• Login
  • Register
Senin, 7 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Kisah Munajat Wali Perempuan yang Dikritik Ulama Laki-Laki

Syekh Ramadan al-Buthi, ulama kharismatik dari Syria, pernah berkisah dalam salah satu ceramahnya. Bahwa ada seorang wali perempuan yang berkhidmah di rumah seorang ulama laki-laki.

Redaksi Redaksi
08/04/2022
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Juraij

Juraij

412
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Seseorang yang beribadah bisa jadi karena didorong berbagai hal, baik yang bersifat duniawi seperti materi atau kepopuleran, bisa karena hal-hal ukhrawi seperti harapan pahala dan ketakwaan.

Ya, tentu saja beribadah karena dorongan ketakwaanya dan kecintaanya pada Allah Swt.

Tetapi bagi seorang wali, ada dorongan yang lebih mulia lagi. Yaitu cinta Allah Swt kepada seorang hamba.

Syekh Ramadan al-Buthi, ulama kharismatik dari Syria, pernah berkisah dalam salah satu ceramahnya. Bahwa ada seorang wali perempuan yang berkhidmah di rumah seorang ulama laki-laki.

Dalam salah satu malam yang pekat dan dingin, sang wali perempuan terbangun sebagaimana biasanya, untuk shalat tahajud.

Baca Juga:

Bolehkah Seorang Ibu Menjadi Wali Nikah Atas Anak Perempuannya?

Rihlah Qahirah Part III : Sayyidah Nafisah adalah Wali Perempuan

Kisah Sayyidah Nafisah, Keutamaan Ulama Perempuan Masyhur

Biografi Sayyidah Nafisah; Ulama Perempuan Guru Imam Syafi’i

Di antara do’a yang ditengadahkan sang wali tersebut adalah munajat berikut ini:

“Ya Allah, atas nama cinta-Mu padaku, teruslah memberiku taufik dan pertolongan agar aku bisa beribadah kepada-Mu”.

Do’a ini didengar sang tuan rumah, seorang ulama berpengaruh. Menurut ulama ini, munajat sang wali perempuan tadi kurang sesuai. Dia kemudian menunggu sampai sang wali perempuan selesai berdoa. Begitu selesai dari tahajud, sang ulama berkata kepadanya:

“Aku mendengar dirimu berdoa: Ya Allah, atas nama cinta-Mu padaku. Ini kurang elok. Berdoa tidak seharusnya demikian. Mungkin lebih baik jika diucapkan: Ya Allah, atas nama cintaku pada-Mu”, kata sang ulama.

“Tuan, bagaimana aku bisa bangun di malam gelap dan dingin ini, jika bukan karena cinta-Nya padaku? Bagaimana aku bisa tahajud dan beribadah jika bukan karena cinta-Nya padaku? Aku berharap cinta-Nya ini terus menjadi jalan yang mendorongku untuk selalu bisa beribadah kepada-Nya?”, kata sang wali perempuan.

Syekh Ramadan al-Buthi, masih dalam ceramah yang sama, mengapresiasi munajat sang wali perempuan.

Sebaiknya, kata Syekh al-Buthi, seorang mukmin lebih berbahagia dengan adanya cinta Allah Swt kepadanya. Melebihi bahagia atas ibadahnya yang banyak kepada Allah Swt.

Di sinilah posisi mulia yang ditempati sang wali tersebut. Beribadah karena merasa dicintai Allah Swt dan diberi taufik dari-Nya lebih mulia dari merasa bisa beribadah karena cintanya, kemauannya, dan kehendaknya.

(Catatan: Kisah ini terinspirasi dari ceramah Syekh Ramadhan al-Buthi yang terekam dalam situs ini: https://www.youtube.com/watch?v=hZUoBfX-I-Q). []

Tags: Syekh Ramadhan al-Buthiulama laki-lakiwali perempuan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Kholidin

Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

5 Juli 2025
Sekolah Tumbuh

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ulama Perempuan

    Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Rahasia Rasa Kelindan Sejarah, Politik dan Kuliner Nusantara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membongkar Narasi Sejarah Maskulin: Marzuki Wahid Angkat Dekolonisasi Ulama Perempuan
  • Menulis Ulang Sejarah Ulama Perempuan: Samia Kotele Usung Penelitian Relasional, Bukan Ekstraktif
  • Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia
  • Menelusuri Jejak Ulama Perempuan Lewat Pendekatan Dekolonial
  • Surat yang Kukirim pada Malam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID