• Login
  • Register
Sabtu, 1 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Ketika Kesempurnaan “Sosok Imajiner” Membuat Hidupmu Ambyar

Zahra Amin Zahra Amin
11/02/2020
in Personal
0
222
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Setiap kali membaca novel, atau menonton film, yang menampilkan karakter lelaki yang charming, cerdas, ganteng, pekerja keras, lembut, penyayang, baik hati, tidak sombong, sholeh dan ditambah mapan, membuat hati meleleh, ambyar tak beraturan. Tentu gambaran sosok lelaki ideal seperti yang digambarkan tersebut, menjadi idaman setiap perempuan.

Karakter lelaki seperti ini akan banyak kita temui dalam film, novel bahkan saat ghibah sehari-hari. Betapa pesona lelaki idaman tak pernah lekang oleh jaman. Kita sebut saja, di era 70 dan 80-an ada film Catatan si Boy, yang tajir dan digandrungi banyak cewek. Lalu film Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, yang memunculkan karakter Fahri serta Khairul Azam, yang menjadi rebutan banyak mahasiswi di kampus Al Azhar Mesir.

Dan kini, dalam novel pesantren yang sedang laris manis, yakni Hati Suhita dan Hilda, kita menemukan sosok Gus Birru dan Gus Wafa’ yang bikin hati setiap perempuan yang membaca akan meleleh. Fenomena Gus Birru dan Gus Wafa’ seolah menjadi penegas, jika lelaki pun punya pesona yang bisa menggoda lawan jenis.

Sebaliknya, perempuan sholehah yang digambarkan pinter mengaji, baik budi dan bahasa, pinter masak dan mengatur keuangan, cantik, lemah, lembut dan penyayang terhadap siapa saja. Sebagaimana para tokoh utama di setiap film, sinteron maupun novel, seperti Ana Althafunnisa’, Alina Suhita, Rengganis, Hilda, dan lain-lain.

Mereka yang digambarkan dengan kesempurnaan hakiki ini, seringkali membuat penikmat karya fiksi seperti saya merasa insecure. Pendidikan pas-pasan, penghasilan tak seberapa, penampilan menyesuikan dengan budget dan keadaan, kecerdasan rata-rata saja, dan serba keterbatasan lainnya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Baca Juga:

Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

Ya, setiap kesempurnaan yang dihadirkan mewakili sosok lelaki atau perempuan, seketika hidup kita akan terasa ambyar. Merasa diri tak ada apa-apanya, jika dibandingkan dengan para tokoh imajiner itu yang hampir tanpa cela, disukai banyak orang, dan tak punya kekurangan. Sudah sempurna fisik, pintar, baik, sholeh lagi. Huhuhu.. Bikin ngiri deh!

Tetapi akhirnya dengan penampakan kesempurnaan itu, membuat kita introspeksi diri, biar hidup tidak terlalu ambyar banget. Bahwa menjadi diri sendiri itu, jauh lebih penting. Boleh berupaya meniru dalam hal kebaikan dan nilai positifnya. Tetapi juga jangan terlalu memaksakan, karena setiap manusia punya batasan sendiri, sehingga tidak menjadi obsesi yang berlebihan.

Bicara nilai positif dan kebaikan, bagi tokoh imajiner lelaki, bagaimana ia memperlakukan perempuan, menghormati guru dan orang tua, serta bertanggungjawab dalam segala hal. Sementara, dalam tokoh imajiner perempuan, mencerminkan bahwa perempuan juga setara dengan laki-laki, yang sama mempunyai potensi kemanusian, dan dimanfaatkan untuk seluas-luasnya kemaslahatan manusia.

Tidak hanya pandai dalam urusan domestik, tetapi juga peran perempuan yang mampu memberi warna dalam pengelolaan manajemen pesantren, lembaga pendidikan, dan piawai juga dalam menulis. Sedangkan adat, budaya, tradisi dan agama, yang dianggap membatasi peran perempuan, menjadi pembelajaran bagi kita bersama. Tinggal bagaimana pembaca mensikapinya.

Terlepas dari rentetan cerita yang dibangun untuk mendukung karakter tokoh imajiner, saya berharap itu tidak membuat kita merasa rendah diri yang serendah-rendahnya, lantas tak mensyukuri apa yang sudah Tuhan beri. Meski sosok seperti mereka, entah apakah ada dalam kehidupan nyata, tetapi kisah yang disuguhkan pasti telah melewati proses pergumulan panjang penulisnya dengan realitas.

Jadi bagi para pengagum Gus Birru, Gus Wafa’, Fahri, Khoirul Azzam atau Alina Suhita, Rengganis, Hilda, Aisha,dan Ana Althafunnisa, berterimakasihlah pada sang penulis yang telah menghidupkan karakter imajiner. Meski pasangan hidup kita, atau diri kita sendiri tak sesempurna mereka, setidaknya menjadi pengingat, bahwa kita juga memiliki cinta yang luar biasa.

Yakni, cinta pada diri sendiri, di setiap detak jantung, desah nafas, dan denyut nadi, ada diri yang utuh menunggu untuk bisa kita cintai sepenuh hati, dengan penerimaan yang baik serta apa adanya. Cinta pada setiap jiwa, yang kini sedang dekat, di mana setiap kali mengingat, hati kita akan terasa lebih hangat.

Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Agama Perempuan Separuh Lelaki

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

31 Maret 2023
Kontroversi Gus Dur

Kontroversi Gus Dur di Masa Lalu

30 Maret 2023
Food Waste

Bulan Puasa: Menahan Nafsu Atau Justru Memicu Food Waste?

30 Maret 2023
Perempuan Haid Mendapat Pahala

Bisakah Perempuan Haid atau Nifas Mendapat Pahala Ibadah di Bulan Ramadan?

29 Maret 2023
Pengasuhan Anak

Jalan Tengah Pengasuhan Anak

28 Maret 2023
Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

27 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pekerjaan rumah tangga suami istri

    Pekerjaan Rumah Tangga Bisa Dikerjakan Bersama, Suami dan Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kiprah Nyai Khairiyah Hasyim Asy’ari: Ulama Perempuan yang terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antara Israel, Gus Dur, dan Sepak Bola Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan
  • Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat
  • Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist