• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Pelaku Pemerkosaan di Pesantren: Merusak Citra Pesantren

Pelaku telah membunuh pemikiran masyarakat tentang betapa mulianya pendidikan pesantren, serta membuat citra pesantren menjadi buruk, dan mencoreng nama guru

Muallifah Muallifah
14/12/2021
in Publik
0
Pelaku

Pelaku

400
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Lagi dan lagi. Teror atas fenomena pelaku kekerasan seksual terus mengintai. Hampir setiap hari kita dikagetkan dengan berbagai informasi kekerasan seksual. Peristiwa tersebut terjadi di berbagai lembaga, termasuk lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi wadah perkembangan ilmu pengetahuan.

Bahkan dalam kasus yang dipaparkan dalam tulisan ini, perilaku kekerasan seksual justru dilakukan dengan pelaku ustaz/guru/pemilik lembaga pendidikan, yakni pesantren. Seharusnya pesantren menjadi lembaga pendidikan agama yang menjadi wadah dalam pengembangan ilmu, akhlak dan pengetahuan agama, dalam kasus ini justru sebaliknya.

Herry Wirawan, pemilik dan pengurus Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani dan Madani Boarding School Cibiru telah melakukan pemerkosaan terhadap anak-anak di bawah umur.

Sebanyak 21 santri perempuan menjadi korban kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan HW, pengampu suatu pondok pesantren di Bandung, Jawa Barat, sejak 2016 hingga 2021.

Kenyataan ini membuat kita terperangah dengan korban sebanyak itu, dalam rentang waktu yang cukup lama tapi tidak diketahui oleh publik. Jeritan tangis korban ketika mendengar suara pelaku membuat kita menangis. Seketika kita berpikir dan merenung, bagaimana mungkin seorang guru yang mengajari akhlak, pengetahuan agama, begitu tega memperkosa muridnya di bawah umur.

Baca Juga:

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

Difabel dan Kekerasan Seksual: Luka yang Sering Tak Dianggap

Dr. Nur Rofiah Tegaskan Pentingnya Mengubah Cara Pandang untuk Hentikan Kekerasan Seksual pada Anak

Bagaimana mungkin seorang guru menumpahkan nafsu bejatnya kepada anak yang memiliki niat kuat dari rumah untuk belajar dan mendalami Al-Quran. Diantara kita pasti berpikir bahwa perilaku tersebut tidak masuk akal, namun tidak dengan pelaku yang jelas-jelas melakukan perbuatan itu tidak hanya di pesantren, melainkan di hotel, dari satu santri ke santri lainnya.

Tidak hanya itu, eksistensi pesantrennya pun bukan abal-abal. Keberadaan pesantren tersebut sudah mengantongi izin resmi, serta sudah beroperasi sangat lama. Fakta ini sebenarnya warning kepada orang tua, masyarakat secara umum, bagaimana memilih pesantren untuk anak yang mendapat iming-iming pendidikan gratis, karir masa depan yang bagus, kuliah gratis hingga janji manis lainnya.

Menggugat pelaku pemerkosaan, bukan pesantren

Fakta di atas membuat kita geram. Citra pesantren sebagai lembaga pendidikan nomor satu sebagai wadah pengembangan karakter anak rusak hanya karena pelaku. Dengan kasus ini, apakah pesantren akan kehilangan arah dari tujuan utamanya? Tentu tidak.

Kasus kekerasan seksual yang terjadi di pesantren seharusnya tidak membuat kita berpikir bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak baik. Justru kita harus mengantisipasi, bagaimana caranya agar setiap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan terus diusut sampai tuntas. Sebab anak-anak, para santri, datang ke pesantren untuk belajar, bukan untuk menyerahkan diri menjadi korban kekerasan seksual. bahkan para santripun datang ke pesantren tidak dalam rangka memenuhi kebejatan nafsu para predator seksual yang berlindung dalam jubah agama.

Jika kita lihat secara lebih jauh, posisi pesantren yang hadir pada abad sebelum Indonesia merdeka, terutama pada masa awal masuknya Islam ke Indonesia yang dibawa oleh para Walisongo, menjadikan pesantren sebagai tempat yang luwes, dan menjawab bahwa pendidikan agama tidak hanya diperuntukkan bagi penguasa saja, akan tetapi terbuka untuk semua lapisan masyarakat.

Artinya, pesantren merupakan lembaga pendidikan asli Indonesia yang dipercaya oleh masyarakat sejak beberapa abad silam sebagai wadah pengembangan keilmuan masyarakat Indonesia.  Meskipun demikian, eksistensi pesantren yang dimaksud diatas, lambat laun kian merosot ketika banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi.

Fenomena tersebut menjadi problem besar yang harus diantisipasi serta harus ditangani bersama. Apalagi, berdasarkan data dari Komnas Perempuan, dalam rentang waktu 2015-2020, kasus kekerasan seksual yang terjadi di pesantren berada pada urutan nomor 2 setelah universitas. Cukup mencengangkan. Tapi beginilah fakta di lapangan yang mengharuskan kita menyadari bahwa lembaga pendidikanpun, menjadi ruang yang tidak aman bagi kita.

Mari kawal sampai tuntas

Apapun bentuk kekerasannya, siapapun pelakunya, darimanapun lembaga asal pelakunya, kekerasan tetaplah kekerasan yang harus dikawal sampai pelaku memperoleh keadilan. Keadilan yang dimaksud, tentunya adalah hukuman yang setimpal dengan apa yang diperbuat oleh pelaku.

Pelaku pemerkosaan yang dilakukan oleh Herry Wirawan diadukan melanggar pasal 81 ayat 1 dan 3 UU Perlindungan Anak dan terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara. Meskipun demikian, pasal ini sangat tidak cukup untuk membayar perilaku biadab pelaku. Sebab yang ia lakukan tidak hanya mematikan karakter anak. Ia membunuh masa depan anak, menciptakan trauma berlipat kepada belasan anak, bahkan sampai seumur hidup pun tetap dikenang sebagai pengalaman paling buruk.

Pelaku juga membunuh pemikiran masyarakat tentang betapa mulianya pendidikan pesantren, serta membuat citra pesantren menjadi buruk, dan mencoreng nama guru. Mari kita kawal sampai tuntas. Pelaku kekerasan seksual harus diadili! []

 

Tags: Kekerasan seksualpemerkosaanpesantren
Muallifah

Muallifah

Penulis asal Sampang, sedang menyelesaikan studi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tinggal di Yogyakarta

Terkait Posts

Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Poligami atas

    Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID