• Login
  • Register
Selasa, 21 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Melihat Sisi Lain Pandemi dan Tradisi

Di hadapan kematian, dan banyak kematian di masa pandemi ini, tradisi budaya mempertemukan kemanusiaan, bahkan meski beda agama sekalipun

Listia Listia
31/07/2021
in Pernak-pernik
0
Tradisi

Tradisi

200
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kami hidup sebagai pendatang di sebuah kampung di Sleman antara jalan Kaliurang dan jalan Tentara Pelajar. Sebagaimana di banyak tempat lain, mungkin kecuali di perumahan, ada adat yang harus kami jaga bersama. Saat baru pindahan, kami selenggarakan kenduri yang diisi dengan doa tahlil dan perkenalan dengan warga sekitar.

Pak Dukuh menyampaikan selamat datang dan meminta kami para pendatang untuk mengikuti tradisi dan kebiasaan yang berjalan di wilayah itu. Tentu saja, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, karena para pendatang berasal dari berbagai daerah bahkan dari luar Jawa. Umumnya pendatang bersedia menyesuaikan diri.

Dalam hal ritual berbagai selametan, ruwahan, merti desa, memang hanya sedikit pendatang  yang bisa aktif, karena berbagai alasan. Buat saya sendiri, ada hal yang sangat mengesankan sejak awal datang hingga kini, yaitu kidung atau singiran (melantunkan syair dalam tembang) diorkestrasi dengan tahlilan dalam langgam Jawa, pada dua kesempatan; saat ruwahan (mendoakan para arwah leluhur) yang dilaksanakan menjelang puasa Ramadan dan setiap selamatan 1000 hari orang meninggal.

Apalagi Bapak yang melantunkan vokalnya sangat merdu, membuat pikiran saya membayangkan Jawa abad 15, meresapi bagaimana syair itu menjadi bagian dari tradisi. Tapi dalam urusan sosial seperti kerja bakti, ronda, macam-macam serkiler (iuran sumbangan untuk berbagai keperluan sosial), para pendatang sangat aktif, bahkan dalam beberapa segi cukup menonjol.

Kebersamaan dalam berbagai kegiatan sosial terutama telah memperkuat persatuan, sehingga jalan yang membelah kampung kami dinamakan ‘Jalan Kesatuan’ yang dibangun secara gotong royong oleh semua warga laki-laki perempuan, tua muda selama kurun waktu berbulan-bulan, sejak memecah dan menata batu dengan teknik konstruksi mac adam.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam
  • Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?
  • Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan
  • Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

Baca Juga:

Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan

Bibit Kekerasan Simbolik di Lembaga Pendidikan

Sekitar tahun 2007 ada keluarga yang mengontrak rumah di lingkungan RT kami meninggal karena sakit. Beberapa warga mengusulkan agar jenazah diantar ke daerah asal, mengingat tanah makam juga terbatas. Namun karena berbagai pertimbangan terutama dari istri, dan pertimbangan dari para kesepuhan, bahwa almarhum rajin kerja bakti dan aktif ronda, atas nama kemanusiaan kemudian jenazah dimakamkan di makam kampung.

Untuk pelaksanaan kenduri sampai 7 hari, warga yang mampu mengirim berbagai keperluan dan makanan. Demikian pula setiap Iduladha, pembagian daging merata untuk semua warga tidak membeda-bedakan agama apa yang dianut. Kebersamaan yang mengesankan.

Di antara warga baru dan lama memang tetap ada perbedaan, terutama dalam gaya hidup, pola pikir dan pengelolaan waktu sehari-hari. Tentu saja ada perbedaan riwayat pendidikan, latar budaya yang telah membentuk sebelumnya dan lingkup pergaulan, sehingga ada kalanya ‘terjadi ketidaksepakatan’, atau hal-hal membuat kurang kompak antara warga baru dan warga lama. Ya karena sesungguhnya tidak mungkin ada pemaksaan kehendak oleh salah satu pihak. Demikian pula dalam menanggapi pandemi panjang ini perbedaan cara berpikir sangat terasa.

Kemarin malam, salah satu warga yang termasuk warga baru meninggal dunia. Karena pemakaman harus menggunakan protokol kesehatan, jenazah harus segera dimakamkan malam itu juga. Dalam tradisi, bila warga RT kami ada yang meninggal maka warga kampung sebelah yang menggalikan lubang kubur dan mereka juga mengumpulkan beras atau uang untuk membantu pelaksanaan kenduri.

Sebaliknya bila yang meninggal kampung sebelah, warga kampung kami yang bertugas menggali liang kubur dan mengumpulkan sumbangan. Adanya kematian yang berturut-turut bahkan sempat sehari dua kali, saya membayangkan mereka yang menggali kubur dan ibu-ibu yang mengumpulkan sumbangan dari rumah ke rumah serta keluarga-keluarga yang secara ekonomi pas-pasan, yang tentu tidak enak hati bila tidak memberi meski tidak diminta. Mungkin semangat yang sangat baik ini perlu dikemas dengan cara baru yang terasa tidak merepotkan bagi semua pihak, tanpa mengurangi kemanfaatannya.

Pemakaman malam itu hanya dihadiri putri almarhum dan suaminya, Pak Dukuh, Pak Kaum, warga kampung sebelah yang menggali makam dan seorang umat Katolik yang memimpin doa. Meski ada Pak Kaum yang biasa memimpin doa, karena yang meninggal beragama Katolik, maka yang memimpin adalah warga umat Katolik yang memang aktif di Gereja.

Tadi malam banyak warga yang menunggu suara ambulans datang agar bisa memberi penghormatan terakhir meski dari jauh. Namun ternyata ambulans mematikan sirine, demikian pula toa masjid tidak memberi pengumuman, ternyata untuk alasan mencegah kerumunan dan secara psikologis tidak menambah kekhawatiran di tengah kenaikan jumlah warga yang positif covid-19. Warga hanya mendapat foto-foto prosesi pemakaman telah selesai dilakukan.

Di hadapan kematian, dan banyak kematian di masa pandemi ini, tradisi budaya mempertemukan kemanusiaan, bahkan meski beda agama sekalipun. Di kampung kami, tidak ada pembedaan lokasi penguburan, karena semua jasad yang wafat akan terurai menjadi tanah. Dan arwah orang yang meninggal sudah tidak membutuhkan ruang lagi di dunia, terbebas dari sekat-sekat duniawi. Yang berbeda hanya amal perbuatan selama hidup di dunia, akankah dikenang atau dilupakan. Sedang nasib di akhirat hanya Allah, Gusti Pengeran  yang punya kewenangan menentukan. []

Tags: IndonesiakeadilanKesetaraanNusantaraPandemi Covid-19PerdamaianPPKM DarurattoleransiTradisiVirus Covid-19
Listia

Listia

Pegiat pendidikan di Perkumpulan Pendidikan Interreligus (Pappirus)

Terkait Posts

Perempuan Bekerja

Perempuan Juga Wajib Bekerja

21 Maret 2023
Prinsip Perkawinan

Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri

21 Maret 2023
tujuan perkawinan

Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

20 Maret 2023
Poligami

Cara Al-Qur’an Merespon Poligami

20 Maret 2023
Poligami Perempuan

Poligami Banyak Merugikan Kaum Perempuan

19 Maret 2023
Poligami

Poligami Bukan Tradisi yang Dilahirkan Islam

19 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rethink Sampah

    Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meminang Siti Khadijah Bint Khwailid

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tujuan Perkawinan Dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Juga Wajib Bekerja
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Prinsip Perkawinan Menjadi Norma Dasar Bagi Pasangan Suami Istri
  • Marital Rape itu Haram, Kok Bisa?
  • Webinar Zakat Peduli Perempuan Korban Kekerasan akan Digelar Nanti Malam

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist