Jumat, 12 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    pemberitaan

    Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    Pemberitaan

    Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    Media yang

    Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

    Halaqah Kubra

    KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

    16 HAKTP yang

    16 HAKTP Cirebon: Menggugat Media yang Masih Menormalisasi Kekerasan terhadap Perempuan

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi adalah Dosa Struktural Bangsa

    Banjir Aceh

    Banjir Aceh dan Sumatera Bukan Musibah Alam, Tapi Kegagalan Negara Mengontrol

    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

    krisis Laut

    Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    Laras Faizati

    Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    Kekerasan Seksual saat Bencana

    Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    Media Sosial Anak

    Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    pemberitaan

    Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    Pemberitaan

    Media dan Bias dalam Pemberitaan Kekerasan terhadap Perempuan

    Media yang

    Aida Nafisah: Literasi Media Berperspektif Perempuan, Kunci Menghentikan Kekerasan yang Dinormalisasi

    Halaqah Kubra

    KUPI akan Gelar Halaqah Kubra untuk Memperkuat Peradaban Islam yang Ma’ruf dan Berkeadilan

    16 HAKTP yang

    16 HAKTP Cirebon: Menggugat Media yang Masih Menormalisasi Kekerasan terhadap Perempuan

    Kerusakan Ekologi

    Kerusakan Ekologi adalah Dosa Struktural Bangsa

    Banjir Aceh

    Banjir Aceh dan Sumatera Bukan Musibah Alam, Tapi Kegagalan Negara Mengontrol

    Bencana di Sumatera

    Bencana Alam di Aceh dan Sumatera Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Berbagi

    Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

    Ekologi

    Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

    Madrasah Creator KUPI

    Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

    krisis Laut

    Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

    Laras Faizati

    Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    Haramain

    Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    Korban Bencana Alam

    ROI: Mengenal Istilah Penyebab Pejabat Datangi Korban Bencana Alam

    Kekerasan Seksual saat Bencana

    Perempuan, Trauma, dan Kekerasan Seksual saat Bencana

    Media Sosial Anak

    Perlukah Indonesia Batasi Usia Media Sosial Anak?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Masihkah Kita Sibuk dengan Halal dan Haram?

Tia Isti'anah Tia Isti'anah
19 Oktober 2020
in Personal
0
Masihkah Kita Sibuk dengan Halal dan Haram?
971
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Di salah satu diskusi terkait seksualitas, seseorang bertanya kepada saya terkait hukum menjadi LGBTQ+. Dia menyatakan bahwa di satu sisi itu sangat terkait dengan kemanusiaan. Ia menceritakan temannya yang merasa berada di tubuh yang salah dan karenanya depresi. Namun di sisi lain, dalil agama yang ia cari selama ini tidak membolehkan tindak LGBTQ+.

Saya ingin menunjukan pada dia berbagai dalil agama yang pernah saya pelajari, tentu yang membolehkan menjadi LGBTQ+. Tapi saya urungkan. Saya tahu bahwa dalil agama yang tidak membolehkan menjadi LGBTQ+ juga sama kuatnya.

Buya Husein di salah satu workshop di Jakarta satu minggu yang lalu bercerita. Ia mengatakan bahwa ada 3 nalar dalam cara beragama seseorang. Yaitu nalar bayani, nalar burhani dan nalar irfani. Ketiganya memiliki sumber, metode dan pendekatan yang berbeda-beda.

Nalar bayani fokus pada halal dan haram, boleh dan tidak boleh, hitam dan putih. Ulama-ulama yang sering memakai nalar ini adalah para Ulama Fiqh, mereka yang merumuskan hukum-hukum. Sumbernya tentu saja al-Qur’an dan hadist. Nalar ini banyak digunakan oleh orang awam. Bayani bersifat dogmatis, defensif dan apologetik. Tapi tentu dengan nalar ini lah ilmu Fiqh dan ushul Fiqh berkembang.

Misalnya terkait LGBTQ+, orang-orang dengan nalar ini hanya fokus pada boleh atau tidak boleh mereka merubah jenis kelamin atau mencintai sesama jenis. Tanpa disadari, saya juga sering sekali menggunakan nalar ini. Jawabannya tentu saja hitam-putih, boleh-tidak boleh. Dengan nalar ini pula banyak orang yang merasa memiliki kemampuan pembacaan teks-teks keagamaan akan sering berdebat.

Kita sering sekali mendengar perdebatan tentang boleh tidaknya mengucapkan selamat Natal misalnya, atau boleh tidaknya merayakan valentine. Hal itu lalu menyulut perbedaan pendapat yang tidak berkesudahan di media sosial. Padahal pandangan yang hitam-putih sangat mungkin mendorong diri kita untuk merasa benar, sombong dan lalim.

Nalar yang kedua adalah nalar burhani atau kita sering menyebutnya rasio.  Orang dengan nalar ini sering menggunakan logika. Menarik pengajian Gus Baha di salah satu videonya tentang logika atau rasio. Beliau menyatakan bahwa Imam Amudy dipuji Allah karena beriman padaNya lewat logika matematika.

Iman seperti itu setingkat keyakinan dan keakurasiannya dengan iman para malaikat. Bahkan Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa benar-benar hebat orang yang beriman padanya tapi tidak melihatnya. Nabi bahkan bersabda seperti itu 7 kali. Apa yang bisa menemukan keimanan seperti itu? Tentu saja logika, rasio.

Namun sayangnya, saat ini memang banyak sekali kaum agamawan yang anti dengan logika. Mereka fokus dengan teks agama dan alergi dengan penafsiran baru yang menggunakan logika. Saya sering sekali mendengar orang menyatakan “pake logika jangan jauh-jauh nanti kebablasan” untuk penafsiran-penafsiran baru yang menggunakan rasio atau logika. Padahal, Khalid Abou el-Fadl menyatakan pembacaan yang ideologis dan tendensius sangat mungkin mengarah pada hermeneutika otoriter.

Tentu saja seharusnya antara nalar bayani dan nalar burhani saling dipadu-padankan. Sehingga teks dan realitas sama-sama tidak diabaikan. Sayangnya, lagi-lagi banyak tokoh agamawan yang melarang orang-orang yang tidak mempelajari agama secara dalam  untuk mengomentari masalah agama.

Ini terjadi contohnya pada masalah sunat perempuan. MUI pernah menegur dinas kesehatan agar tidak melarang sunat perempuan. Padahal dari segi kesehatan, sunat perempuan memang sangat berbahaya. Kita sama-sama tahu bahwa seharusnya untuk memahami realitas sosial-keagamaan dibutuhkan transdisiplin keilmuan.

****************

Saya ingat saya pernah membaca sebuah komik kecil berjudul Karung Mutiara Al-Ghazali. Komik ini saya beli di sebuah bazar buku murah di Bandung, ia disarikan dari tulisan-tulisan sufistik Al-Ghazali. Saya masih ingat betul beberapa kisah di dalamnya.

Suatu hari, ada seorang ulama yang ingin berwudhu untuk shalat dzuhur. Waktu dzuhur tinggal sebentar lagi, hanya cukup untuk mengambil wudhu. Ia lalu buru-buru menuju sumur, namun ternyata di tempat untuk menciduk air ada seekor semut, yang jika ulama itu menggeraknya untuk mengambil air wudhu, semut itu akan masuk ke dalam air dan mati. Tentu saja, jika ia menunggu semut itu ke atas terlebih dahulu maka waktu dzuhur akan berakhir.

Namun apa yang dilakukan oleh ulama itu? Ya, beliau mencari cara menyelamatkan semut terlebih dahulu dan waktu dzuhur segera berlalu. Saya kira, cerita ini lah yang bisa menggambarkan nalar ketiga, yaitu nalar irfani atau kebijaksanaan.

Nalar ini lah yang saat ini menurut saya lebih kita butuhkan. Bahwa kebenaran adalah milik Allah dan kita sebagai manusia hanya bertugas untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Implikasi dari ajaran ini tentu saja adalah melihat semangat makna dari sebuah teks. Ia memperlihatkan pada kita tentang esensi dan substansi. Dengan nalar ini, kita bukan hanya mempercayai Allah dengan segala religiusitas tapi juga diimbangi rasa simpati dan empati kepada orang lain dengan adil dan setara.

Sayangnya tentu saja, di zaman ketika kehidupan begitu tidak pasti dan rancu, kebutuhan kepastian masyarakat akan agama semakin tinggi. Mereka menginginkan jawaban pasti, halal atau haram, boleh atau tidak boleh. Namun rasanya, itu tidak adil untuk akal sehat dan kemanusiaan kita. Ada semangat teks yang harusnya kita bawa. Yaitu tentang keadilan, kesetaraan dan kemanusiaan.

Jadi, masihkah kita hanya menggunakan nalar bayani, sibuk dengan halal dan haram?. []

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah

Tia Isti'anah, kadang membaca, menulis dan meneliti.  Saat ini menjadi asisten peneliti di DASPR dan membuat konten di Mubadalah. Tia juga mendirikan @umah_ayu, sebuah akun yang fokus pada isu gender, keberagaman dan psikologi.

Terkait Posts

Berbagi
Publik

Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih

12 Desember 2025
Ekologi
Publik

Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi

12 Desember 2025
Madrasah Creator KUPI
Personal

Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI

12 Desember 2025
krisis Laut
Publik

Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik

11 Desember 2025
Haenyeo
Film

Haenyeo Melawan Kiamat Iklim: Nafas Terakhir Penjaga Laut Jeju

11 Desember 2025
pemberitaan
Aktual

Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

11 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • standar kecantikan

    Budaya Pop dan Standar Kecantikan yang Menyempitkan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tantangan Media dalam Pemberitaan KDRT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laras Faizati: Ancaman Kebebasan terhadap Suara Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haenyeo Melawan Kiamat Iklim: Nafas Terakhir Penjaga Laut Jeju

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haramain dan Wacana Gender: Menimbang Batasan, Akses, dan Partisipasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berbagi dalam Spiritualitas Keheningan dan Kasih
  • Mereka yang Menjaga Alam, Namun Menjadi Korban: Potret Perempuan di Tengah Krisis Ekologi
  • Nanti Kita Cerita Tentang Madrasah Creator KUPI dan Halaqah Kubra KUPI
  • Krisis Ekosistem Laut: Dari Terumbu Karang Rusak hingga Ancaman Mikroplastik
  • Haenyeo Melawan Kiamat Iklim: Nafas Terakhir Penjaga Laut Jeju

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID