • Register
Sabtu, 23 September 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Kekerasan terhadap Perempuan di Ruang Publik

Kekerasan terhadap perempuan merupakan permasalahan yang sangat besar laksana gunung es. Hanya terlihat permukaannya saja. Beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan antara lain : Tidak adanya pilihan lain akibat kemiskinan dan pengangguran, lemahnya posisi perempuan akibat kultur dan struktur budaya patriarkhi. Lemahnya komitmen dan kebijakan Negara untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan.

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
05/08/2022
in Kolom, Publik
0
Dunia Kerja Rentan Pelecehan Seksual

Kekerasan terhadap Perempuan di Ruang Publik

222
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Makhluk Tuhan yang berjenis kelamin perempuan mudah sekali mendapatkan perlakuan kekerasan. Posisi perempuan yang lemah atau sengaja dilemahkan, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Kekerasan terhadap perempuan di ruang publik adalah setiap tindakan yang melanggar, meniadakan dan mengabaikan hak asasi perempuan.

Tindakan tersebut mengakibatkan penderitaan terhadap perempuan secara fisik, psikis maupun seksual dalam kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat, maupun bernegara.

Kekerasan terhadap perempuan, baik di ruang privat maupun publik,  merupakan permasalahan yang sangat besar laksana gunung es. Hanya terlihat permukaannya saja. Seperti maraknya pengajian yang berisi narasi pelecehan terhadap perempuan. Menyebut seorang perempuan dengan cacian berupa kata-kata wanita jalang, dsb. Narasi tersebut disampaikan oleh tokoh di ruang publik berupa media sosial, termasuk panggung pengajian.

Kata-kata tersebut tidak layak dilontarkan untuk menyindir sesorang, manakala kata-kata tersebut bisa menyakiti perempuan lainnya. Tindakan tersebut masuk dalam kategori sebuah kekerasan karena perilaku ini bertujuan untuk mengontrol, memperlemah, bahkan menyakiti pihak lain. Narasi ini bisa dikategorikan dalam bentuk kekerasan psikologis dengan upaya merendahkan harkat dan martabat perempuan.

Tindak kekerasan terhadap perempuan pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu kekerasan nonfisik dan fisik. Kekerasan nonfisik berupa pelecehan seksual melalui sapaan, siulan, kata-kata merendahkan, stigma negatif, teror, intimidasi, dst.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Dukungan Kiai Sahal terhadap Kiprah Nyai Nafisah
  • Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu
  • Perjalanan Mahnaz Afkhami dalam Advokasi Hak-Hak Perempuan
  • Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga

Baca Juga:

Dukungan Kiai Sahal terhadap Kiprah Nyai Nafisah

Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu

Perjalanan Mahnaz Afkhami dalam Advokasi Hak-Hak Perempuan

Jihad Perempuan dalam Rumah Tangga

Adapun kekerasan fisik contohnya pelecehan seksual, berupa perabaan, colekan yang tidak diinginkan, pemukulan, penganiayaan dan pemerkosaan. Termasuk dalam hal ini, kawin paksa, incest, kawin di bawah tangan, pemaksaan penggunaan alat kontrasepsi, eksploitasi tenaga kerja, pelacuran paksa atau disebut prostitusi.

Prostitusi adalah sebuah peristiwa memperjual-belikan kegiatan seks di luar nikah dengan imbalan materi. Suatu tindakan menawarkan pelayanan seorang perempuan untuk melakukan tindakan seksual demi mendapatkan uang atau imbalan lain. Terjadi ketika seseorang mengambil keuntungan dari sebuah transaksi komersial dimana perempuan disediakan untuk tujuan seksual.

Pelaku eskploitasi yang bernegosiasi langsung dengan konsumen yang terlibat prostitusi ketika mereka melakukan hubungan seks dengan imbalan kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal atau keamanan. Semua perbuatan ini dapat terjadi di berbagai tempat yang berbeda seperti lokalisasi, bar, klub malam, rumah, hotel atau di jalanan.

Dalam definisi yang lain disebut perbuatan merekrut atau memaksa seorang perempuan untuk turut serta dalam prostitusi. Isu kuncinya adalah bahwa bukan perempuan yang memilih untuk terlibat dalam prostitusi. Terkadang perempuan didorong oleh keadaan, struktur sosial dan pelaku-pelaku individu Perempuan rentan untuk dikendalikan oleh seseorang sehingga perilakunya diatur dan diawasi, kedalam situasi-situasi dimana orang yang berkuasa melemahkan mereka.

