• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Melawan Dating Violence Berkedok Romantisme Hubungan

Perempuan rentan menjadi sasaran kekerasan harus memiliki benteng mental yang kokoh. Menjalin hubungan itu bukan berarti menyerahkan diri. Perempuan berhak memiliki kendali

Herlina Herlina
31/10/2022
in Personal
0
Dating Violence

Dating Violence

748
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhir-akhir ini marak terjadi dating violence atau kekerasan dalam suatu hubungan, terutama pada usia muda yang baru mengenal ikatan pacaran dengan teman seangkatan. Menurut sebagian orang, hubungan zaman SMA kita sebut dengan istilah ‘Cinta Monyet’. Usia yang rentan mencari identitas diri dan cenderung masih labil, karena kurangnya mengontrol emosi.

Beberapa waktu lalu sebuah tweet menampilkan pertengkaran pasangan anak muda di salah satu kelas yang disaksikan pula oleh teman kelasnya. Tetiba tangan si laki-laki menampar area wajah si perempuan. Tak henti pula ditambah dengan ragam makian, katanya karena kecemburuan.

Begitulah salah satu contoh replika kehidupan anak muda masa kini yang mulai tidak asing dengan hubungan pacaran antar teman seangkatan. Lagi-lagi korbannya adalah perempuan, kekerasan yang berkedok romantisme suatu hubungan.

Cuplikan realita tersebut mungkin hanya perwakilan saja, karena sepertinya masih banyak kejadian di luar sana tentang kekerasan berkedok hubungan pacaran. Lebih-lebih di usia remaja yang baru memasuki pintu gerbang kedewasaan. Sebuah alasan mengapa usia muda perlu mendapat arahan dan bimbingan orang tua atau orang yang lebih dewasa.

“Dek, dunia tak selamanya indah,” salah satu kalimat yang sering kita dengar, bukan? Terdengar santun dan sedikit menggelitik. Penyadaran tentang kenyataan suatu hubungan yang selalu mengalami pasang surut oleh berbagai faktor.

Baca Juga:

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

Dating Violence

Kisah pacaran anak muda yang dihiasi kesenangan. Hingga mereka lupa bahwa karena perbedaan pola pikir, rasa dan cita sering menjadi faktor goyahnya rasa cinta antar sesama. dari perbedaan inilah kerap muncul ekspresi-ekspresi kasar yang notabene dilakukan oleh laki-laki kepada kaum perempuan. Dari hal itu, lalu bagaimana membangun hubungan yang sehat bersama pasangan agar terhindar dari dating violence?

Dating violence merupakan tindak kekerasan yang dapat memunculkan pengaruh negatif terhadap korban, baik psikis maupun fisik. Dampaknya, mereka kesulitan memahami hubungan yang sehat dan yang tidak. Menganggap kewajaran terhadap tindak kekerasan dalam suatu hubungan, jelas tidak dibenarkan.

Namun, dalam pandangan Sugarman dan Hotaling dalam Murray dan Kartadzke tahun 2007 lalu, menyatakan bahwa kekerasan dalam hubungan merupakan ancaman seperti pengekangan yang bertujuan untuk menyakiti pasangan dalam suatu hubungan asmara.

Tipe-tipe Kekerasan dalam Hubungan

Sejalan dengan hal itu, tipe-tipe kekerasan dalam hubungan asmara terdiri dari tiga macam, yaitu kekerasan emosional, seksual, dan fisik. Bila seseorang mengalami salah satu tindakan ini, dampaknya cukup serius terhadap psikis yang sulit disembuhkan. Ia merasa terhina, tersakiti, sehingga ia rentan mengalami galau atau mengasingkan diri. Namun, hal yang paling fatal adalah jika menganggap tindakan kekerasan merupakan suatu hal yang wajar terjadi dengan dalih rasa sayang.

Melansir dari kajian oleh Fajri & Nisa (2019), menyatakan bahwa kecemburuan merupakan faktor utama terjadinya dating violence terhadap pasangan remaja akhir. Salah satu yang sangat dibutuhkan dalam sebuah hubungan, menyeimbangkan logika dan perasaan. Karena bila logika kalah, seringnya memaklumi kekerasan sebagai hal yang wajar.

Masa remaja memang rentan memiliki emosi yang tidak stabil. Hal ini juga selaras dalam pandangan Elizabeth B. Hurlock (1980) bahwa usia remaja cenderung mengalami emosi yang meledak-ledak.Terutama dalam kisah asmara, yang bila berhasil mereka senang dan bila tidak mereka akan meluapkan amarahnya. Ada yang sedih ada pula yang memukul pasangannya.

Apa yang Harus Kita Lakukan Ketika Menjadi Korban?

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkan diri ketika mengalami dating violence? Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan oleh para remaja agar selamat dari dating violence, semisal berbagi cerita dengan keluarga atau dengan orang yang lebih dewasa yang kita anggap sebagai figur teladan.

Tugas lingkungan internal maupun eksternal adalah memeluk para remaja dengan sesekali memberikan penyadaran bahwa dating violence tidak dibenarkan dalam suatu hubungan. Ada yang lebih berharga, yaitu kesehatan mental dan kebahagiaan diri.

Tugas lingkungan, baik masyarakat maupun lembaga sekolah yang berpengaruh besar adalah membangun self esteem di kalangan remaja. Pentingnya melindungi diri, mental diri dari kekerasan berkedok hubungan romantisme pacaran. Lembaga sekolah memiliki implikasi terbangunnya penyadaran ini untuk meminimalisir terjadinya dating violence di usia remaja.

Adagium tentang bentuk pernyataan cinta yang seharusnya dibuktikan dengan kecemburuan yang diwajarkan bahkan merupakan suatu keharusan. Rupanya hal ini berdampak besar pada terjadinya kekerasan dalam hubungan. Mengubah mindset memang tidak mudah, tetapi menyadarinya sejak dini tentu tidak salah.

Pentingnya melakukan penyadaran cara membangun kesehatan hubungan dengan bentuk penerimaan perbedaan dan larangan melakukan tindakan keras baik verbal maupun fisik. Selain itu kini sudah ada payung hukum yang menindak kasus kekerasan seksual terutama pada perempuan.

Kenyataan yang terjadi dalam hubungan pacaran itu kerap menerobos ruang privasi untuk memiliki sehingga tidak lagi menjadi diri sendiri. Ada yang salah dengan ini, seharusnya mencintai itu membuat kita merasa aman, nyaman, dan tetap menjadi diri sendiri. Saling menghormati perbedaan kerap menjadi hambatan karena ingin menuntut kesamaan.

Inilah alasan yang jarang kita sadari bahwa mencintai bukan berarti menguasai. Lalu bagaimana jika muncul kecemburuan, jawabannya adalah ‘komunikasi.’ Pentingnya membangun komunikasi yang sehat daripada kita pendam dan menjadi beban pikiran.

Self Esteem

Jika self esteem sudah terbangun, maka tidak ada lagi dating violence antar pasangan. Kontrol emosi menjadi laku bijak dalam melihat situasi. Kita tidak sendiri, banyak di luar sana yang akan memeluk kita. Hindari dating violence untuk kesehatan mental diri.

Salah satu cara membangun self esteem bisa jadi dengan bentuk penerimaan diri dan menjalin hubungan relasi yang sehat serta terhindar dari toxic hubungan. Jangan menuntut pasangan secara berlebihan atau di luar kemampuannya. Jika ingin hubungan sehat maka mulai dari diri sendiri. Jangan-jangan diri sendiri yang justru tidak bisa mengontrol emosi diri.

Kekerasan dalam hubungan baik fisik maupun verbal tetap saja tidak diperbolehkan. Oleh karena itu, dengan tidak memulai perdebatan adalah hal yang tepat yang harus dilakukan. Menerima perbedaan dan saling mengerti. Hal tersebut yang mungkin jarang orang praktikkan yang masih rentan labil dengan keinginan membabi buta.

Jika memang mendapati kekerasan verbal dari pasangan setelah diri berusaha mengelola emosi. Maka satu hal yang pasti adalah berani tegas untuk berkata tidak, untuk melindungi mental diri. Perempuan juga memiliki kendali untuk memberikan keputusan membuat pilihan. Bertahan dalam keadaan terpuruk atau lepas untuk memulai membebaskan tekanan mental?

Perempuan rentan menjadi sasaran kekerasan harus memiliki benteng mental yang kokoh. Menjalin hubungan itu bukan berarti menyerahkan diri. Perempuan berhak memiliki kendali. Inilah alasan mengapa perlu mengontrol logika dan perasaan agar selalu berjalan beriringan. []

Tags: Dating ViolenceKDRTKekerasan dalam PacaranRelasiRomantis
Herlina

Herlina

Perempuan asal Sumenep, Madura kelahiran 31 Juli 1993. Alumni UIN Sunan Kalijaga, sekarang aktif di kegiatan sosial Yogya, perempuan pencinta alam, penikmat kopi dan buku. Selain itu tengah belajar berbisnis dan membangun usaha mandiri. Untuk saling tegur sapa, bisa dikunjungi melalui akun media Twitter: @Ellyn_31, IG: @ellynmusthafa, Email= ellynmustafa@gmail.com

Terkait Posts

Berhaji

Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

11 Juli 2025
Ikrar KUPI

Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

11 Juli 2025
Life After Graduated

Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

10 Juli 2025
Pelecehan Seksual

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

9 Juli 2025
Pernikahan Tradisional

Sadar Gender Tak Menjamin Bebas dari Pernikahan Tradisional

8 Juli 2025
Menemani dari Nol

From Zero to Hero Syndrome: Menemani dari Nol, Bertahan atau Tinggalkan?

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berhaji

    Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Islam dan Persoalan Gender
  • Negara Inklusi Bukan Cuma Wacana: Kementerian Agama Buktikan Lewat Tindakan Nyata
  • Tauhid: Kunci Membongkar Ketimpangan Gender dalam Islam
  • Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung
  • Tauhid: Fondasi Pembebasan dan Keadilan dalam Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID