Jumat, 17 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

    Budaya Pondok Pesantren

    Budaya Pondok Pesantren yang Disalahpahami

    Berdoa

    Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

    Lirboyo

    Lirboyo dan Luka Kolektif atas Hilangnya Kesantunan Publik

    Difabel Muslim

    Pedoman Qur’an Isyarat; Pemenuhan Hak Belajar Difabel Muslim

    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Metodologi KUPI

    Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan

    Trans7

    Pesantren di Persimpangan Media: Kritik atas Representasi dan Kekeliruan Narasi Trans7

    Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Belajar dari Gus Dur dan Daisaku Ikeda, Persahabatan adalah Awal Perdamaian

    Jurnalis Santri

    Sambut Hari Santri Nasional 2025, Majlis Ta’lim Alhidayah Gelar Pelatihan Jurnalistik Dasar untuk Para Santri

    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Eko-Psikologi

    Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi

    Sampah Plastik

    Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik

    Budaya Pondok Pesantren

    Budaya Pondok Pesantren yang Disalahpahami

    Berdoa

    Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

    Lirboyo

    Lirboyo dan Luka Kolektif atas Hilangnya Kesantunan Publik

    Difabel Muslim

    Pedoman Qur’an Isyarat; Pemenuhan Hak Belajar Difabel Muslim

    Hak Milik dalam Relasi Marital

    Hak Milik dalam Relasi Marital, Bagaimana?

    Media Alternatif

    Media Alternatif sebagai Brave Space dalam Mainstreaming Isu Disabilitas

    Disabilitas intelektual

    Melatih Empati pada Teman Disabilitas Intelektual

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Fitrah Anak

    Memahami Fitrah Anak

    Pengasuhan Anak

    5 Pilar Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak

    Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    mu’asyarah bil ma’ruf

    Mu’asyarah bil Ma’ruf: Fondasi dalam Rumah Tangga

    Kemaslahatan dalam

    3 Prinsip Dasar Kemaslahatan dalam Perspektif Mubadalah

    Kemaslahatan Publik

    Kemaslahatan Publik yang Mewujudkan Nilai-nilai Mubadalah

    Politik

    Politik itu Membawa Kemaslahatan, Bukan Kerusakan

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan Itu yang Mempermudah, Bukan yang Memersulit

    Kepemimpinan

    Kepemimpinan dalam Perspektif Mubadalah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Maraknya Kasus Kekerasan Seksual, Apakah Perlu UU TPKS Masuk Kurikulum Pesantren?

Islam sebagai agama yang mengajarkan kasih sayang dan kemanusiaan, tidak sama sekali menormalisasi agama untuk kepentingan nafsu bejat manusia

Muhammad Mundzir Muhammad Mundzir
8 Juli 2022
in Publik
0
Kasus Kekerasan Seksual

Kasus Kekerasan Seksual

637
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kasus pelecehan dan kekerasan seksual di Indonesia saat ini dapat dikatakan sudah mencapai level darurat. Laporan yang terjadi setiap tahunnya terus mengalami peningkatan yang signifikan. Seperti data yang Kompas rilis, terdapat 6500 kasus kekerasan seksual yang anak-anak alami. Tidak hanya itu, kasus pelecehan seksual juga terjadi di beberapa tempat, dalam angkutan, tempat umum, sekolah, bahkan pondok pesantren.

Pondok pesantren yang normalnya menjadi wadah untuk belajar agama dan akhlak bagi para santriwan-santriwati, akhir-akhir ini mendapat mindset negatif. Sebab banyaknya kasus pelecehan seksual di pondok pesantren. Kasus kekerasan seksual di pondok pesantren terjadi dalam beberapa motif, yakni melalui pembelajaran, pengabdian, dan kegiatan santri pada umumnya.

Hal di atas yang sudah terjadi di salah satu pondok pesantren di Jombang. Seorang putra kiai dengan dalih mengajarkan ilmu tasawuf, namun alih-alih melecehkan santrinya. Selain itu, dengan status sosialnya yang menyandang putra kiai besar, ia dengan mudah menjadikan doktrin-doktrin keagamaan, sekaligus kepesantrenan untuk melakukan pelecehan seksual kepada santrinya.

Tentu, hal ini menjadi tamparan keras bagi pemangku dan pengelola pondok pesantren di Indonesia. Wali santri sebagai pihak yang memberikan kepercayaan kepada pondok pesantren, saat ini juga perlu untuk waspada dan terus memantau keadaan putra-putrinya. Keseimbangan antara tiga pihak, guru, murid, dan orang tua adalah salah satu keberhasilan pembelajaran. Namun harapannya pihak santri dapat terbuka dengan kondisi psikisnya dan fisiknya selama belajar di pesantren.

Pesantren, Islam, dan Problematika Pelecehan Seksual

Islam sebagai agama yang mengajarkan kasih sayang dan kemanusiaan, tidak sama sekali menormalisasi agama untuk kepentingan nafsu bejat manusia. Tidak ada pernyataan bahkan anjuran di kitab klasik sampai kontemporer yang mengajarkan untuk melampiaskan nafsu biologis tanpa ikatan pernikahan yang sah. Islam sendiri mengajarkan untuk bergaul sesama manusia dengan cara yang makruf.

Pesan Q.S. Al-Baqarah: 223 dan An-Nisa’: 19 sudah jelas untuk memberikan hak yang makruf ketika berinteraksi dengan perempuan, sekalipun itu bukan istrinya. Dalam urusan nafsu biologis, Nabi sendiri menginstruksikan kepada para sahabat untuk berpuasa bagi siapa yang tidak mampu untuk menikah. Hal-hal fundamental di atas seharusnya sudah clear bagi orang-orang yang kehidupannya di pesantren, terlebih kiai atau para ustaznya.

Dalam merespon situasi keharmonisan keluarga, sejatinya para ulama sudah menyumbangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan. Sebut saja, Imam Nawawi al-Bantani mengarang kitab ‘Uqud al-Lujain yang berisikan hak dan kewajiban bagi suami istri. Pemikir kontemporer, Abdul Halim Abu Syuqqah yang mengarang kitab 6 jilid tentang perempuan dan hak-haknya.

Di Indonesia sendiri juga memiliki cendekiawan muslim yang terus menggaungkan pelarangan kekerasan seksual. Buya Husein Muhammad dengan karya-karyanya mencoba memberikan usulan bahwa saat ini sudah saatnya kitab-kitab kuning dikontekstualisasikan dan diaktualisasikan di era kontemporer. Buya Husein memandang bahwa pelajaran di pondok pesantren meskipun memiliki tradisi untuk selalu taat kepada kiai dan guru, namun perlu juga untuk memberikan kesempatan bagi para santri dalam mengembangkan nalar pikirnya, khususnya santriwati.

Tokoh pemerhati perempuan, Kang Faqihuddin Abdul Kodir yang menyusun berbagai kitab berbasis Al-Qur’an dan hadis memberikan cara pandang baru, bahwa perempuan adalah makhluk Tuhan yang sama-sama memiliki hak di dunia. Mereka memiliki hak berpendapat, hak mendapat kenyamanan, hak mendapat pendidikan yang bermutu, dan hak mendapatkan perlindungan dari segala kejahatan.

Mendorong Potensi Santriwati dengan Nalar Kritis

Potensi yang para santriwati miliki, perlu kita kembangkan dengan daya nalar kritis untuk merespon realitas yang terdapat di dalam kitab, dan juga realitas yang sedang terjadi. Perlu memberikan pengetahuan pada mereka, tentang konteks mengapa pada zaman dahulu perempuan tidak memiliki akses yang bebas di ruang publik. Mereka juga perlu kita berikan wawasan tentang konteks beberapa pengarang kitab yang cenderung mendiskreditkan entitas perempuan.

Pengetahuan-pengetahuan di atas perlu untuk ditransmisikan kepada santriwati. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab dan citra pondok pesantren yang melahirkan generasi berakhlak dan kontekstualis. Dengan lahirnya para generasi perempuan yang paham akan literatur agama dan konteks budaya pada zaman dahulu, maka entitas perempuan tidak akan terlecehkan.

Pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di pondok pesantren sejatinya bukan mencerminkan ajaran Islam. Hal ini menimbang Islam memuliakan perempuan sekalipun itu adalah budak. Islam mengajarkan untuk memandang perempuan sama-sama mulia. Hal tersebut yang Nabi ajarkan ketika menikahi istri-istrinya yang sudah tua. Islam memandang perempuan memiliki potensi untuk melawan pemahaman-pemahaman yang subordinatif, hal tersebut yang Aisyah Ra. ajarkan, ketika mengcounter riwayat-riwayat Abu Hurairah yang misoginis.

Lantas, ajaran agama manakah yang dapat melegalisasi ajaran pelecehan dan kekerasan seksual, terlebih di lembaga pendidikan? Jikalau pun ada agama yang mengajarkan seperti itu, sepertinya bukan dari ajaran risalah Nabi Muhammad, Nabi Isa, Nabi Musa, Nabi Daud. Bahkan Nabi Adam sebagai sosok yang terlahir pertama kali di dunia, tidak berani menyentuh Siti Hawa sebelum sah sebagai istrinya.

UU TPKS sebagai Salah Satu Kurikulum di Pondok Pesantren

Dalam rangka menjaga mindset positif para orang tua yang ingin memondokkan putra-putrinya di pondok pesantren, perlu ada terobosan dari pondok pesantren untuk mencegah terjadinya tindakan pelecehan atau kekerasan seksual. Hal tersebut juga memberikan cara pandang baru bahwa pondok pesantren tidak menormalisasi pelecehan dan kasus kekerasan seksual.