Termasuk dalam hal ini laki-laki memanfaatkan kerentanan perempuan serta mengeksploitasi dan melakukan kekerasan seksual kepada mereka. Mengisyaratkan bahwa seorang perempuan seolah-olah memilih hal tersebut sebagai sebuah pekerjaan atau profesi.  Lelaki hidung belanglah yang menciptakan prostitusi, menjadikan perempuan sebagai objek seks, penyalahgunaan kekuasaan dan keinginannya untuk mengambil keuntungan.

Adapun faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan terhadap perempuan antara lain : tidak adanya pilihan lain akibat kemiskinan dan pengangguran, lemahnya posisi perempuan akibat kultur dan struktur budaya patriarkhi. Lemahnya komitmen dan kebijakan Negara untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan terhadap perempuan.

Faktor-faktor tersebut sangat berperan meningkatkan “lingkaran setan” pasokan (suplay) dan permintaan (demand). Dalam industri kekerasan terhadap perempuan. Besarnya keuntungan yang diperoleh oleh sekelompok orang, membuat permasalahan ini menjadi sulit ditanggulangi dari sekadar tindakan sporadis.

Semestinya, stigma negatif pelaku pelacuran bukan hanya disematkan perempuan, namun juga laki-laki yang memakai tubuhnya. Faktanya sampai saat ini, stigma negatif tersebut hanya diperuntukkan pada perempuan saja. Maka memaki perempuan dengan kata “lonte” sungguh sangat tidak pantas , terlebih yang mengatakan adalah seorang pemuka agama atau public figure.

Dalam penangkapan kasus protitusi di media televisi misalnya, baik korban maupun pelaku, yang disorot kamera dalam pemberitaan pastinya hanya pihak perempuan. Belum banyak kasus penangkapan prostitusi yang menyorot laki-laki hidung belang si pemakai jasa tersebut. Padahal mestinya, pelaku tersebut yang mesti di-blow up media, bukan pihak perempuan saja. Perlakuan inilah yang berdampak, pezina hanya disematkan pada stigma negatif terhadap pihak perempuan.

Pelacuran lagi-lagi adalah persoalan kemanusiaan (akhwal al syakhsiyah) yang membutuhkan cara-cara manusiawi dengan mendasarkan pada kesamaan martabat. Dalam konsep dakwah Islam, sesungguhnya perlu mengedepankan amar ma’ruf yaitu mengajak pada kebaikan. Bukannya mendahulukan nahi munkar.

Oleh sebab itu diperlukan pendekatan kausatif-sosiologis (akhoffu dharoroin wa saddu dzari’ah) dengan melihat latar belakang pelakunya. Karena sesungguhnya yang turut melestarikan pelacuran bukan hanya kaum perempuan saja,  melainkan kaum laki-laki, masyarakat, pemerintah bahkan oleh pemimpin agama. []

Tags: islamkeadilanKekerasan seksualKesetaraanperempuan
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis adalah adalah FORDAF Fatayat & RMI NU Tulungagung dan kader Swara Rahima. Bekerja menjadi guru di PM Darul Hikmah Tawangsari Kedungwaru Tulungagung

Terkait Posts

Penghijauan

4 Cara Kreatif Penghijauan di Ruang-ruang Terbuka

22 September 2023
Idgitaf

Lagu Satu-Satu: Pentingnya Berdamai dengan Diri Sendiri

22 September 2023
Kesejahteraan Ibu dan Anak

Membaca Arah RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) Part I

22 September 2023
Bidadari Surga

Perempuan Bukan Bidadari Surga

21 September 2023
artificial intellegence

Artificial Intellegence dalam Perspektif Gender

21 September 2023
Anak Perempuan Jawa

Anak Perempuan Jawa: Beban Orang Tua?

20 September 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mahnaz Afkhami

    Perjalanan Mahnaz Afkhami dalam Advokasi Hak-Hak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ronggeng Gunung: Hakikat Penari Perempuan Sunda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 4 Cara Kreatif Penghijauan di Ruang-ruang Terbuka

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lagu Satu-Satu: Pentingnya Berdamai dengan Diri Sendiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 4 Cara Kreatif Penghijauan di Ruang-ruang Terbuka
  • Dukungan Kiai Sahal terhadap Kiprah Nyai Nafisah
  • Buku Perempuan bukan Sumber Fitnah: Akikah bagi Anak Laki-laki dan Perempuan Cukup Satu
  • Ronggeng Gunung: Hakikat Penari Perempuan Sunda
  • Buku Bapak Tionghoa Nusantara: Ini Alasan Gus Dur Membela Orang Tionghoa

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist