• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Makna Kemerdekaan bagi Perempuan

Belajar dari 10 Negara yang Mengistimewakan Perempuan

Zahra Amin Zahra Amin
16/08/2020
in Aktual, Publik, Rekomendasi
0
makna kemerdekaan bagi perempuan
489
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – 75 tahun sudah Indonesia merdeka. Sebuah perjalanan panjang untuk bisa menjadi Negara yang terbebas dari segala bentuk penjajahan negara asing. Pekik teriakan merdeka, dan bambu runcing menjadi saksi, rakyat negeri ini telah melewati peperangan demi peperangan, untuk memperjuangkan dan memerdekakan Indonesia.

Yang di mulai baik saat dari kedatangan pasukan Portugis, VOC Belanda, Jepang hingga Belanda lagi, yang waktu itu masih belum mengakui kedaulatan bangsa ini di tahun-tahun setelahnya. Hingga akhirnya menyerah di meja perundingan dan karena tekanan dari dunia internasional.

Secara pribadi bagi penulis, banyak makna yang terkandung dalam kemerdekaan Indonesia, terutama bagi seorang perempuan yang bekerja dan sudah berumah tangga. Ada banyak hal tantangan yang harus dihadapi, tidak hanya terkait dengan relasi pasutri dan keluarga, tetapi secara lebih luas mengejawantahkan seluruh kesadaran, pengetahuan dan pengalaman sebagai perempuan dalam kehidupan sehari-hari.

Ya, makna kemerdekaan bagi perempuan adalah perempuan harus selesai dengan dirinya sendiri. Segala kebutuhan, eksistensi dan aktualisasi terkait diri sendiri, mampu menemukan ruangnya yang nyaman untuk ditinggali. Ketika bicara kenyamanan, maka seluruh perasaan, pikiran dan fisik perempuan harus bebas dari segala bentuk kekerasan atas nama apapun ia.

Siapa yang mampu menjamin agar perempuan tidak mengalami kekerasan? Jawabnya adalah Negara dan sistem sosial yang ada di sekitarnya. Jaminan itu termaktubkan dalam bentuk aturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan terjadap jiwa dan raga perempuan melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan jaminan kesehatan untuk memberikan fasilitas serta layanan bagi kesehatan reproduksi yang berkualitas bagi perempuan.

Baca Juga:

Ki Hajar Dewantara: Antara Pendidikan dan Perjuangan Kelas Pekerja

Penguatan Wawasan Keislaman bagi Aktivis Perempuan

Kemerdekaan Manusia, Tak Terpisahkan Dengan Prinsip Kesetaraan

Hari Pahlawan 10 November: Peran Perempuan di Pertempuran Surabaya

Selain itu jaminan ketersediaan pangan berkualitas, kehidupan yang layak dan segala bentuk akses layanan publik yang ramah bagi perempuan. Sebab bicara perempuan, adalah masa depan bangsa ini, di mana kelak generasi-generasi berkualitas, sehat jasmani rohani, cerdas dan berakhlak mulia, akan terlahir dari rahim-rahim perempuan negeri ini.

Maka sudahi pengekangan dan pembatasan terhadap ruang gerak perempuan, dengan aturan-aturan negara yang mendiskriminasi, dan tidak adil terhadap keberlanjutan hidup. Mendengarkan suara mereka dan melibatkannya secara aktif, sebagai bagian dari agen penting dalam proses perubahan dan kemajuan negara ini, hingga bertahun-bertahun kemudian.

Untuk membekali seluruh pengetahuan dan pengalaman perempuan itu, sudahi praktek khitan perempuan dan perkawinan anak, yang masih banyak ditemui di semua sudut negeri ini. Pembunuhan karakter dan sosial perempuan atas nama tradisi, agama, dan kehormatan keluarga harus diakhiri.

Lalu beri akses pendidikan terhadap perempuan seluas-luasnya, tanpa batasan beda, waktu dan usia. Karena sejatinya menuntut ilmu itu wajib, dari lahir hingga ke liang lahat. Begitu bunyi salah satu hadits Nabi. Kita dorong para perempuan agar menjadi berdaya secara ekonomi, sosial dan politik. Sebab, kemiskinan di negeri ini masih muram dan berwajah perempuan.

Saya percaya sentuhan tangan perempuan, tidak hanya mampu menenangkan seorang anak yang sedang sakit misalkan, tapi juga sistem negara yang carut marut, agar mampu berdaulat, adil, makmur, maju dan sejahtera. Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghofur. Di 75 tahun Indonesia merdeka, sudah sepatutnya kita belajar dari 10 negara lain yang mengistimewakan perempuan.

Melansir dari kompas.com, 10 negara itu antara lain;

1. Islandia. Negara ini sangat peduli dengan nasib perempuan, bahkan menjadi satu-satunya negara yang melarang adanya penari perempuan tanpa busana di klab malam. Hal ini dilakukan sebagai perlindungan terhadap hak-hak perempuan, bukan karena alasan agama. Februari yang lalu, Negara ini juga sedang mempertimbangkan akan mengontrol sensor, atau bila perlu melarang pornografi di internet atas alasan menjadikan perempuan sebagai objek. Negara ini juga dipimpin oleh perempuan, bahkan lebih dari separuh anggota parlemennya perempuan. Itu sebabnya negara ini dianggap sebagai paling feminis di dunia.

2. Finlandia. Dalam indeks Global Gender Gap Index, Finlandia termasuk salah satu yang paling memihak pada hak-hak perempuan. Bukan hanya persamaan gender yang diusung dalam aturan undang-undang, melainkan juga ada “Equality Act on Equality between Women and Men”. Cuti melahirkan bisa mencapai 263 hari, atau hampir sekitar sembilan bulan. Di negara ini lulusan sarjana perempuan meningkat, dan beberapa di antaranya lulusan matematika dan komputer yang bisa disebut dunianya kaum pria.

3. Swedia. Negara ini paling peduli dengan pendidikan dan bantuan untuk anak bagi perempuan. PBB bahkan menempatkan negara ini sebagai salah satu negara percontohan dalam persamaan Gender. Cuti untuk perempuan melahirkan mencapai 69 minggu. Bisa dibilang sangat fleksibel dan toleran terhadap ibu hamil. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya kementerian khusus, Ministry of Integration and Gender Equality dan Secretariat of Gender Research.

4. Norwegia. Menjadi satu-satunya negara yang meloloskan “gender equality” dalam aturan perundang-undangan. Pendapatan perempuan di negara ini juga termasuk paling besar, serta 40 persen anggota parlemennya adalah perempuan. Kemudahan dan keberpihakan kepada perempuan hamil juga terdapat di negara ini.

5. Selandia Baru. Negara ini yang pertama memberi kesempatan kepada perempuan untuk punya suara dalam pemilihan umum. Bahkan, posisi tertinggi di negara ini pada tahun 2000 dari mulai ratu, gubernur, perdana menteri, hingga ketua parlemen, dipegang oleh perempuan. Selandia Baru juga dianggap sebagai salah satu negara yang paling berpikir maju dan berpihak kepada perempuan.

6. Inggris. Di bidang pendidikan, jumlah perempuan yang menempuh pendidikan tinggi cukup besar. Begitu juga dengan bantuan untuk perempuan hamil dan ibu tunggal.

7. Kanada. Perempuan mendapat kesempatan besar dalam dunia politik dan pemerintahan. Selain itu, ada insiden menarik terkait perempuan berpakaian seksi. Salah seorang polisi Toronto, Michael Sanguinetti, pernah mengatakan bahwa perempuan mestinya menghindari pakaian terbuka karena mengundang pemerkosaan. Pernyataan ini mendapat tudingan keras, dan akhirnya diluruskan bahwa pemerkosaan bukan tergantung dari cara berpakaian si perempuan, tapi dari (niat buruk) pemerkosa itu sendiri. Kanada disebut sebagai salah satu yang sampai saat ini punya komitmen agar perempuan mendapatkan perlakuan yang sama dengan pria.

8. Amerika Serikat. Di negara ini, perempuan mendapat akses yang sama dengan pria, baik dalam bidang pendidikan, bisnis, maupun politik. Rata-rata perempuan juga bisa menjadi pucuk pimpinan atau petinggi perusahaan.

9. Belanda. Emansipasi wanita di negara ini cukup kentara, termasuk hak perempuan dalam orientasi seksual sebagai lesbian. Ada kebijakan yang menyatakan persamaan dalam bidang pendidikan, pendapatan, hingga pengambilan keputusan, dan tentunya terlibat dalam dunia politik.

10. Australia. Agenda tenaga kerja perempuan, kesehatan, dan pemberdayaan perempuan di negara ini terus berkembang. Negara ini mengangkat Julia Gillard sebagai perempuan pertama yang menjadi perdana menteri. Banyak kesempatan terbuka besar bagi perempuan untuk berkiprah dan menikmati berbagai perlakuan istimewa di negara ini.

Saya akhiri tulisan ini dengan mengutip sepenggal kalimat dari Film Dokumenter “Perkawinan Anak” yang pernah dilihat saat mengikuti pelatihan bersama Koalisi Perempuan Indonesia. “Karena perempuan adalah matahari yang tak pernah tenggelam.” []

Tags: aktivis perempuankemerdekaan
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

19 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Rieke Kebangkitan Ulama Perempuan

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mendokumentasikan Peran Ulama Perempuan

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

19 Mei 2025
Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

19 Mei 2025
Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

18 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version