Barangkali dengan munculnya beberapa kasus pelecehan dan kekerasan seksual membuat pengelola pondok pesantren melakukan tindakan, antara lain: melakukan press conference, memberikan press release tentang keharaman hal tersebut, memberikan surat maklumat kepada orang tua untuk menenangkan hati mereka terhadap kondisi putra-putrinya.

Upaya-upaya tersebut mungkin saja menjadi langkah awal dalam menenangkan orang tua tentang maraknya kasus, namun ketenangan tersebut tidak akan maksimal jika keterlibatan santri ditiadakan. Salah satu upaya yang mungkin saat ini bisa dilakukan adalah dengan mensosialisasikan UU TPKS di pondok pesantren. Pengesahan UU TPKS pada tanggal 9 Mei 2022 adalah sebuah kado istimewa bagi perempuan. Dalam hal ini, UU TPKS adalah dasar yang otoritatif untuk membacking para korban kekerasan seksual.

UU TPKS sudah saatnya menjadi peraturan yang terpajang di spanduk besar di pondok-pondok pesantren sejajar dengan Qanun al-Ma’had. UU TPKS juga menjadi senjata ampuh bagi para wali santri untuk tidak takut melawan doktrin-doktrin kiai atau ustaz yang dinormalisasi atas nama agama. Dengan UU TPKS, para orang tua tidak perlu takut melawan doktrin “manfaatnya ilmu itu sebab rida guru” jika benar-benar terjadi pelecehan seksual di pondok pesantren.

Perlu Ada Gerakan #pesantrenlawankekerasanseksual

Tidak hanya berhenti di situ, sudah saatnya pondok pesantren juga menjadikan UU TPKS sebagai bagian dari kurikulum pembelajarannya. Sehingga, proses aktualisasi tentang wawasan kekerasan dan pelecehan seksual dapat tersampaikan dan teraplikasikan oleh dua pihak, santri dan guru. Masuknya UU TPKS sebagai kurikulum di pondok pesantren, juga menjadi wadah belajar bagi para guru dan santri untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan amanah mengajar.

Dengan demikian, tidak ada praktik pembelajaran yang melecehkan perempuan seperti praktik mengkafani mayit dengan peraganya adalah santriwati yang telanjang. Selain itu, masuknya UU TPKS ke dunia pesantren juga mengajak para santriwati untuk melawan segala ajakan pengajar yang bernuansa seksual.

Masuknya UU TPKS di pondok pesantren juga menjadi wajah baru bagi masyarakat umum. Bahwa pondok pesantren sepakat untuk tidak melegalisasi tindakan-tindakan bejat yang dinormalisasi agama. Jika mungkin, perlu adanya sebuah karya/buku dari santriwan-santriwati untuk menulis narasi, dalil, dan argumentasi yang menguatkan UU TPKS. Selain itu, perlu adanya gerakan massif selain #ayomondok, yakni #pesantrenlawankekerasanseksual supaya Islamophobia tidak muncul lagi. []

Tags: Kekerasan seksualpelecehan seksualPencegahan Kekerasan SeksualpesantrenUU TPKS
Muhammad Mundzir

Muhammad Mundzir

Mahasiswa Magister IAT UIN Sunan Kalijaga Pegawai LPMQ Jakarta

Terkait Posts

Korban Kekerasan Seksual
Publik

Membela Korban Kekerasan Seksual Bukan Berarti Membenci Pelaku

14 Oktober 2025
Santri Era Digital
Featured

Santri di Era Digital: Mengapa Dakwah Harus Hadir di Media Sosial?

17 Oktober 2025
Seminari dan Pesantren
Publik

Seminari dan Pesantren: Menilik Pendidikan Calon Tokoh Agama yang Berjiwa Kemanusiaan

17 September 2025
Kekerasan Seksual Di Pesantren Gusdurian
Aktual

GUSDURian Dorong Kemenag dan KPAI Serius Terhadap Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Pesantren

1 September 2025
Makna Kemerdekaan
Publik

Makna Kemerdekaan di Mata Rakyat: Antara Euforia Agustus dan Realitas Pahit

8 September 2025
Tunas Gusdurian 2025
Aktual

TUNAS GUSDURian 2025 Hadirkan Ruang Belajar Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren hingga Digital Security Training

21 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rima Hassan

    Rima Hassan: Potret Partisipasi Perempuan Aktivis Kamanusiaan Palestina dari Parlemen Eropa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Pilar Pengasuhan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Budaya Pondok Pesantren yang Disalahpahami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berdoa dalam Perbedaan: Ketika Iman Menjadi Jembatan, Bukan Tembok

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menelusuri Metodologi KUPI: Dari Nalar Teks hingga Gerakan Sosial Perempuan
  • Beginilah Ketika Kesalehan Individual dan Sosial Bersatu Dalam Eko-Psikologi
  • Menyelamatkan Laut dari Ancaman Sampah Plastik
  • Budaya Pondok Pesantren yang Disalahpahami
  • Memahami Fitrah Anak

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID