Mubadalah.id – Penyair sufi besar Maulana Jalaluddin Rumi ditanya santrinya tentang siapakah yang bisa disebut Ulama atau Hakim (bijak bestari). Seperti kebiasaannya, ia tidak menjawab langsung dengan bahasa yang ruwet, seperti pada umumnya orang.
Maulana Rumi selalu memberikan pengetahuan kepada santri dan masyarakatnya melalui contoh atau perumpamaan yang mungkin dipandang lebih mudah dipahami mereka.
Kemudian, Maulana Rumi mengatakan, “ulama atau seorang bijak bestari bagaikan pohon yang ia tanam di tanah yang subur. Tanah itu menjadikan pohon tersebut berdiri kokoh dan kuat dengan daun-daun yang menghijau dan merimbun.”
“Tak lama kemudian, ia menumbuhkan kuncup bunga, mekar dan menghasilkan buah yang lebat. Meski sepertinya ialah yang menghasilkan bunga dan buah-buahan itu, tetapi ia sendiri tak mengambilnya. Buah-buah itu untuk orang lain atau mereka ambil.”
Jika manusia bisa memahami bahasa pohon itu, Maulana Rumi sesungguhnya berkata:
تعلمنا أن نعطي ولا نتعلنا أن نأخذ
“Kami, ia ajarkan untuk memberi dan tidak belajar untuk mengambil/meminta.”
Penyair Persia termasyhur Sadi Syirazi menyampaikan pandangan yang sangat indah tentang siapa ulama bijak bestari atau sufi. Ia mengatakan:
ان العارف او الصوفي هو الذي يخدم الناس لا الذي يختار العز لة والاعتكاف
“Seorang sufi adalah dia yang melayani manusia, bukan yang memilih mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia dan duduk-duduk saja di masjid (itikaf)” II