Menalar adalah kemampuan khas yang dimiliki manusia sebagai makhluk yang berakal. Akal adalah alat. Menalar adalah fungsinya. Alat tidak berfungsi secara otomatis. Harus diasah dan dijaga agar bisa berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan Penciptanya. Kalau tidak, ia bisa rusak tak berfungsi atau bahkan malfungsi (salah fungsi) sesuai dengan kehendak pemakainya, atau pengendalinya.
Piring dan peralatan pecah belah lainnya tentu dibuat pengrajinnya untuk makan-minum atau keperluan baik lainnya. Apakah ada yang menyalahgunakannya untuk dibanting ke lantai sebagai backsound saat marah? Nyatanya banyak, bahkan tidak hanya ke lantai tapi ke orang yang dimarahin!!!
Begitu pun akal. Ia dikaruniakan oleh Allah pada manusia sebagai makhluk yang memiliki daya untuk menentukan sebuah tindakan. Bandingkan dengan tumbuhan yang tidak punya daya untuk memilih apakah mau diam di tempat atau lari neduh saat kepanasan hingga akhirnya meranggas mati.
Akal diberikan pada manusia biar bisa memilah mana yang baik dan buruk, terbaik di antara yang baik, lebih baik di antara yang buruk, dan terbaik di antara yang buruk. Kemudian sebagai pemegang mandat untuk mewujudkan kemaslahatan di muka bumi, maka setelah memilah manusia diharapkan memilih tindakan yang manfaat untuk diri sendiri sekaligus sesama makhluk Allah di muka bumi sehingga menjadi makhluk yang berakal budi.
Tentu kemampuan (daya) manusia untuk memilih hal yang buruk di samping yang baik adalah tantangan utamanya. Keinginan dan kemampuan untuk memilih yang manfaat sesaat tapi bahaya untuk jangka panjang, manfaat untuk diri sendiri tapi melahirkan penderitaan bagi pihak lain, atau kelompok sendiri walau membahayakan kelompok lain, juga manusia miliki.
Akal kerap mengalami malfungsi atau penyalahgunaan untuk fungsi yang bertentangan dengan tujuan awalnya, baik akal sendiri, maupun akal orang lain, baik secara perorangan maupun kolektif, dan baik secara individual maupun sistemik. Akal yang sudah mengalami malfungsi tentu saja bersifat merusak. Tidak hanya bagi pemilik (hak guna)nya, tapi juga bagi orang atau pihak lain.
Jika malfungi ini telah berlangsung dalam jangka lama bahkan berabad-abad lamanya, maka kerusakan bisa sampai pada sistem nalar atau berfikirnya. Bagaimana mengembalikan fungsi akal? Sistemnya? Tentu dengan membangun tradisi berfikIr kritis yang dipadukan dengan komitmen tinggi pada kemaslahatan bersama sebagai mandat hidup manusia.
Apakah mudah? Hayo tidak!!! Ada banyak nalar yang telah malfungsi, baik nalar perorangan maupun kolektif, dan baik individual maupun sistemik. Termasuk sistem pengetahuan, dan termasuk pengetahuan agama. Sistem pengetahuan agamanya sebagaimana dirumuskan, dipahami, dan dibakukan oleh manusia yang tak seorang pun Mahaadil, termasuk adil gender. Jadi bukan sistem agama sebagaimana diturunkan oleh Allah, Dzat Yang Maha Adil pada semua makhluknya, termasuk seluruh manusia, dan termasuk perempuan.
Tidak mudah, tapi juga tidak mustahil, hanya perlu waktu yang panjang. Mungkin berabad-abad! Tapi nggak usah pusing juga sih. Toh kita hanya dituntut ikhtiyar maksimal lalu tawakkal. Jadi jangan tawakkal sebelum ikhtiyar maksimal apalagi belum ikhtiyar sama sekali. Tapi juga jangan memforsir diri melampaui batas kemampuan. Apalagi kita bukan Rasul, tapi hanya umat yang hidup setelah beliau wafat 1400 an tahun lalu.
Just do the best, and let Allah take the rest! []